WAHDATUN WUJUD
DAN INSAN KAMIL
1. Pengertian Wahdatul Wujud
Wahdatul Wujud
terdiri dari dua kata yaitu wahdat dan wujud, wahdah mempunyai mempunyai
arti tunggal dan wujud ada, dengan demikian wahdatul-wujud berarti kesatuan
wujud. Pada kelanjutannya kata wahdah oleh ulama’ klasik dita’rifkan sebagai
satu kesatuan yang Zatnya tak dapat dibagi oleh sesuatu yang sekecil apapun.
Selain dari dua pengertian diatas kata wahdah oleh para ahli filsafat dan para
sufistik diartikan bahwa kata wahdah sebagai kesatuan antara materi dan roh,
hakekat dan bentuk, lahir dan batin, Allah dan alam. Pengertian yang ketiga
inilah yang digunakan oleh para sufi yang mempunyai paham bahwa manusia
dan alam adalah satu kesatuan wujud.
Sebenarnya
wahdatul wujud mempunyai pemahaman yang sangat kompleks dan sangat sulit untuk
ditangkap., untunglah Syekh Akbar Ibnu Arabi selaku pencetus paham ini
mengilustrasikan wahdatul wujud ( kesatuan jiwa ) dengan sangat jelas tentang
hubungan tuhan dan alam dalam konsep kesatuan wujud. .
وما الوجه إلا واحد غير أنه انت أعددت المرابا
تعددا
“wajah
itu satu tapi jika engkau memperbanyak cermin maka ia pun akan
menjadi banyak, akan tetapi wajahnya tetap satu”.
Tasawwuf ibnu
arabi bukan hanya manusia saja yang menyatu dengan tuhan akan tetapi seluruh
makhluk hidup yang ada di muka bumi ini. Maka dari itu Filsafat ibnu arabi oleh
para ilmuwan disebut Panteisme.
Para pendukung
wahdatul wujud menyebutkan segala macam-macam benda dan makhluk yang ada
di alam ini merupakan manifestasi dari pada Tuhan. Tuhan di sini bukan dalam
arti esensi ( dzat) akan tetapi sifat-sifat-Nya yang indah.
Secara
detailnya dalam hayal ibnu arabi tuhan dan alam seperti halnya hubungan wajah
dan cermin. Wajah ditujukan kepada tuhan dan cermin dimaksudkan kepada seluruh
alam, dimana benda-benda ( bayangan seluruh alam termasuk manusia) yang ada
dalam cermin tersebut merupakan perwujutan dari pada Dzat tuhan yag
disebut sifat tuhan.
Karena tuhanlah
yang mempunyai wujud yang hakiki atau wajibul wujud hanyalah tuhan dan
selain tuhan yang ada dialam alam ini tidak mempunyai wujud, dengan kata
lain yang mempuyai wujud hanyalah tuhan, dan wujud yang dijadikannya( isi
seluruh alam) sebenarnya tidak mempunyai wujud.
Menurut
Prof.Dr. Abudin Nata, bahwa filosofis Wahdatul wujud ialah pada setiap sesuatu
memiiki aspek lahir dan batin termsuk pada tuhan, aspek lahir pada manusia
ialah fisiknya yang tampak, dan batinnya yang berupa roh yang ada pada jiwa
manusia, selnjutnya unsur lahir yang ada pada tuhan ialah sifat-sifat-Nya yang
indah dan unsur batin pada diri tuhan ialah Dzat yang kekal, dengan demikian
wahdatul wujud tidak dikatakan keluar dari islam karena tidak mengganggu pada
Dzat tuhan.
2. Perbandingan kesatuan wujud
Telah banyak
dijumpai para kalangan sufi yang fana’ atau karam di dalam
kema’rifatannya sehingga keluar dengan sendirinya ucapan-ucapan yang aneh
yang dianggap menyimpang dari ajaran syari’at. Seperti :
1. Ma fill
Jubbatti illallah (Tiada dalam jubahku melainkan ALlah).
2. Anal Haq
(Akulah Tuhan yang Benar)
3. Ana Man Ahwa,
Waman Ahwa Ana (Akulah Tuhan yang kucinta, dan Tuhan yang kucinta ialah aku)
Perkataan
tersebut datang dari lotahan mulut sang sufi dalam keadaan yang tidak sadarkan
diri, bukankah perkataan orang yang tidak sadarkan diri lepas dari hukum
taklifi?. Diwaktu itu pulalah terajadi perkataan al-ittihad
(pengucapan-pengucapan yang menimbulkan segera faham orang ramai bahawa Tuhan
dan manusia/makhluk adalah satu jiwa). Sehingga tak sedikit dari kalangan para
sufi yang tidak selamat dari fitnah sebagai mana yang terjadi pada Al-Hallaj
yang difonis mati oleh penguasa islam.
Secara
filosofis dapat kita pahami, bahwa perkataan tersebut memang sering terjadi
terhadap kalangan para sufi, tapi bukan berarti kita mengklaim bahwa orang
itu keluar dari ajaran islam karena wahdatul wujud merupakan ilmu batin
yang sangat sulit dipahami oleh orang yang belum mencapai tingkatannya.
Maka dari itu marilah analisa secara mendetail.
Perkataan yang
terlotah dari mulut sang sufi tersebut dikarenakan kelazatan jizbah(pandangan
hati yang disentak oleh Allah dengan Musyahadah kepadaNya dengan zauq dan
wujdan) yang kuat terdapat dalam masa fana’ itu. Seperti dengan sendirinya ia
mengucapkan ” Akulah Tuhan yang kucinta, dan Tuhan yang kucinta ialah aku”
sebenarnya pengucapan-pengucapan yang seperti itu bukanlah pada hakekatnya ia
mengakui sebagai tuhan akan tetapi menceritakan apa terjadi terhadap diri
tuhan. Seperti ada seseorang membaca al-qur’an yang artinya “Sayalah
Tuhan, tiada Tuhan melainkan saya” apakah seseorang tersebut mengakui
esensinya sebagai tuhan?
Contoh diatas
tadi terjadi pada sang sufi ketika ia dalam keadaan karam dan fana’ dalam
kelezatan kepada tuhan, sebagaimana Syekh siti jenar ketika bersemedi di dalam
gua, ia dipanggil oleh dua orang murid utusan sunan giri tuan syekh
menjawab ” tidak ada siti jenar yang ada hanya allah” dan ketika dua orang
utusan itu kembali lagi untuk menghadap Siti Jenar ia pun menjawab “ jenar
tidak ada yang ada cuman tuhan”. Hal ini menunjukkan Orang yang karam dalam
Wahdatul Wujud atau fana’ maka alam sekelilingnya laksana cermin yang mereka
nampak Tuhan di dalamnya, oleh itu maka alam sekeliling ini laksana Tuhan dalam
pandangan (zauq dan kelazatan) syuhud mereka ,maka terluncurlah dari
mulut mereka pengucapan-pengucapan umpama “alam ini adalah Tuhan” atau “alam
ini Tuhan dan Tuhan itu alam” . maka dari itu bila menjumpai orang-orang yang
demikian pahamilah wahdatul wujud secara filosofis ( radikal, sistematis dan
universal ) jangan cuman menghukumi secara lahiriahnya saja.
Dari keterangan
di atas sangatlah jelas bahwa Wahdatul wujud meskipun nampaknya bertentangan
dengan syari’at, tapi itu adalah sebuah ilmu yg batin yang kebenarannya
bersifat sangat filosofis , yang tidak patut disebar luaskan dan dipelajari
secara ilmiah karena wahdatul wujud hanya dimilki oleh orang-orang yang sudah
diridhoi oleh tuhan sebagai orang-orang pilihan. Karena jika wahdatul wujud ini
disebar luaskan akan mengalami fitnah yang akan menimbulkan pecekcokan dan
pembunuhan seperti apa yang terjadi pada Syekh Siti jennar dan Al-Hallaj. Jika
Wahdatul Wujud memang harus dipelajari paling tidak harus menempuh
tingkatan-tingkatannya yakni syari’at, tarekat, hakikat dan ma’rifat. Yang pada
tingkatan selanjutnya akan terbentuk insan kamil
3. Insan kamil.
Insan Kamil
berasal dari kata al-insan yang berarti manusia dan al-kamil yang berarti
sempurna. Konsepsi filosofis ini pertama kali muncul dari gagasan tokoh sufi
Ibnu Arabi. Oleh Abdul Karim bin Ibrahim al-Jili (1365-1428) sebagai
pengikutnya, gagasan ini dikembangkan menjadi bagian dari renungan mistis yang
bercorak tasawuf filosofis.
Tuhan adalah
maha suci, yang suci tidak bisa didekati kecuali oleh yang suci, dan pensucian
roh ini dapat dilakukan dengan meninggalkan hidup materi dan dengan
mendekatkan diri kepada tuhan sedekat mungkin, dan kalau bisa hendaknya bersatu
dengan tuhan semasih ia masih hidup. Dengan meditasilah sifat
ketuhanan dan kehambaan akan bertemu, Pada Insan Kamil berkumpul pengetahuan
tentang Tuhan dan pengetahuan tentang makhluk Tuhan. Insan Kamil mengenal Tuhan
dalam aspek tanzih dan tasybih,
Insan kamil
juga berarti manusia yang sehat dan terbina potensi rohaniahnya sehingga
dapat dapat berfungsi secara optimal dan dapat berhubungan dengan allah SWT dan
makhluk lainnya menurut akhlak islam.
Al-Jili
merumuskan insan kamil ini dengan merujuk pada diri Nabi Muhammad SAW sebagai
sebuah contoh manusia ideal. Jati diri Muhammad (al-haqiqah al-Muhammad) yang
demikian tidak semata-mata dipahami dalam pengertian Muhammad SAW asebagai
utusan Tuhan, tetapi juga sebagai nur (cahaya/roh) Ilahi yang menjadi pangkal
dan poros kehidupan di jagad raya ini.
Nur Ilahi kemudian dikenal sebagai Nur Muhammad oleh kalangan sufi, disamping terdapat dalam diri Muhammad juga dipancarkan Allah SWT ke dalam diri Nabi Adam AS. Al-Jili dengan karya monumentalnya yang berjudul al-Insan al-Kamil fi Ma’rifah al-Awakir wa al-Awa’il (Manusia Sempurna dalam Konsep Pengetahuan tentang Misteri yang Pertama dan yang Terakhir) Sifat sempurna inilah yang patut ditiru oleh manusia.
Nur Ilahi kemudian dikenal sebagai Nur Muhammad oleh kalangan sufi, disamping terdapat dalam diri Muhammad juga dipancarkan Allah SWT ke dalam diri Nabi Adam AS. Al-Jili dengan karya monumentalnya yang berjudul al-Insan al-Kamil fi Ma’rifah al-Awakir wa al-Awa’il (Manusia Sempurna dalam Konsep Pengetahuan tentang Misteri yang Pertama dan yang Terakhir) Sifat sempurna inilah yang patut ditiru oleh manusia.
Insan kamil
versi Iqbal tidak lain adalah sang mukmin, yang dalam dirinya terdapat
kekuatan, wawasan, perbuatan, dan kebijaksanaan. Sifat-sifat luhur ini dalam
wujudnya yang tertinggi tergambar dalam akhlak Nabi SAW. Insan kamil bagi Iqbal
adalah sang mukmin yang merupakan makhluk moralis, yang dianugerahi kemampuan
rohani dan agamawi. Untuk menumbuhkan kekuatan dalam dirinya, sang mukmin
senantiasa meresapi dan menghayati akhlak Ilahi. Sang mukmin menjadi tuan
terhadap nasibnya sendiri dan secara tahap demi tahap mencapai kesempurnaan.
Iqbal melihat, insan kamil dicapai melalui beberapa proses. Pertama, ketaatan
pada hukum; kedua penguasaan diri sebagai bentuk tertinggi kesadaran diri
tentang pribadi; dan ketiga kekhalifahan Ilahi.
4. Ciri-Ciri Insan Kamil
1. Berfungsi
Akalnya Secara Optimal fungsi akal yang optimal dapat dijumpai pendapat
muktazilah, yang mempunyai pemahaman akal yang optimal ialah akal pikiran yang
dapat mengetahui baik, buruk adil dan jujur, yang harus dilakukan
walaupun tidak dperintahkn oleh wahyu, dan manusia yang memapunyai akal
demikianlah yang dapat mendekati insan kamil.
2. Berfungsi
intuisinya menurut Ibnu Sina intuisi ini adalah jiwa manusia ( rasional soul)
menurutnya jika yang mempengaruhi pada tingkah laku manusia adalah jiwanya maka
ia hampir menyerupai malaikat yang mendekati kesempurnaan.
3. Mampu
menciptakan budaya menurut ibnu Khaldun manusia adalah makhluk berfikir. Sifat
ini adalah tidak dimiliki oleh makhluk yang lain, lewat kesempurnaan
berfikirnyalah mansia tidak hanya mebuat kehidupan bagi dirinya sendiri akan
tetapi menaruh pada berbagai cara guna memperoleh makna kehidupan sehingga
dapat menciptakan peradaban.
4. Menghiasi diri
dengan sifat-sifat ketuhanan manusia mempunyai sifat-sifat ketuhanan yang
berupa fitrah, dengan fitrah inilah manusia dituntut untuk menjadi khalifah
dimuka bumi, dan manusia diberi kebebesan untuk menentukan kehendaknya. Sifat
ketuhanan yang ada pada diri manusia diharapkan dapat mengendalikan sifat-sifat
rendah diri.
5. Berakhlak mulia
didalam islam pendidikan tidak ditekankan pada otak saja melainkan hati
juga menjadi perhatian yng khusus, dengan dididiknya hati manusia diharapkan
mempunyai akhlak yang mulia,. Manusia yang ideal bukan hanya mempunyai
kemampuan otak yang cerdas saja, akan tetapi harus disertai dengan perasaan
yang mendalam dan peka terhadap kondisi
5. Tokoh Wahdatul Wujud Dan Insan Kamil
Faham wahdatul
wujud diajarkan oleh ibnu arabi ia lahir dikota murci spanyol pada tahun 1165M.
tentang latar pendidikannya ialah ia belajar di seville, kemudian ia pergi ke
rusis, disana ia memperdalam ilmu tasawwuf. Tentang pemikirannya seperti apa
yang sudah disebut diatas.
Ibnu al-Farid
dari cairo ( 1181-1235M) yang menimbulkan paham al-haqiqahal-muhammadiyah
( konsep Muhammad) menurut pahamnya al-haqiqah al-muhammadiyah diciptakan
tuhan semenjak azal sesuai dengan bentuk-Nya sendiri. oleh karena itu
seseorang dapat mengetahui tuhan apabila berusaha mencapai abdul karim al-jilli
( wafat 1428 M) yang telah membawa filsafat insan kamill. Manusia sempurna
ialah sama dengan nur Muhammad, yang merupakan cerminan bagi tuhan.
Penutup
A. Kesimpulan
1. Wahdaul wujud
dalam pandangan ulama’ sufi menyatu materi dengan roh, lahir dan batin, makhluk
dan tuhan. Didalam tiatp-tiap sesuatu ada unsur lahir dan batin, unsur lahir
pada manusia terletak pada fisiknya dan batin terletak pada rohnya, unsur lahir
pada tuhan terletak pada sifat-sifat-Nya yang indah dan batin terletak pada
Dzatnya, jadi wahdatul wujud tidak keluar dari islam karena tidak
mengganggu Dzat-Nya tuhan dan juga tidak menyekutukan tuhan.
2. Sering keluar
dari mulut para sang sufi yang diantaranya penganut paham wahdatul wujud
Perkataan tersebut datang dari lotahan mulut sang sufi dalam keadaan yang tidak
sadarkan diri, bukankah perkataan orang yang tidak sadarkan diri lepas dari
hukum taklifi? Karena alam sekitar ini bagi mereka yang karam dalam wahdatul
wujud didalam hatinya yang ada cuman tuhan yang lain tidak ada.
3. Insan
kamil berarti manusia yang sehat dan terbina potensi rohaniahnya sehingga
dapat dapat berfungsi secara optimal dan dapat berhubungan dengan allah SWT dan
makhluk lainnya menurut akhlak islam. Al-Jilli tentang insane kamil merujuk
pada Nur yang ada pada diri Nabi Muhammad SAW
4. Ciri –Ciri
insan kamil ialah Berfungsi Akalnya Secara Optimal, berfungsi intuisinya, mampu
menciptakan budaya ,menghiasi diri dengan sifat-sifat ketuhanan, berakhlak
mulia
5. Tokoh wahdatul
wujud ialah Ibnu Arabi pemikirannya disebut phanteisme dan insane kamil
tokohnya Ibnu al-Farid
6. wahdatul wujud
ialah sesuatu pemahaman kebatinan yang sangat sulit dipelajari dipamahami oleh
kalangan awam sehingga tidak sedikit dari kalangan sufi yang tidak selamat dari
fitnah, maka dari wahdataul wujud tidak pantas disebar luaskan karena ilmu
tersebut merupakan pemikiran yang dimliki oleh orang tertentu yang sudah
diridhoi oleh allah. Didalam islam sudah diatur bagaimana seorang muslim
beridah baik mahdhoh maupun qhoiru mahdoh yakni dengan “ihsan” dan tingakat
kemuliaan seorang muslim diukur dengan ketakwaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata,
Akhlak Tasawwuf, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2009
Mulyadhi karta
Negara, Menyelami Lubuk Tasawwuf, Jakarta, Erlangga, 2006
Mustofa, akhlak
tasawwuf, Bandung, Pustaka Setia, 1997
Rosihan Anwar,
akhlak tasawwuf, Bandung, Pustaka Setia, 2009
http://rokimgd.wordpress.com
0 Response to "MAKALAH WAHDATUN WUJUD DAN INSAN KAMIL"
Post a Comment