KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah – Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas matakuliah Pendidikan Agama Islam tentang “Ekonomi Islam”.
Dalam makalah ini, akan
dijelaskan tentang pengertian ekonomi islam, prinsip-prinsip ekonomi islam,
makna riba, ekonomi islam dan pemerataan kesejahteraan.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan, baik dalam penyusunan kata, bahasa, dan
sistematika pembahasannya. Sebab kata pepatah “tak ada gading yang tak retak
atau dengan pepatah lain tak ada ranting yang tak akan patah”. Oleh sebab itu
kami sangat mengharapkan masukan atau kritikan serta saran yang bersifat
membangun untuk mendorong kami menjadi lebih ke depanya.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang sudah berkenan
membaca makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi kami
dan pembaca. Amin..
Natuna, 17 Oktober 2018
Tim Penulis
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar
.....................................................................................................
2
Daftar
Isi
..............................................................................................................
3
Bab
I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
..........................................................................................
4
1.2 Rumusan
Masalah.......................................................................................
4
1.3 Tujuan
........................................................................................................ 5
Bab
II Pembahasan
2.1 Pengertian Ekonomi Islam.......................................................................... 6
2.2 Prinsip-prinsip Ekonomi Islam.................................................................... 25
2.3 Makna
Riba................................................................................................
2.4 Ekonomi Islam dan
Pemerataan Kesejahteraan..........................................
Bab
III Penutup
3.1
Kesimpulan................................................................................................. 32
3.2
Saran........................................................................................................... 33
Daftar
Pustaka
...................................................................................................... 34
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekonomi islam di bangun untuk tujuan suci
di tuntun oleh ajaran islam dan dicapai dengan cara-cara yang di tuntunkan pula oleh
ajaran islam. Oleh karena itu, ke semua hal tersebut saling terkait dan
terstruktur secara hierarkis, dalam arti bahwa spirit ekonomi islam
tercermin dari tujuannya, dan di topang oleh pilarnya. Tujuan
untuk mencapai falah hanya bisa (Islamic values),dan
pilar operasional, yang tercermin dalam prinsip-prinsip ekonomi (Islam principles). Dari sinilah akan tampak suatu
bangunan ekonomi islam dalam suatu paradigma, baik paradigma dalam
berpikir dan berperilaku maupun bentuk perekonomiannya. Pilar ekonomi islam
adalah moral. Hanya dengan moral islam inilah bangunan ekonomi islam dapat
tegak. Moralitas islam berdiri di atas suatu postulat keimanan dan postulat
ibadah. Esensi dan moral islam adalah tauhid. Implikasi dari tauhid, bahwa
ekonomi islam memiliki sifat transcendental ( bukan sekuler), di
mana peranan Allah dalam seluruh aspek ekonomi menjadi mutlak.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud ekonomi
islam?
2. Apasajakah prinsip-prinsip
dalam ekonomi islam?
3. Apakah makna dari riba?
4. Bagaimanakah ekonomi islam dan
pemerataan kesejahteraan?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah
ini adalah untuk:
1. Mengetahui arti dari ekonomi
islam;
2. Mengetahui prinsip-prinsip
ekonomi islam;
3. Mengetahui makna riba, dan
4. Mengetahui ekonomi islam dan
pemerataan kesejahteraan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Ekonomi Islam
Kata ekonomi berasal dari
bahasa Yunani: Oikos dan Nomos. Oikos berarti
rumah tangga (house-hold), sedang Nomos berarti
aturan, kaidah, atau pengelolaan. Dengan demikian secara sederhana ekonomi
dapat diartikan sebagai
kaidah- kaidah,
aturan-aturan, atau cara pengelolaan suatu rumah tangga. Dalam bahasa Arab, ekonomi
sering diterjemahkan dengan al- iqtishad, yang berarti hemat, dengan
perhitungan, juga mengandung makna rasionalitas dan nilai secara implisit.
Jadi, ekonomi adalah mengatur urusan rumah tangga, dimana anggota keluarga yang
mampu, ikut terlibat dalam menghasilkan barang-barang berharga dan membantu
memberikan jasa, lalu seluruh anggota keluarga yang ada, ikut menikmati apa
yang mereka peroleh. Kemudian populasinya semakin banyak dan dalam rumah-rumah,
lalu menjadi suatu kelompok (community) yang diperintah oleh suatu Negara
Adapun istilah ekonomi islam
berasal dari dua kata, ekonomi (terjemahan, economics, economic, dan economy)
dan islam (terjemahan: Islamic). Islam adalah kata bahasa Arab yang terambil
dari kata salima yang berarti selamat,
damai, tunduk, pasrah, dan berserah diri. Objek penyerahan diri ini, adalah
pencipta seluruh alam semesta yakni Allah SWT. Dengan demikian, islam berarti
penyerahan diri kepada Allah SWT, sebagaimana tercantum dalam Al Qur’an surat
Ali Imran, yang artinya kurang lebih sebagai berikut: “Sesungguhnya agama atau yang diridhoi disisi Allah adalah islam…”
1. Ekonomi Islam adalah
pengetahuan bagaimana menggali dan mengimplementasi sumber daya material untuk
memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan manusia, dimana penggalian dan penggunaan
itu harus sesuai dengan syari’at Islam.
2. Ekonomi Islam merupakan bagian
dari bentuk usaha duniawi yang bernilai ibadah, juga merupakan suatu amanah,
yaitu amanah dalam melaksanakan kewajiban kepada Allah (Hablum minallah) dan
kewajiban kepada sesama manusia (Hablum minannas).
3. Ekonomi islam adalah tata
aturan yang berkaitan dengan cara berproduksi, distribusi, dan konsumsi, serta
kegiatan lain dalam rangka mencari ma’isyah (penghidupan individu maupun
kelompok) sesuai dengan ajaran islam (Al Qur’an dan Al Hadits).
Ekonomi Islam merupakan ilmu
yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan
aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun
iman dan rukun Islam.
Kata Islam setelah “Ekonomi”
dalam ungkapan Ekonomi Islam berfungsi sebagai identitas tanpa mempengaruhi
makna atau definisi ekonomi itu sendiri. Karena definisinya lebih ditentukan
oleh perspektif atau lebih tepat lagi worldview yang digunakan sebagai landasan
nilai. Sedang ekonomi adalah masalah menjamin berputarnya harta diantara
manusia, sehingga manusia dapat memaksimalkan fungsi hidupnya sebagai hamba
Allah untuk mencapai falah di dunia dan akherat (hereafter). Ekonomi adalah
aktifitas yang kolektif.
2.2
Prinsip-prinsip Ekonomi Islam
Prinsip ekonomi Islam adalah:
1. Kebebasan individu.
2. Hak terhadap harta.
3. Kesamaan sosial.
4. Keselamatan sosial.
5. Larangan menumpuk kekayaan.
6. Larangan terhadap institusi
anti-sosial.
7. Kebajikan individu dalam
masyarakat.
2.3
Makna Riba
1. Pengertian
Riba
Riba
secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam istilah linguistik, riba berarti tumbuh dan
membesar. Akan tetapi tidak semua tambahan adalah riba. Dalam istilah fiqih,
riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok secara batil baik dalam
transaksi maupun pinjam meminjam.1
Riba
berarti menetapkan bunga atau
melebihkan jumlah pinjaman saat
pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang
dibebankan kepada peminjam.
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun
secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan
tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau
bertentangan denganprinsip muamalat dalam Islam.
Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan
berupa riba pinjaman adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah
Al-Baqarah ayat 275: “...padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”
2. Macam-Macam
Riba
Secara garis besar riba
dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba piutang dan riba jual beli. Kelompok
pertama terbagi menjadi riba Qardh dan Jahiliyah, sedangkan kelompok kedua ada dua macam,
yaitu riba Fadl dan Nasi’ah.
a) Riba
Qardh, yaitu suatu manfaat yang disyaratkan terhadap yang berhutang
(Muqtaridh).2 Maksudnya meminjamkan
sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan bagi orang yang
meminjami/ mempiutangi.
Contoh
: Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan dan
mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya
kepada
Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.
1 Ilfi Nur Diana. Hadis-hadis Ekonomi (Malang: UIN Maliki Press,
2008). hlm. 129
2 Ilfi Nur Diana. Hadis-hadis Ekonomi (Malang: UIN Maliki Press,
2008). hlm. 133
b) Riba Jahiliyah, yaitu hutang dibayar lebih
dari pokoknya karena si peminjam tidak dapat membayar pada waktu yang
ditentukan.3
Contoh: Susanto meminjam uang
sebesar Rp.5.000.000,00 kepada Adi dan harus dikembalikan pada waktu 2 minggu,
karena Susanto tidak memiliki uang dalam 2 minggu tersebut akhirnya ia tidak
bisa mengembalikannya kepada Adi. Nah, akhirnya hutang Susanto naik 2 kali
lipat dari sebelumnya, dimana Susanto seharusnya mengembalikan uang kepada Adi
sebesar Rp.5.000.000,00 akan tetapi Susanto harus mengembalikan uang sebesar
Rp.10.000.000,00.
c) Riba Fadl, yaitu pertukaran antara
barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda.4
Contoh: tukar
menukar emas dengan emas, perak dengan perak, beras
dengan beras dan sebagainya.
d) Riba Nasi’ah, yaitu penangguhan atau
penerimaan jenis barang ribawiyang dipertukarkan
dengan jenis barang ribawi lainnya.
Riba ini muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara yang
diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.5
Contoh
: Aminah meminjam cincin 10 Gram pada Ramlan. Oleh Ramlan disyaratkan
membayarnya tahun depan dengan cincin emas sebesar 12 gram, dan apa bila
terlambat 1 tahun, maka tambah 2 gram lagi, menjadi 14 gram dan seterusnya.
Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.
3.
Hukum Riba
Secara garis besar, pandangan
tentang hukum riba ada dua kelompok, yaitu:
a. Kelompok pertama: mengharamkan
riba yang berlipat ganda, karena yang diharamkan al-qur’an adalah riba yang
berlipat ganda saja, yakni riba nasi’ah, terbukti juga dengan hadis tidak ada riba kecuali nasi’ah. Karenannya, selain
riba nasi’ah maka diperbolehkan.
b. Kelompok kedua: mengharamkan
riba, baik yang besar maupun kecil. Riba dilarang dalam islam, baik besar
maupun kecil, berlipat ganda atau tidak. Riba yang berlipat ganda haram
hukumnya karena zatnya, sedang riba kecil tetap haram karena untuk menutupi
pintu ke riba yang lebih besar.6
6 Ilfi Nur Diana. Hadis-hadis Ekonomi (Malang:
UIN Maliki Press, 2008). hlm. 136
1. Larangan-Larangan
Riba dalam Al Qur’an
Adapun dalil yang terkait
dengan perbuatan riba, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Di antara ayat
tentang riba adalah sebagai berikut:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟
ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًۭا مُّضَٰعَفَةًۭ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
Artinya: ”Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu
kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Ali Imran : 130)
ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ ٱلرِّبَوٰا۟ لَا يَقُومُونَ
إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيْطَٰنُ مِنَ ٱلْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ
بِأَنَّهُمْ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْبَيْعُ مِثْلُ ٱلرِّبَوٰا۟ ۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ
ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوْعِظَةٌۭ مِّن رَّبِّهِۦ
فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ
فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ
Artinya: ”Orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu
terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya
dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang
yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al-Baqarah : 275)
يَمْحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَيُرْبِى ٱلصَّدَقَٰتِ ۗ
وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
Artinya: ”Allah memusnahkan riba
dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam
kekafiran, dan selalu berbuat dosa”. (QS Al-Baqarah : 276)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ
وَذَرُوا۟ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Artinya: ”Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS Al-Baqarah : 278)
فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا۟ فَأْذَنُوا۟ بِحَرْبٍۢ مِّنَ
ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۖ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَٰلِكُمْ لَا
تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
Artinya: ”Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba),
maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”.
(QS Al-Baqarah : 279)
وَمَآ ءَاتَيْتُم مِّن رِّبًۭا لِّيَرْبُوَا۟ فِىٓ
أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ فَلَا يَرْبُوا۟ عِندَ ٱللَّهِ ۖ وَمَآ ءَاتَيْتُم مِّن
زَكَوٰةٍۢ تُرِيدُونَ وَجْهَ ٱللَّهِ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُضْعِفُونَ
Artinya: ”Dan sesuatu riba (tambahan)
yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak
menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah
orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (QS. Rum : 39)
Dan di antara hadits yang terkait
dengan riba adalah :
عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : لَعَنَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : آكِلَ الرِّبَا ،
وَمُوكِلَهُ ، وَكَاتِبَهُ ، وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ : هُمْ سَوَاءٌ
Dari Jabir r.a Rasulullah SAW
telah melaknat (mengutuk) orang yang makan riba, wakilnya, penulisnya dan dua
saksinya. HR. Muslim.
2. Dampak dan Hikmah Pelarangan Riba
Riba dapat berdampak buruk
terhadap:
1. Pribadi seseorang
2. Kehidupan masyarakat
3. Ekonomi
Riba (bunga) menahan pertumbuhan ekonomi dan
membahayakan kemakmuran nasional serta kesejahteraan individual dengan cara
menyebabkan banyak terjadinya distrosi di dalam perekonomian nasional seperti
inflasi, pengangguran, distribusi kekayaan yang tidak merata, dan resersi.·
Bunga menyebabkan timbulnya kejahatan ekonomi. Ia
mendorong orang melakukan penimbunan (hoarding) uang, sehingga memengaruhi
peredaranya diantara sebagian besar anggota masyarakat. Ia juga menyebabkan
timbulnya monopoli, kertel serta konsentrasi kekayaan di tangan sedikit orang.
Dengan demikian, distribusi kekayaan di dalam masyarakat menjadi tidak merata
dan celah antara si miskin dengan si kaya pun melebar. Masyarakat pun dengan
tajam terbagi menjadi dua kelompok kaya dan miskin yang pertentangankepentingan
mereka memengaruhi kedamaian dan harmoni di dalam masyarakat. Lebih lagi karna
bunga pula maka distorsi ekonomi seperti resesi, depresi, inflasi dan
pengangguran terjadi.
Investasi modal terhalang dari perusahaan-perusahaan
yang tidak mampu menghasilkan laba yang sama atau lebih tinggi dari suku bunga
yang sedang berjalan, sekalipun proyek yang ditangani oleh perusahaan itu amat
penting bagi negara dan bangsa. Semua aliran sumber-sumber finansial di dalam
negara berbelok ke arah perusahaan-perusahaan yang memiliki prospek laba yang
sama atau lebih tinggi dari suku bunga yang sedang berjalan, sekaliun
perusahaan tersebut tidak atau sedikit saja memiliki nilai sosial.·
Riba (bunga) yang dipungut pada utang internasional
akan menjadi lebih buruk lagi karena memperparah DSR (debt-service ratio)
negara-negara debitur. Riba (bunga) itu tidak hanya menghalangi pembangunan
ekonomi negara-negara miskin, melainkan juga menimbulkan transfer sumber daya
dari negara miskin ke negara kaya. Lebih dari itu, ia juga memengaruhi hubungan
antara negara miskin dan kaya sehingga membahayakan keamanan dan perdamaian
internasional.
Akibat-akibat buruk yang di
jelaskan para ekonom muslin dan non-muslim, di antaraya:
a. Riba merusak sumber daya
manusia
b. Riba merupakan penyebab utama
terjadinya Inflasi
c. Riba menghambat lajunya
pertumbuhan ekonomi
d. Riba menciptakan kesenjangan
social
e. Riba Faktor utama terjadinya
krisis Ekonomi Global
3. Cara
Menghindari Riba dalam Ekonomi Islam
Pandangan tentang riba dalam era kemajuan zaman kini
juga mendorong maraknya perbankan Syariah dimana konsep keuntungan bagi
penabung di dapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank
konvensional pada umumnya. Karena, menurut sebagian pendapat bunga bank
termasuk riba. Hal yang sangat mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu
termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal jadi ketika nasabah sudah
menginventasikan uangnya pada bank dengan tingkat suku bunga tertentu, maka
akan dapat diketahui hasilnya dengan pasti. Berbeda dengan prinsip bagi hasil
yang hanya memberikan nisbah bagi hasil untuk deposannya.
Hal diatas membuktikan bahwa praktek pembungaan uang
dalam berbagai bentuk transaksi saat ini telah memenuhi kriteria riba yang
terjadi pada zaman Rasulullah saw yakni riba nasi’at. Sehingga praktek
pembungaan uang adalah haram. Sebagai pengganti bunga bank, Bank Islam
menggunakan berbagai cara yang bersih dari unsur riba antara lain:
a. Wadiah
atau titipan uang, barang dan surat berharga atau deposito.
b. Mudarabah
adalah kerja sama antara pemlik modal dengan pelaksanaan atas dasar perjanjian
profit and loss sharing
c. Syirkah
(perseroan) adalah diamana pihak Bank dan pihak pengusaha sama-sama mempunyai
andil (saham) pada usaha patungan (jom ventura)
d. Murabahan
adalah jual beli barang dengan tambahan harga ataaan.u cost plus atas dasar
harga pembelian yang pertama secara jujur.
e. Qard
hasan (pinjaman yag baik atau benevolent loan), memberikan pinjaman tanpa bunga
kepada para nasabah yang baik sebagai salah satu bentuk pelayanan dan
penghargaan.
f. Menerapkan
prinsip bagi hasil, hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya, maka yang
dibagi adalah keuntungan dari yang di dapat kemudian dibagi sesuai dengan
nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Misalnya, nisbahnya dalah 60% :
40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang di dapat oleh pihak
bank.
g. Selain
cara-cara yang telah diterapkan pada Bank Syariah, riba juga dapat dihindari
dengan cara berpuasa. Mengapa demikian? Karena seseorang yang berpuasa secara
benar pasti terpanggil untuk hijrah dari sistem ekonomi yang penuh dengan riba
ke sistem ekonomi syariah yang penuh ridho Allah. Puasa bertujuan untuk
mewujudkan manusia yang bertaqwa kepada Allah swt dimana mereka yang bertaqwa
bukan hanya mereka yang rajin shalat, zakat, atau haji, tapi juga mereka yang
meninggalkan larangan Allah swt.
Puasa bukan saja membina dan mendidik kita agar
semakin taat beribadah, namun juga agar aklhak kita semakin baik. Seperti dalam
muamalah akhlak dalam muamalah mengajarkan agar kita dalam kegiatan bisnis
menghindari judi, penipuan, dan riba. Sangat aneh bila ada orang yang berpuasa
dengan taat dan bersungguh-sungguh namun masih mempraktekan riba. Sebagai orang
yang beriman yang telah melaksanakan puasa, tentunya orang itu akan meyakini
dengan sesungguhnya bahwa Islam adalah agama yang mengatur segala aspek
kehidupan (komprehensif) manusia, termasuk masalah perekonomian. Umat Islam
harus masuk ke dalam Islam ssecara utuh dan menyeluruh dan tidak
sepotong-potong. Inilah yang dititahkan Allah pada surah al-Baaqarah : 208, “
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (utuh
dan totalitas) dan jangan kamu ikuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya
syetan itu adalah musuh nyata bagimu”.
Ayat ini mewajibkan orang beriman untuk
masuk ke dalam Islam secara totalitas baik dalam ibadah maupun ekonomi,
politik, social, budanya, dan sebgainya. Pada masalah ekonomi, masih banyak
kaum muslim yang melanggar prinsip islam yaitu ajaran ekonomi Islam. Ekonomi
Islam didasarkan pada prinsip sayariah yang digali dari Al-Qur’an dan sunnah.
Dalam kitab fiqih pun sangat banyak ditemukan ajaran-ajaran mu’amalah Islam.
Antara lain mudharabah, murabahah, wadi’ah, dan sebagainya.
4. Hikmah
di balik larangan riba:
Diantara hikmah dari adanya
larangan riba yaitu:
1. Allah
SWT tidak mengharamkan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia, tetapi
hanya mengharamkan apa yang sekiranya dapat membawa kerusakan baik individu
maupun masyarakat.
2. Cara
riba merupakan jalan usaha yang tidak sehat, karena keuntungan yang di peroleh
si pemilik dana bukan merupakan hasil pekerjaan atau jerih payahnya.
Keuntungannya diperoleh dengan cara memeras tenaga orang lain yang pada
dasarnya lebih lemah dari padanya.
3. Riba
dapat menyebabkan krisis akhlak dan rohani. Orang yang meribakan uang atau
barang akan kehilangan rasa sosialnya, egois.
4. Riba
dapat menimbulkan kemalasan bekerja, hidup dari mengambil harta orang lain yang
lemah. Cukup duduk di atas meja, orang lain yang memeras keringatnya.
5. Riba
dapat mengakibatkan kehancuran, banyak orang-orang yang kehilangan harta benda
dan akhirnya menjadi fakir miskin.
2.4 Ekonomi
Islam Dan Pemerataan Kesejahteraan
Menurut An Nabhani dalam bukunya An-Nizam Al-Iqtishadi
Fi Al-Islami, sistemekonomi
Islam ditegakkan di atas tiga asas utama, pertama, konsep
kepemilikan (al-milkiyah) ; Kedua, pemanfaatan kepemilikan (al tasharuf
fil al-milkiyah) ; Ketiga, distribusi kekayaan di antara masyarakat
(tauzi’u altsarwah bayna al-naas).
1. Konsep
Kepemilikan (al-Milkiyah)
Islam
memiliki pandangan yang khas tentang harta. Bahwa harta pada hakikatnyaadalah
milik Allah (Qs. 24: 33). Harta yang dimiliki manusia, sesungguhnyamerupakan
pemberian dari Allah (Qs. 57: 7). Kata rizq artinya pemberian (a’tha).
Atas dasar ini, kepemilikan atas suatu barang yang artinya ada
proses perpindahan kepemilikan- harus selalu didasarkan pada aturan-aturan
Allah SWT. Seseorang tatkala hendak memiliki sepeda motor, maka cara untuk
mendapatkan kepemilikan sepeda motor, maka cara untuk mendapatkan
kepemilikan sepeda motor tersebut harus didasarkan pada aturan-aturan
Allah SWT, misalnya, dengan membeli, atau diberi hadiah, atau dengan
cara-cara lain yang dibenarkan oleh hukum Islam.
Menurut Dr. Husain Abdullah, kepemilikan (milkiyah)
dibagi menjadi tiga macam, yakni: (1) kepemilikan individu (milkiyah
fardiyah), (2) kepemilikan umum (milkiyah amah)
dan
(3) kepemilikan negara (milkiyah daulah).
a)
Kepemilikan Individu (al-Milkiyah Fardiyah)
Kepemilikan
individu adalah izin Syaari (Allah SWT) kepada individu untuk
memanfaatkan
barang dan jasa. Adapun sebab-sebab pemilikan (asbabu al-tammaluk) individu,
secara umum ada lima macam: 1) Bekerja (al ‘amal), 2) Warisan (al-irts), 3)
Kebutuhan harta untuk mempertahankan hidup, 4) Pemberian Negara (i’thau
al-daulah) dari hartanya untuk kesejahteraan rakyat berupa tanah
pertanian,
barang dan uang modal, dan 5) Harta yang diperoleh individu tanpa
harus
bekerja.
b)
Kepemilikan Umum (al-Milkiyah Amah)
Pemilikan
umum adalah izin dari Syaari’ (Allah SWT) kepada masyarakat secara bersama
untuk memanfaatkan benda. Benda-benda ini tampak pada tiga macam, yaitu:
•
Fasilitas umum, yaitu barang-barang yang mutlak diperlukan manusia dalam kehidupan
sehari-haru seperti air, api (bahan bakar, listrik, gas), padang rumput
(hutan).
•
Barang-barang yang tabiat kepemilikannya menghalangi adanya penguasaan individu
seperti; sungai, danau, jalan, lautan, udara, masjid dan sebagainya.
•
Barang tambang dalam jumlah besar yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, seperti
emas, perak, minyak dan sebagainya.
c)
Kepemilikan Negara (al-Milkiyah Daulah)
Kepemilikan
negara adalah izin dari Syaari’ atas setiap harta yang hak pemanfaatannya
berada di tangan negara. Misalnya harta ghanimah, fa’i, khumus, kharaj, jizyah
1/5 harta rikaz, ushr, harta orang murtad, harta orang yang tidak memiliki ahli
waris, dan tanah milik negara. Milik negara digunakan untuk berbagai keperluan
yang menjadi kewajiban negara seperti menggaji pegawai, keperluan jihad dan
sebagainya.
2.
Pemanfaatan Kepemilikan (al-Tasharuf al-Milkiyah)
Kejelasan
konsep kepemilikan sangat berpengaruh terhadap konsep pemanfaatan harta milik
(tasharuf al-mal), yakni siapa sesungguhnya yang berhak mengelola dan
memanfaatkan harta tersebut Pemanfaatan pemilikan adalah cara -sesuai hukumsyara.
seorang muslim memperlakukan harta miliknya. Pemanfaatan harta dibagi menjadi
dua topik yang sangat penting, yakni: (1) Pengembangan harta (tanmiyatu al-mal),
dan (2) infaq harta (infaqu al-mal).
a)
Pengembangan Harta (Tanmiyatu al-Mal)
Pengembangan
harta adalah upaya-upaya yang berhubungan dengan cara dan sarana yang dapat
menumbuhkan pertambahan harta. Islam hanya mendorong pengembangan harta sebatas
pada sektor riil saja; yakni sektor pertanian, industri dan perdagangan. Islam
tidak mengatur secara teknis tentang budidaya tanaman; atau tentang teknik
rekayasa industri; namun Islam hanya mengatur pada aspek hukum tentang
pengembangan harta. Demikian pula dalam hal perindustrian, Islam juga mengatur
hukum produksi barang, manajemen dan jasa, semisal hukum perjanjian dan
pengupahan. Islam melarang beberapa aktivitas-aktivitas pengembangan harta,
misalnya, riba nashi’ah pada perbankan, dan riba fadhal pada pasar modal.
Menimbun, monopoli, judi, penipuan dalam jual beli, jual beli barang haram dan
sebagainya.
b)
Infaq Harta (Infaqu al-Mal)
Infaq
harta adalah pemanfaatan harta dengan atau tanpa ada kompensasi atau
perolehan
balik. Islam mendorong ummatnya untuk menginfaqkan hartanya untuk kepentingan
umat yang lain terutama pihak yang sangat membutuhkan. Islam tidak hanya
mendorong kaum muslim untuk memanfaatkan hartanya dengan kompensasi atau
perolehan balik yang bersifat materi saja, akan tetapi juga mendorong ummatnya
untuk memperhatikan dan menolong pihak-pihak yang memperhatikan dan menolong
pihak-pihak yang membutuhkan, serta untuk kepentingan ibadah, misalnya zakat,
nafkah anak dan istri, dorongan untuk memberi hadiah, hibah, sedekah pada fakir
miskin dan orang yang memerlukan (terlibat hutang, keperluan pengobatan dan
musibah), infaq untuk jihad fii sabilillah.
3.
Konsep Distribusi Kekayaan (Tauzi al-Tsarwah)
Islam
telah menetapkan sistem distribusi kekayaan diantara manusia dengan cara
sebagai
berikut:
a)
Mekanisme Pasar
Mekanisme
pasar adalah bagian terpenting dari konsep distribusi. Akan tetapi mekanisme
ini akan berjalan dengan alami dan otomatis, jika konsep kepemilikan dan konsep
pemanfaatan harta berjalan sesuai dengan hukum Islam. Sebab, dalam kehidupan
ekonomi modern seperti saat ini, di mana produksi tidak menjadi jaminan
konsumsi, melainkan hanya menjadi jaminan pertukaran saja, maka pengeluaran
seseorang merupakan penghasilan bagi orang lain. Demikian pula sebaliknya.
b)
Bentuk Transfer Dan Subsidi
Untuk
menjamin keseimbangan ekonomi bagi pihak yang tidak mampu bergabung dalam
mekanisme
pasar -karena alasan-alasan tertentu, seperti; cacat, idiot dan sebagainya-maka
Islam menjamin kebutuhan mereka dengan berbagai cara sebagai berikut:
•
Wajibnya muzakki membayar zakat yang diberikan kepada mustahik, khususnya
kalangan
fakir miskin.
•
Setiap warga negara berhak memanfaatkan pemilikan umum. Negara boleh mengolah
dan mendistribusikannya secara cuma-cuma atau dengan harga murah.
•
Pembagian harta negara seperti tanah, barang dan uang sebagai modal kepada yang
memerlukan.
•
Pemberian harta waris kepada ahli waris.
•
Larangan menimbun emas dan perak walaupun dikeluarkan zakatnya.
Islam
mendorong setiap manusia untuk bekerja dan meraih sebanyak-banyaknya materi.
Islam membolehkan tiap manusia mengusahakan harta sebanyak ia mampu, mengembangkan
dan memanfaatkannya sepanjang tidak melanggar ketentuan agama. Islam tidak
melarang umatnya untuk memiliki sebanyak-banyaknya harta. Bahkan ada beberapa
kewajiban Islam yang menuntut dan membutuhkan kemampuan keuangan yang cukup.
Seperti haji, jihad fi sabilillah, serta kewajiban-kewajiban Islam lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Abdul. 2008. Ekonomi Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu
Muhammad. 2007. Ekonomi Syari’ah. Yogyakarta: Graha Ilmu
Nur Diana, Ilfi. 2008. Hadis-hadis Ekonomi. Malang: UIN Maliki Press
Ridwan, Muhtadi. 2011. Geliat Ekonomi Islam. Malang: UIN Maliki Press
Suprayitno, Eko. 2005. Ekonomi Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu
0 Response to "MAKALAH LENGKAP EKONOMI ISLAM"
Post a Comment