Puji
syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmatnya,
sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan dan telah rampung. Makalah
ini berjudul “Hukum Islam”. Dengan tujuan penulisan sebagai sumber bacaan
yang dapat digunakan untuk memperdalam pemahaman dari materi ini.
Selain
itu, penulisan makalah ini tak terlepes pula dengan tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam. Namun penulis cukup menyadari bahwa makalah ini
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran pembaca yang bersifat membangun.
Natuna, 17 Oktober 2018
Penulis.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………….…...……...………
Daftar Isi……………………………………………………………………………….
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………...………….
1.2 Rumusan Masalah………………………………………….…………...………
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………….………...………
1.4 Manfaat Penulisan……………………………………………….……...……….
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hukum Islam
……………………………..………………………………………
2.2 Ruang Lingkup Hukum Islam
…………………………………………………….…….……
2.3 Tujuan Hukum Islam……………………………………………………………………
2.4 Sumber Hukum Islam………………………………………………………………….
2.5 Kontribusi Umat Islam dalam Perumusan
dan Penegakan Hukum di Indonesia …………
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………….…
3.2 Saran………………………………………………………………………………………...
3.3 Daftar Pustaka………………………………………………………………………….....
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum
adalah komponen yang sangat erat hubungannya dengan masyarakat, dan pada
dasarnya hukum itu adalah masyarakat itu sendiri. Setiap tingkah laku
masyarakat selalu di monitor oleh hukum, baik hukum yang tertulis maupun hukum
yang tidak tertulis. Negara Indonesia adalah Negara hukum yang memiliki
penduduk mayoritas beragama islam, secara sengaja maupun tidak sengaja hal
tersebut mempengaruhi terbentuknya suatu aturan hukum yang berlandaskan atas
agama Islam.
Meskipun merupakan bagian integral syari’ah Islam dan memiliki peran
signifikan, kompetensi dasar yang dimiliki hukum Islam.
Tidak banyak dipahami secara benar dan mendalam oleh masyarakat, bahkan oleh kalangan ahli hukum
itu sendiri. Sebagian besar kalangan beranggapan, tidak kurang diantaranya
kalangan muslim, menancapkan kesan kejam,
incompatible dan off to date
dalam suatu konsep hukum Islam.
Ketakutan ini akan semakin jelas adanya apabila mereka membincangkan
hukum pidana Islam, ketentuan pidana potong tangan, rajam, salab dan qisas
telah off to date dan sangat bertentangan/melanggar dengan nilai-nilai
kemanusian.
Sedikit
kita tilik, pada hakikatnya hukum islam sangat adil (terutama hukum pidana) dan
hukumannya pun dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku dan dapat menjadi
pelajaran bagi yang lain. Tetapi untuk pelaksanaan hukuman untuk si
pelaku cukup sulit, semisal pidana potong tangan bagi yang mencuri, eksekusi
tidak bisa dilaksanakan sebelum mendatangkan 4 saksi, 4 saksi harus disumpah
untuk membuktikan kebenarannya. Jadi salah apabila ada orang yang mengatakan
bahwasanya hukum islam itu sangat kejam dan tidak pantas diterapkan karena
tidak manusiawi. Hal ini disebabkan ia belum memahami benar hukum
islam secara menyeluruh. Bila kita memahami benar prinsip hukum islam, kita
akan mengetahui betapa adil dan membawa kemaslahatan bagi seluruh lapisan
masyarakat, karena tidak memandang jabatan atau pangkat sekalipun itu raja
apabila bersalah wajib menerima hukuman sesuai ketentuan yang berlaku.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu hukum islam dan beserta ruang
lingkupnya ?
2. Apa tujuan hukum islam dan apa saja
manfaatnya ?
3. Berasal dari mana sumber-sumber hukum
islam ?
4. Bagaimana dengan hukum islam yang ada di
Indonesia ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan
dari penulisan masalah ini selain untuk memenuhi tugas yang dibebankan oleh
Bambang Royani, SE,Sy selaku dosen pembimbing mata kuliah Agama Islam, dan kami
juga akan memberi gambaran tentang Hukum Islam dan kontribusinya di hukum
nasional bagi pembaca atau masyarakat terkhusus mahasiswa.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Dapat menambah pengetahuan tentang hukum
dalam islam
2. Dapat mengetahui tentang apa saja hukum
dalam islam
3. Dapat mengetahui ruang lingkup hukum islam
4. Dapat membedakan hukum islam dengan yang
lainnya
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hukum Islam
Dalam
masyarakat Indonesia berkembang berbagai macam istilah. Istilah satu dengan
yang lainnya mempunyai persamaaan dan sekaligus perbedaan. Istilah yang
dimaksud adalah syari’at islam, fikih islam dan hukum islam. Dalam bahasa
Indonesia, istilah syari’at islam berarti hukum syari’at atau hukum syara’,
sedangkan istilah fikih islam berarti hukum fikih atau kadang-kadang
hukum islam. Syari’at merupakan landasan fikih, dan fikih merupakan pemahaman
orang yang memenuhi syarat tentang syari’at. Oleh karena itu, seseorang yang
akan memahami hukum islam dengan baik dan benar harus dapat membedakan antara
fikih islam dengan syari’at islam.
Pada
dasarnya, syari’at adalah wahyu Allah yang terdapat pada Al-Qur’an dan Sunnah
(hadits). Syari’at bersifat fundamental, mempunyai ruang lingkup yang lebih
luas dari fikih, berlaku abadi, dan menunjukkan kesatuan dalam islam. Sedangkan
fikih adalah pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang syari’at
sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab fikih. Karena itu sifatnya
instrumental, ruang lingkupnya terbatas, tidak berlaku abadi dapat berubah
dapat berubah dari masa ke masa, dan dapat berbeda antara satu tempat dengan
tempat yang lain. Fikih merupakan elaborasi atau rincian terhadap syari’ah
melalui kegiatan ijtihad (usaha yang sungguh-sungguhyang menggunakan segenap
kemampuan yang ada dilakukan oleh ahli hukum yang memenuhi syarat untuk
mendapatkan suatu kepastian hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya
dalam al-qur’an ataupun hadits
Sifat Hukum Islam
· Rabbaniyyah
Sumber
syariat/hukum dari Allah, artinya musyarri (pembuat syariat) adalah Allah bukan
manusia. Jika manusia pembuat syariat, maka akan terbawah dengan rasa
sabyektif, kelompoisme, dan keinginan-keinginan duniawi.
· Insaniyyah
Hukum
Islam menghargai eksistensi manusia sebagai keturunan Adam pada posisi yang
sama, tidak ada perbedaan dalam strata sosial, hukum, politik, ekonomi,
sosial-kemasyarakatan. Yang membedakan satu dengan yang lain adalah taqwa.
· Syumul
Bahwa
hukum Islam shalih li kulli zaman wa makan dan Hukum Islam meliputi seluruh
aspek hidup manusia, mulai dari manusia tidur s.d bangun lagi, baik sebagai
abdullah/ individu maupun khalifatullah/kolektif
· Wasathiyyah
Hukum
Islam memperhatihan aspek al-tawazun/keseimbangan. Qardawi menyatakan yang
dimaksud dengan keseimbangan yaitu, hukum Islam tidak mengabaikan meletakkan
aspek ruhiyah (spritual) dan maddiyah (materi), fardiyah dan jamaiyah, waqiiyah
(kontekstual) dan mitsaliyah (idealisme), tsabat (tetap) dan taghayyur
(perubahan).
· Waqiiyyah
Bahwa
hukum Islam tidak mengabaikan konteks sebagai sebuah sunnatullah sepanjang
tidak bertentangan/melanggar dengan jiwa dan ruh syariat Allah. Contoh, pada
dasarnya sholat harus pada waktunya, akan tetapi konteksnya musafir bisa di di
jamak.
· Tatawwur
Hukum
Islam selalu dinamis dan berdialog dengan perkembangan zaman dan teknologi,
akan tetapi hukum Islam selalau konsisten pada nilai-nilai syariat.
· Tsabat
Hukum
Islam konsisten dalam menjaga nilai-nilai Ilahiyah dalam kondisi dan suasana
yang musykil sekalipun.
· Wadhu
Mashadir
(sumber hukumnya jelas) Karena sumber hukumnya jelas, maka falsafah nadzariyah
( kajian teoritis/ushul/qaidah fiqhiyah jelas) dan falsafah tasyri (kerangkah
operasuonalnya jelas). Tujuannya jelas yaitu, pengabdian hanya kepada Allah
semata, menciptakan tatanan min al-zdulamat ilaa al-nuur dalam berbagai bidang,
salaman fi al-dunya wa-alakhirat.
2.2 Ruang Lingkup Hukum Islam
Hukum
islam baik dalam pengertian syari’at atau fikih dapat dibagi menjadi 2 bagian,
yaitu :
1. Badah
Badah
adalah aktifitas seorang mukmin yang bersifat vertikal (hablu min Allah) secara
ritual yang tata cara dan pelaksanaannya telah diatur dengan rinci
oleh Allah dan Rasulnya (dalam Hadits), yaitu shalat, zakat dan
haji. Sifatnya tetap, tidak dapat dirubah atau dirombak secara asasi
mengenai hukum, susunan, cara, dan tata ibadah itu sendiri, yang mungkin
berubah hanyalah sarana penunjang dan alat-alat modern dalam pelaksanaannya.
2. Mu’amalah
Mu’amalah
adalah ketetapan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan lainnya yang
terbatas pada aturan-aturan pokok, dan tidak seluruhnya diatur secara rinci
sebagai ibadah. Oleh karena itu sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui
ijtihad manusia yang memenuhi syarat untuk melakukan usaha itu
Hukum
islam tidak membedakan dengan tajam antara hukum perdata dengan hukum publik
seperti halnya dalam hukum barat. Karena menurut hukum islam pada hukum perdata
ada segi-segi publik, dan pada hukum publik ada segi-segi perdatanya
Sistematika hukum Islam seperti dibawah
ini :
· Al-ahkam al- syahshiyah (hukum
perorangan/keluarga) Hukum ini mencakup masalah perkawinan, waris. Yang
berkaitan dengan hukum ini berjumlah 70 ayat
· Al-ahkum al- madaniyah (hukum perdata).
Hukum ini berkaitan dengan transaksi jual beli, perburuhan, utang-piutang,
jaminan, gadai. Ayat yang berkaitan dengan masalah ini berjumlah 70 ayat
· Al-ahkam al-jinayah (hukum pidana) Hukum
ini berkaitan dengan pelanggaran dan kejahatan. Ayat yang berkaitan berjumlah
30 ayat
· Al-ahkam al-murafa’ah (hukum tata acara),
hukum ini berkaitan dengan peradilan, persaksian, pembuktian sumpah, Ayat yang
berkenaan berjumlah 13 ayat
· Al-ahkam al-dusturiyah (hukum tata negara)
Hukum ini berkaitan dengan sistem pemerintahan dan prinsip-prinsip
pengaturannya. Ayat yang berhubungan berjumlah 10 ayat
· Al-ahkam al-dauliyah (hukum internasional)
Hukum ini berkenaan dengan hubungan antar negara, kerja sama dan perdamaian.
Ayat yang berkaitan berjumlah 25 ayat
· Al-ahkam al-iqtashadiyah wal amaliyah
(hukum perekonomian dan keuangan) Hukum ini berkenaan dengan pendapatan negara,
baitul maal, dan pendistribusiannya pada masyarakat. Ayat yang berhubungan
berjumlah 10 ayat.
Apabila
bidang-bidang hukum islam tersebut disusun menurut sistematika hukum barat yang
membedakan hukum publik dan hukum perdata, susunan mu’amalah dalam arti luas
seperti dibawah ini :
· Munakahat, ialah hukum yang mengatur
segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian serta
akibat-akibatnya
· Waratsah(Faroid), mengatur segala masalah
yang berhubungan pewaris, ahli waris, dan harta peninggalan, serta pembagian
warisan
· Mu’amalat dalam arti khusus ialah hukum
yang mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, jual beli, sewa
menyewa, pinjam meminjam, perseroan
· Jinayat, mengatur perbuatan-perbuatan yang
diancam dengan hukuman baik dalam jarimah hudud, qishos, ataupun ta’zir
· Al-ahkam as-sultaniyah, mengatur mengenai
kepala negara, pemerintahan, baik pemerintahan pusat maupun daerah,
pajak.
· Syiar, mengatur urusan perang dan damai,
tata hubungan dengan pemeluk agama dan negara lain
· Muhashanat, menganut tentang perdilan,
kehakiman dan hukum acara
2.3 Tujuan Hukum Islam
Secara
umum, para pakar hukum Islam, merumuskan bahwa tujuan hukum Islam adalah
kebahagiaan hidup manusia dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan
mencegah atau menolak segala yang mudarat --dan yang membawa pada mudarat--.
Dengan kata lain, tujuan hukum dalam Islam adalah untuk memberikan
kemasalahatan hidup bagi manusia, baik rohani maupun jasmani, individu dan
sosial. Kemaslahatan itu tidak hanya untuk kehidupan di dunia saja, tetapi juga
untuk kehidupan di akhirat kelak. Muhammad Abû Zahrah dalam kaitan ini
menegaskan bahwa tujuan hakiki hukum Islam adalah kemaslahatan. Tak satupun
hukum yang disyariatkan dalam al-Qur`an maupun sunnah kecuali di dalamnya
terdapat kemaslahatan.
Berikut 5 tujuan hukum islam :
1. Pemeliharaan Agama
Hal
tersebut merupakan tujuan utama dalam hukum Islam sebab agama merupakan pedoman
hidup manusia yang memiliki komponen akidah, sariah dan akhlak maka hukum Islam
wajib melindungi agama yang dianut seseorang dan menjamin kemerdekan seseorang
untuk beribadah menurut keyakinan agamanya. Hal ini disebutkan dalam Q.S.
Al-Baqarah : 256
2. Pemeliharaan Jiwa
Hukum
islam wajib memlihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya
dan hukum islam melarang pembunuhan (surat 17 ayat 33)
3. Pemeliharaan Akal
Dengan
mempergunakan akalnya menusia dapat berpikir tentang Allah, alam semesta dan
dirinya sehingga manusia dapat mengembangkan IPTEK, oleh sebab itu hukum islam
melarang meminum minuman yang memabukan atau Khamar (Q.S : 5 ayat 90) dan
menghukum setiap perbuatan yang merusak akal manusia.
4. Pemeliharaan Keturunan
Agar
kemurnian darah dapat dijaga dan kelangsungan keturunan dapat diteruskan maka
pemeliharaan keturunan wajib dilaksanakan dan hal tersebut tercermin dalam
hubungan darah menjadi syarat untuk dapat saling mewarisi (Q.S : 4 ayat 11)
5. Pemeliharaan Harta
Harta
merupakan pemberian Tuhan kepada manusia dengan tujuan agar dapat
mempertahankan hidup dan kelangsungan hidupnya, oleh karena itu hukum islam
melindungi manusia untuk mempertahankan harta, yaitu meliputi : melindungi
kepentingan harta seseorang masyarakat dan negara dari penipuan (QS 4:29),
penggelapan (QS.4:58), perampaan (QS.5:33), pencurian (QS.5:38), peralihan
harat seseorang setelah meninggal dunia (waris), peralihan harta sebelum
meninggal dunia (wakaf atau hibah), kejahatan-kejahatan harta orang lain baik
perdata maupun pidana. Jadi hukum islam ditetapkan Allah untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia itu sendiri, baik bersifat primer, sekunder, maupun
tersier (dloruri, haaji, tahsini).
Sumber
hukum islam adalah asal (tempat pengambilan) hukum Islam. Sumber hukum islam
disebut juga dengan istilah dalil hukum islam atau pokok hukum islam atau dasar
hukum islam. Dilihat dari sumbernya-sumber hukumnya, sumber hukum islam
merupakan suatu konsepsi hukum islam yang berorientasi kepada agama dengan dasar
doktrin keyakinan dalam membentuk kesadaran hukum manusia untuk melaksanakan
syari’at, sumber hukumnya merupakan satu kesatuan yang berasal dari hanya
firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad.
2.4 Sumber Hukum Islam
Al
Quran berasal dari kata Qara’a yang artinya membaca, membaca dengan bersuara.
Seingga makna Al Qur’an berarti buku yang dibaca atau buku yang mestinya dibaca
atau bila dihubungkan dengan kepercayaan Islam berarti buku yang selamanya akan
tetap dibaca.
Menurut
istilah Qur’an berarti kumpulan wahyu Allah yang diterima oleh Nabi Muhammad
SAW selama menjalankan kenabiannya memalui malaikat Jibril untuk disebarluaskan
kepada umat manusia. Adapun wahyu yang pertaman turun ialah Surat Al Alaq, dan
sebagai ayat terakhir ialah Surat Al Maidah ayat ke 3.
Menurut
Prof. Mahmud Shaltout bahwa Al-Quran adalah sumber hukum bukanlah kitab hukum
atau lebih tepatnya bukan kitab undang-undang dalam pengertian biasa. Sebagai
sumber hukum ayat-ayat Al-Quran tidaklah menentukan syariat sampai pada bagian
kecil yang mengatur muamalat usaha manusia:
Dasar-dasar pembinaan Hukum Islam menurut
Qur’an:
Berlandaskan 3 hal, yaitu:
a. Memberikan keringanan
Dinyatakan
dalam firman Allah: “Tuhan tidak memberati manusia melainkan sekedar
kemampuannya”.
Jika kita perhatikan maka pemberian
keringanan tersebut ternyata memiliki beberapa bentuk:
1. Penghapusan sama sekali
2. Pengurangan
3. Penundaan waktu pelaksanaan
4. Penggantian dengan kewajiban yang lain.
b. Berangsur-angsur
Mengingat
adanya faktor-faktor kebiasaan yang telah mendarah daging pada masyarakat serta
tidak senangnya manusia untuk menghadapi perpindahan kebiasaan yang berlaku
bagi mereka kepada aturan-aturan baru yang masih asing baginya dengan mendadak,
maka peraturan di dalam Al-Qur’an tidak diturunkan/diundangkan sekaligus tetapi
sedikit demi sedikit menurut peristiwa yang menghendaki adanya peraturan
tersebut.
Sifat berangsur-angsur itu melalui
beberapa proses:
1. Membiarkan apa yang ada sebab untuk
semetara waktu masih dipandang perlu, kemudian setelah dirasa banyak kerugian
baru dilarang.
Contoh:
pengangkatan anak kaitannya dengan warisan.
2. Mengutarakan secara global.
Kemudian
dijelaskan secara terperinci.
Contoh: mengenai dikemukakannya dasar
untuk berperang, kemudian diatur pula mengenai pembagian harta rampasan perang.
3. Setingkat demi setingkat.
Misalnya
: larangan meminum minuman keras.
c. Memelihara kemaslahatan
Tidak
terdapat perbedaan pendapat dari semua ahli hukum islam bahwa syariat islam itu
berdiri di atas ketentuan dan tujuan untuk memelihara kemaslahatan manusia dan
memperbaiki tingkah laku serta kepentingan mereka di dunia dan akherat. Oleh
karena itu tidak mengherankan kalau sewaktu-waktu didatangkan aturan hukum dan
dilain waktu diadakan perubahan-perubahan karena keadaan menghendaki demikian.
Misalnya:
pada zaman rasul talag tiga yang diucapkan sekaligus dahulu dianggap sebagai
talaq satu, tetapi pada jaman Umar talaq tiga yang diucapkan sekaligus sebagai
talaq tiga juga sesuai dengan ucapannya. Ini dimaksudkan agar laki-laki tidak
dengan mudah, tergesa-gesa mengucapkan talaq tanpa memikirkan akibatnya.
Ciri-ciri khas pembentukan hukum dalam
Al-Qur’an antara lain sebagai berikut:
· Ayat-ayat al-Qur’an lebih cenderung untuk
memberi patokan-patokan umum daripada memasuki persoalan sampi detailnya
· Ayat-ayat menunjukkan adanya (beban)
kewajiban bagi manusia tidak perbah bersifat memberatkan.
· Sebagai patokan ditetapkan kaidah
· Dugaan atau sangkaan tidak boleh dijadikan
dasar penetapan hukum
· Ayat-ayat yang berhubungan dengan
penetapan hukum tidak pernah meninggalkan masyarakat sebagai bahan pertimbangan
· Penerapan hukum khususnya hukum pidana dan
yang bersifat perubahan hukum tidak mempunyai daya surut.
· Hadist atau Sunnah
Hadist
menurut logat berarti: kabar, berita atau hal yang diberikan turun-temurun.
Hadist menurut istilah dalam agama berarti: berita turun-temurun tentang
perkataan, perbuatan Nabi atau kebiasaan nabi ataupun hal-hal yang diketahuinya
terjadi diantara sahabat tetapi dibiarkannya. Sunnah menurut logat berarti
jalan atau tabiat atau kebiasaan. Sunnah menurut istilah ialah jalan yang
ditempuh atau kebiasaan yang dipakai atau diperintahkan oleh Nabi.
Sunnah ada tiga macam:
1. Sunnah Qauliah
Ialah berupa perkataan Nabi mengenai
suruhan, larangan atau mengenai sesuatu keputusan.
2. Sunnah Fi’liah
Ialah mengenai perbuatan, sikap atau
tindakan Nabi.
3. Sunnah Taqririyah
Ialah perkataan atau perbuatan salah
seorang sahabat di hadapan Nabi atau diketahui oleh Nabi tetapi dibiarkan.
Perlu
ditegas an pula bahwa ada ucapan-ucapan Nabi yang bukan merupakan sunnah dan
juga bukan merupakan bagian dari Qur’an yang disebut hadist Qudsi. Hadist Qudsi
merupakan hadist suci yang isinya berasal dari Tuhan, disampaikan dengan
kata-kata Nabi sendiri. Hadist ini merupakan dasar kehidupan spiritual Islam.
Kedudukan hadist dalam pembinaan hukum:
Mentafsirkan
ayat-ayat Qur’an dan menerangkan makna/artinya Contoh Surat Al Anam ayat
82:”orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri mereka dengan kedholiman…”.
Arti kedholiman disini ialah sifat sirik.
Menjelaskan dan memberikan keterangan pada
ayat-ayat yang MUJMAL atau yang belum terang. Contoh Surat Al Kausar ayat 2:
“Maka dirikanlah sembahyang sholat karena Tuhannmu…”
Mentachshiskan
atau mengkhususkan ayat-ayat bersifat umum. Misalnya ayat mengenai warisan. Hal
ini kemudian dijelaskan dalam hadist bahwa warisan itu hanyalah dijalankan
dengan syarat persesuaian agama, tidak terjadi pembunuhan dan perbudakan.
Mentaqyidkan atau memberi pembatasan bagi
ayat-ayat yang mutlak. Misalnya ayat mengenai pemotongan tangan bagi pencuri
laki-laki dan perempuan. Kemudian nabi memberikan nisab atau minimal pencurian
dan syarat-syarat pemotongan.
Menerangkan makna yang dimaksud dari
suatu nas yang muktamil (menurut lahirnya boleh ditafsirkan dengan berbagai
tafsiran)
Sunnah/hadist membuat berbagai macam hukum
baru yang tidak disinggung Al-Qur’an.
Ro’yu
Adalah
akal pikiran yang memenuhi syarat untuk berusaha, berpikir dengan seluruh kemampuan
yang ada padanya memahami kaidah-kaidah hukum yang fundamental yang terdapat
dalam Al-Qur’an maupun dalam Hadist dan merumuskan menjadi garis-garis hukum
yang dapat dilaksanakan pada kasus tertentu.
Yang berupa:
1. Qiyas
Adalah
menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya di dalam al-Qur’an
dan Sunnah dengan hal (lain) yang hukumnya disebut dalam Qur’an dan Sunnah
karena persamaan illat (penyebabnya).
Pendapat
lain mengatakan bahwa qiyas ialah menetapkan suatu hukum dari masalah baru yang
belum pernah disebutkan hukumnya dengan memperhatikan masalah lama yang sudah
ada hukumnya yang mempunyai kesamaan pada segi alasan dari masalah baru
tersebut. Dalam ilmu hukum qiyas disebut dengan analogi.
Contoh : larangan meminum khamar dengan
menetapkan bahwa semua minuman keras, apapun namanya, dilarang diminum dan
diperjualbelikan untuk umum.
2. Ijma’
Adalah
persetujuan atau kesesuaian pendapat antara para ahli mengenai suatu masalah
pada suatu tempat di suatu masa. Pendapat lain mengatakan bahwa idjma ialah
kebulatan pendapat para ulama besar pada suatu masa dalam merumuskan suatu yang
baru sebagai hukum islam. Konsesus Idjma ada dua yaitu:
Idjma
qauli kalau konsesus para ulama itu dilakukan secara aktif dengan lisan
terhadap pendapat seseorang ulama atau sejumlah ulama tentang perumusan hukum
baru yang telah diketahui umum.
Idjma sukuti kalau konsensus terhadap
hukum baru dilakukan secara diam (tidak memberi tanggapan).
Contoh: di Indonesia ijmak mengenai
kebolehan beriteri lebih dari seorang berdasarkan ayat Qu’an Surat An-Nisa.
3. Marsalih Al Mursalah
Adalah
cara menentukan hukum sesuatu hal yang tidak terdapat ketetuannya baik dalam
Qu’an maupun Hadist, berdasarkan pertimbangan kemaslahatan masyarakat atau
kepentingan umum. Misalnya pemungutan pajak penghasilan untuk dalam rangka
untuk pemerataan pendapatan dan pemeliharaan fasilitas umum.
4. Istihsan
Cara
menetukan hukum dengan jalan menyimpang dari ketentuan yang ada demi keadilan
dan kepentingan sosial.
Contoh: pencabutan hak milik seseorang
atas tanah untuk pelebaran jalan, pembuatan irigasi dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan sosial.
5. Urf atau adat istiadat
Adat
istiadat ini tentu saja yang berkenaan dengan soal muammalat. Sepanjang adat
istiadat itu tidak bertentang dengan ketentuan dalam Qur’an dan Hadist serta
tidak melanggar asas-asas hukum Islam di bidang muammalat, maka menurut kaidah
hukum islam yang menyatakan “adat dapat dikukuhkan menjadi hukum” (al-‘adatu
muhakkamah).
Dasarnya:
- Dalam Qur’an: “Apa yang dilihat oleh
orang Islam baik, maka baik bagi Allah juga”.
- Dalam Hadist: “…Nabi menyuruh mereka
berbuat baik dan melarang berbuat mungkar”.
Syarat-syarat Urf sebagai sumber Hukum:
· Urf harus berlaku terus menerus atau
kebanyakan berlaku
· Urf yang dijadikan sebagai sumber hukum
bagi suatu tindakan harus terdapat pada waktu diadakannya tindakan tersebut.
· Tidak ada penegasan (nas) yang berlawanan
denga urf
· Pemakaian urf tidak akan mengakibatkan
dikesampingkannya nas yang pasti dari syari’at.
· Hukum Adat baru boleh berlaku kalau
kaidah-kaidahnya tidak ditentukkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, tetapi
tidak bertentangan/melanggar dengan keduanya, sehingga tidak memungkinkan
timbulnya konflik antar sumber-sumber hukum itu.
2.5 Kontribusi Umat Islam dalam Perumusan
dan Penegakan Hukum di Indonesia
Nampak
jelas setelah indonesia merdeka. Sebagai Hukum yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat, hukum islam telah menjadi bagian dan kehidupan bangsa indonesia
yang mayoritas beragama islam.
Kontribusi
umat islam dalam perumusan dan penegakan hukum semakin nampak jelas dengan
diundangkannya beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
hukum islam.
a. Undang-undang Nomor 1 Tahun1974 tentang
Perkawinan.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977
tentang Perwakafan Tanah Milik.
c. Undang-Undang Nomor Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama.
d. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991
tentang Kompilasi Hukum Islam.
e. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat
Penegakan
hukum islam dalam praktik bermasyarakat dan bernegara memang harus melalui
proses, yaitu proses kultural dan dakwah. Apabila Islam telah memasyarakat
(dipahami secara baik), sebagai konsuekuensinya hukum islam harus ditegakkan
melalui perjuangan legalisasi. Didalam negara yang penduduknya mayoritas
muslim, kebebasan mengeluarkan pendapat/berpikir harus ada. Hal ini diperlukan
untuk mengembangkan pemikiran hukum islam yang benar-benar teruji, baik dari
segi pemahaman maupun segi pengembangannya. Dalam ajaran islam ditetapkan bahwa
umat islam mempunyai kewajiban untuk mentaati hukum yang telah ditetapkan
Allah. Persoalannya, bagaimanakah sesuatu yang wajib menurut hukum islam
menjadi wajib pula menurut perundang-undangan. Hal ini jelas memerlukan proses
dan waktu untuk merealisasikannya
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukum
islam adalah hukum yang mengatur segala aspek kehidupan umat muslim,
sumber-sumbernya berasal dari Al-Qur’an, Hadits dan Ro’yu, jelas tidak
diragukan lagi, tujuan pun sangat mulia yakni untuk memberikan kemasalahatan
hidup bagi manusia, baik rohani maupun jasmani, individu dan sosial.
Kemaslahatan itu tidak hanya untuk kehidupan di dunia saja, tetapi juga untuk
kehidupan di akhirat kelak
Hukum
Islam memiliki banyak kontribusi terhadap hukum nasional Indonesia. Hal itu
dapat dilihat, misalnya, dari produk perundangan yang dibuat pemerintah dan
parlemen untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara
3.2 Saran
Hukum
islam adalah hukum yang telah ditetapkan Allah, Allah tau yang terbaik buat
hamba-hambanya, dan tujuan pun sangat mulia yakni untuk memberikan
kemasalahatan hidup bagi manusia, baik rohani maupun jasmani, individu dan
sosial. Kemaslahatan itu tidak hanya untuk kehidupan di dunia saja, tetapi juga
untuk kehidupan di akhirat kelak
Jadi
tidak ada salahnya kita mengadopsi hukum islam kedalam hukum nasional mengingat
penduduk di Indonesia mayoritas adalah muslim, tetapi dengan catatan tidak
menimbulkan perpecahan karena agama di Indonesia tidak hanya islam, seperti
contoh pada jaman Nabi Muhammad, hukum islam ditegakkan meskipun di Arab agama
tidak hanya islam, Nabi tetap melindungi dan memberikan hak-haknya, dan tidak
ada pendiskreditan terhadap pemeluk agama lain. Karena dalam islam tidak ada
pemaksaan untuk memeluk agama islam sesuai firman Allah “bagimu agamamu dan
bagiku agamaku”
DAFTAR PUSTAKA
Buku Pendidikan Agama Islam untuk
Perguruan Tinggi oleh Wahyuddin, Achmad, M.Ilyas, M.Saifulloh, Z.Muhibbin
0 Response to "MAKALAH LENGKAP HUKUM ISLAM"
Post a Comment