A. Latar belakang masalah
Pajak merupakan salah satu sumber
pemasukan kas negara yang digunakan untuk pembangunan dengan tujuan akhir
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, sektor pajak memegang
peranan penting dalam perkembangan kesejahteraan bangsa. Namun, tak bisa
dipungkiri bahwa sulitnya negara melakukan pemungutan pajak karena banyaknya
wajib pajak yang tidak patuh dalam membayar pajak merupakan suatu tantangan
tersendiri. Pemerintah telah memberikan kelonggaran dengan memberikan
peringatan terlebih dahulu melalui Surat Pemberitahuan Pajak (SPP). Akan
tetapi, tetap saja banyak wajib pajak yang lalai untuk membayar pajak bahkan
tidak sedikit yang cenderung menghindari kewajiban tersebut.
Hal ini mendorong pemerintah
menciptakan suatu mekanisme yang dapat memberikan daya pemaksa bagi para wajib
pajak yang tidak taat hukum. Salah satu mekanisme tersebut adalah gijzeling
atau lembaga paksa badan. Keberadaan lembaga ini masih kontroversial. Beberapa
kalangan beranggapan bahwa pemberlakuan lembaga paksa badan merupakan hal yang
berlebihan. Di lain pihak, muncul pula pendapat bahwa lembaga ini diperlukan
untuk memberikan efek jera yang potensial dalam menghadapi wajib pajak yang
nakal.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian perpajakan ?
2. Sebutkan fungsi pajak?
3. Apa saja syarat – syarat pajak?
4. Bagaimana kedudukan hukum pajak?
5. Apa saja jenis pajak?
6. Sebutkan tata cara pemungutan pajak?
7. Bagaimana hambatan pemungutan pajak?
8. Apa saja tarif pajak?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian perpajakan
Salah satu definisi pajak yang
terpendek adalah “an individual sacrifice for a collective goal
(individu berkorban untuk tujuan bersama)”. Definisi ini di rumuskan oleh
Ferdinand H.M. Grapperhaus. [1]
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro,
SH merumuskan pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang –
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra –
prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum. [2]
Menurut Prof. Dr. P.J.A. Andriani merumuskan pajak
adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan dengan tidak mendapat prestasi
kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran – pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak
memiliki unsur – unsur sebagai berikut:
1. Iuran atau pemungutan
Dilihat dari segi arah arus dana pajak, jika arah
datangnya pajak berasal dari wajib pajak, maka disebut iuran. Sedangkan jika
arah datangnya kegiatan untuk mewujudkan pajak tersebut berasal dari
pemerintah, maka pajak itu disebut pungutan.
2. Pajak dipungut berdasarkan undang –
undang
Salah satu karakteristik pokok dari pajak adalah bahwa
pemungutannya harus berdasarkan undang – undang. Hal ini disebabkan karena pada
hakikatnya pajak adalah beban yang harus dipikul oleh rakyat banyak, sehingga
dalam perumusan macam, jenis, dan berat ringannya tariff pajak itu, rakyat
harus ikut serta menentukan dan menyetujuinya, melalui wakil – wakilnya di
parlemen atau dewan perwakilan rakyat. [3]
3. Dalam pembayaran pajak tidak ada
kontraprestasi secara langsung oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara.
B. Fungsi pajak
Dilihat dari definisi pajak diatas,
pajak mempunyai fungsi untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum. Namun
sebenarnya fungsi membiayai pengeluaran umum hanyalah salah satu fungsi pajak
sebab pajak memiliki dua fungsi, yaitu:
1. Fungsi penerimaan (budgetair)
Dalam fungsi budgetair, pajak berfungsi sebagai sumber
dana untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran negara. contoh: penerimaan yang
berasal dari sector pajak mencapai 71,4% dari keseluruhan penerimaan negara
pada RAPBN 2001
2. Fungsi mengatur ( regulair)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan negara di bidang sosial dan ekonomi.
Contoh : a. pajak yang
tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras
b. pajak yang tinggi dikenakan
terhadap barang – barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif
c. tarif pajak untuk ekspor sebesar
0%, bertujuan untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia. [4]
C. Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak
menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
1. Pemungutan pajak harus adil ( syarat
keadilan)
Pemungutan pajak yang adil berarti
pajak yang dipungut harus adil dan merata, sehingga harus sebanding dengan
kemampuan membayar pajak dan sesuai dengan manfaat yang diminta wajib pajak
dari pemerintah.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan
undang – undang (syarat yuridis)
Di Indonesia pajak diatur dalam UUD
1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan
keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3. Pemungutan pajak tidak mengganggu
perekonomian (syarat ekonomi)
Negara menghendaki agar perekonomian
negara dan masyarakat dapat senantiasa meningkat. Oleh karena itu, pemungutan
pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi dan perdagangan yang
akan mengakibatkan kelesuan perekonomian negara. Oleh karena itu dimungkinkan
pemberian fasilitas perpajakan sejauh pemberian fasilitas ini berdampak positif
bagi perekonomian negara.
4. Pemungutan pajak harus efisien (
syarat financial)
Sesuai fungsi budgetair, biaya
pemungutan pajak harus lebih kecil dari pajak yang dipungut.
5. Sistem pemungutan pajak harus
sederhana
Pemungutan pajak hendaknya
dilaksanakan secara sederhana sehingga syarat kesederhanaan akan memudahkan
wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan demikian kesadaran
wajib pajak untuk membayar pajak dapat terwujud.[5]
D. Kedudukan hukum pajak
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro,
SH, Hukum pajak mempunyai kedudukan diantara hukum-hukum sebagai berikut:
1. Hukum perdata, mengatur hubungan
antara satu individu dengan individu lainnya.
2. Hukum public, mengatur hubungan
antara pemerintah dengan rakyatnya. Hukum ini dapat dirinci lagi sebagai
berikut:
a. Hukum Tata Negara
b. Hukum Tata Usaha (hukum
administratif)
c. Hukum Pajak
d. Hukum Pidana
Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah
(fiscus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai wajib pajak. Ada dua macam
hukum pajak yakni:
1. Hukum pajak material, memuat
norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan perbuatan peristiwa hukum yang
dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar
pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya hutang
pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak. Contoh:
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
2. Hukum pajak formil, memuat
bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara
melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat antara lain:
a. Tata cara penyelenggaraan (prosedur)
penetapan suatu utang pajak.
b. Hak-hak fiscus untuk mengadakan
pengawasan terhadap para Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa
yang menimbulkan hutang pajak.
c. Kewajiban wajib pajak misalnya
menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, dan hak-hak wajib pajak misalnya
mengajukan keberatan dan bandingan. Contoh: ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.[6]
E. Jenis pajak
Pajak dapat dibedakan menurut
golongan, sifat dan lembaga pemungutnya, sebagaimana akan diuraikan sebagai
berikut:
1. Jenis pajak menurut golongannya
a. Pajak langsung
Pajak langsung adalah Pajak yang pembebanannya tidak
dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib
pajak yang bersangkutan. Contohnya pajak penghasilan (PPh) .
b. Pajak tak langsung
Pajak tak langsung adalah pajak yang pembebanannya
dapat dilimpahkan ke pihak lain. Contohnya pajak pertambahan nilai (PPN) dan
pajak penjualan.
2. Jenis pajak menurut sifatnya
a. Pajak subyektif
Pajak subyektif adalah pajak yang didasarkan atas
keadaan subyeknya, memperhatikan keadaan diri wajib pajak yang selanjutnya
dicari dari syarat objektifnya (memperhatikan keadaan wajib pajak). Contohnya
pajak pendapatan nya adalah 1944 dan pajak penghasilannya 1984.
b. Pajak obyektif
Pajak obyektif adalah pajak yang berpangkal pada
objeknya tanpa memperhatikan diri wajib pajak. Contohnya pajak bumi dan
bangunan (PBB), karena pajak bumi dan bangunan dikenakan terhadap keadaan dari
tanah dan bangunan, bukan dari keadaan pemiliknya.
3. Jenis pajak menurut lembaga
pemungutannya
a. Pajak pusat (negara)
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. contohnya bea materai, PBB, PPh,
PPN dan lainnya.
b. Pajak daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah. Pajak daerah diatur dalam PP no.
18 tahun 1997 sebagaimana diubah PP no. 34 tahun 2000.
Pajak daerah sendiri dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Pajak propinsi
Contohnya: pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di
atas air, bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak
bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah
tanah dan lainnya.
b) Pajak kabupaten / kota
Contohnya : pajak hotel, pajak restoran, pajak
hiburan, pajak reklame dan pajak penerangan jalan. [7]
F. Tatacara pemungutan pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tatacara
sebagai berikut:
1. Stelsel pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan 3 stelsel
yaitu:
a. Stelsel nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan
yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak
yaitu setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Kelebihan stelsel ini
adalah pajak yang dikenakan lebnih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah
pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil
diketahui).
b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang
diatur oleh undang – undang. Misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama
dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan
besarnya pajak. Kelebihan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun
berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah
pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
c. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata
dan anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu
anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan
yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada
pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah, dan sebaliknya.
2. Asas pemungutan pajak
a. Asas domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh
penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan
yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
c. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu
negara, misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang
yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia.
3. System pemungutan pajak
a. Official assessment system
Adalah suatu system pemungutan yang memberi wewenang
kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
wajib pajak.
Cirri – cirinya :
1) Wewenang untuk menentukan besarnya
pajak terutang ada pada fiskus.
2) Wajib pajak bersifat pasif.
3) Utang pajak timbul setelah
dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b. Self assessment system
Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang.
Ciri – cirinya :
1) Wewenang untuk menentukan besarnya
pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.
2) Wajib pajak aktif, mulai dari
menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya
mengawasi.
c. With holding system
Adalah suatu system pemungutan pajak yang member
wewenang kepada hihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Cirri – cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak
yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak. [8]
G. Timbul dan hapusnya utang pajak
Ada dua ajaran yang mengatur
timbulnya utang pajak yaitu:
1. Ajaran formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat
ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official
assessment system.
2. Ajaran materiil
Utang pajak timbul karena berlakunya undang – undang.
Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini
diterapkan pada self assessment system.
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa
hal yaitu:
1. Pembayaran
Hutang pajak yang melekat pada wajib pajak akan hapus
karena pembayaran yang dilakukan ke kas negara atau tempat lain yang ditunjuk
pemerintah.
2. Kompensasi
Terjadi apabila wajib pajak mempunyai kelebihan
pembayaran pajak. Kelebihan pembayaran tersebut dapat dikompensasi
sebagai pajak terutang.
3. Daluwarsa
Artinya sebagai daluwarsa penagihan.
4. Pembebasan dan penghapusan
Hutang pajak tidak berakhir dalam arti yang
semestinya, tetapi karena ditiadakan. Penghapusan hutang pajak ini sama
sifatnya dengan pembebasan, tetapi diberikannya karena keadaan keuangan wajib
pajak.[9]
H. Hambatan pemungutan pajak
Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu:
1. Perlawanan pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat
disebabkan antara lain:
a. Perkembangan intelektual dan moral
masyarakat
b. System perpajakan yang (mungkin)
sulit dipahami masyarakat
c. System kontrol tidak dapat dilakukan
atau dilaksanakan dengan baik
2. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan
yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari
pajak.
Bentuknya antara lain:
a. Tax avoidance, usaha meringankan
beban pajak dengan tidak melanggar undang – undang.
b. Tax evasion, usaha meringankan beban
pajak dengan cara melanggar undang – undang (menggelapkan pajak). [10]
I. Tarif pajak
Ada beberapa macam tarif pajak, yaitu:
1. Tarif sebanding / proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun
jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional
terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contoh untuk penyerahan barang kena
pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan pajak pertambahan nilai sebesar 10
%.
2. Tarif tetap
Tariff berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap
berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang
tetap. Contoh besarnya tarif bea materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai
nominal berapapun adalah Rp 1.000,00.
3. Tarif progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila
jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh pasal 17 UU PPh 2000
4. Tarif degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila
jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal (kontra – prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Fungsi pajak yaitu : Fungsi
penerimaan (budgetair) dan Fungsi mengatur ( regulair).
Syarat pemungutan pajak :
1. Pemungutan pajak harus adil ( syarat
keadilan)
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan
undang – undang (syarat yuridis)
3. Pemungutan pajak tidak mengganggu
perekonomian (syarat ekonomi)
4. Pemungutan pajak harus efisien (
syarat financial)
5. Sistem pemungutan pajak harus
sederhana
Kedudukan hukum pajak: hukum perdata
dan hukum public
Jenis pajak:
a. Jenis pajak menurut
golongannya yaitu Pajak langsung dan pajak tak langsung.
b. Jenis pajak menurut
sifatnya yaitu Pajak subyektif dan Pajak obyektif.
c. Jenis pajak menurut lembaga
pemungutannya yaitu Pajak pusat (negara) dan Pajak daerah.
Tatacara pemungutan
pajak:
a. Stelsel pajak : stelsel nyata (riel
stelsel), stelsel anggapan (fictieve stelsel), dan stelsel campuran
b. Asas pemungutan pajak: asas domisili
(asas tempat tinggal), asas sumber dan asas kebangsaan
c. System pemungutan pajak : official
assessment system, self assessment system dan with holding system
Timbul dan hapusnya utang pajak :
a. Timbulnya utang pajak : ajaran
formil dan ajaran materiil.
b. Hapusnya hutang pajak : pembayaran,
kompensasi, daluarsa, pembebasan dan penghapusan
Hambatan pemungutan pajak :
perlawanan pasif dan perlawanan aktif
Tarif pajak : tarif
sebanding/proporsional, tarif tetap, tarif progresif dan tarif degresif
DAFTAR PUSTAKA
Supramono,
Perpajakan Indonesia Mekanisme dan Perhitungan, Yogyakarta: Andi Offset, 2005,
Drs. Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan Edisi 2,
Jakarta : Granit, 2003
Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi, Yogyakarta : Andi
Offset, 2003
[1]Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan Edisi 2, Jakarta
: Granit, 2003, hlm: 13
[2]Supramono, Perpajakan Indonesia Mekanisme dan
Perhitungan, Yogyakarta: Andi Offset, 2005, hlm: 2
[3] Op cit, Safri
Nurmantu, hlm: 12-14
[4] Op Cit, Supramono, , hlm: 2
[5] Ibid, Supramono , hlm: 6 - 7
[6] Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi, Yogyakarta :
Andi Offset, 2003, hlm. 4-5
[7] Op cit , Supramono, hlm : 3 - 5
[8] Op cit, Mardiasmo,
hlm 6 – 8
[9] Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi, Yogyakarta :
Andi Offset, 2003, hlm 8
[10] Supramono, Perpajakan Indonesia Mekanisme dan
Perhitungan, Yogyakarta: Andi Offset, 2005, hlm: 6
0 Response to "MAKALAH LENGKAP DASAR-DASAR PERPAJAKAN"
Post a Comment