CONTOH KASUS PEMBOBOLAN NASABAH



BAB I
PENDAHULUAN

Kasus pembobolan dana nasbah Citibank senilai Rp40 miliar oleh Inong Malinda alias Melinda Dee yang menjabat Relationship Manager Citigold di bank tersebut merupakan salah satu kasus hukum paling banyak menyita perhatian masyarakat di tahun 2011. Selain nilai kejahatannya yang cukup fantastis, kasus ini merembet ke masalah privat karena gaya hidup mewah Melinda bersama suaminya Andhika Gumilang.
   Tengok saja koleksi mobil mewahnya seperti Hummer, Mercedes Benz dan Ferrari yang harganya di atas Rp1 miliar. Latar belakang Andhika yang pernah menjadi artis juga turut menarik perhatian seluruh media infotainment. Dan yang tak kalah menghebohkan adalah operasi pembesaran payudara yang dilakukan Melinda dibahas media dengan meminta tanggapan dokter bedah plastik hingga nyaris menenggelamkan substansi kasusnya. Payudaranya juga menjadi bahan olok-olok di berbagai jejaring sosial.
Selain kasus Malinda Dee ada juga Kasus yang hampir serupa yaitu kasus Bailout Dana Century Isu kasus ini berkembang menjadi isu kasus yang berbau politik, hal ini disebabkan karena dalam pengambilan kebijakan kasus Bank Century melibatkan banyak pejabat Negara, termasuk orang nomor satu di Indonesia, tentu hal ini akan membawa banyak opini negatif dari masyarakat, dan dampak tersebut berpengaruh terhadap stabilitas politik di Indonesia, mengingat bahwa stabilitas politik di suatu negara akan mempengaruhi keadaan perekonomian Negara tersebut.







BAB II
PEMBAHASAN
A.  KASUS BAILOUT DAN BANK CENTURY
Keputusan untuk menetapkan Bank Century sebagai Bank Gagal yang berdampak sistemik adalah suatu kesalahan karena BI dan KSSK tidak memiliki kriteria terukur dalam menetapkan dampak sistemik BC, BI hanya menggukur secara kuantitatif aindikator institusi keuangan saja, kemudian BI mneggunakan indikator psikologi pasar. Dengan memunculkan aspek ini, penentuan terhadap 3 indikator lain berdasarkan MOU dilakukan secara kualitatif. Sehingga status Bank Gagal berdampak sistemik dapat disandang oleh Bank Century
*        Dalam pengggunaan dana FPJP dan PMS, banyak tindakan pelanggaran dan korupsi diantaranya,. Adanya penarikan DPK oleh pihak terkait Bank Century sebesar Rp 938,654 M, adanya unsur penggelapan dana kas Valas sebesar USD 18 Juta dengan masing-masing sebesar 2 M untuk Dewi Tantular dan Robert Tantular
*      Dalam buku “ Membongkar Gurita Cikeas;dibalik Skandal Bank Century” diindikasikan bahwa presiden SBY memiliki keterlibatan cukup erat dengan kasuus Bank Century, walaupun belum bisa dibuktikan secara nyata, akan tetapi SBY memiliki hubungan yang dekat dengan nama-nama orang yang terlibat dengan kasus ini.

B.   ANALISA KASUS BANK CENTURY
Dalam indikasi kasus korupsi ini, kami mengambil sumber dari hasil audit BPK yang diserahkan kepada DPR tanggal 20 November 2009, hasil audit ini memaparkan temuan yang sangat penting yaitu 8 penemuan. Sejak meleburnya 3 bank ke dalam Bank Century dan penggelapan dana bank tersebut. Dalam audit ini BPK menginformasikan bahwa penyelamatan Bank Century adalah keputusan keliru, sehingga dapat disimpulkan bahwa keputusan menggelontorkan dana hingga triliunan rupiah terhadap bank century sangat beresiko untuk diselewengkan.
Berikut ini hasil audit BPK yang mengindikasikan adanya pelanggaran aturan dan beberapa catatan korupsi :
1)   Terkait Merger 3 Bank
2)   Terkait Penyaluran fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP)
3) Terkait pengambilan keputusan KKSK dan Penyaluran Penyertaan Modal Sementara (PMS)
4)      Penyalahgunaan dana FPJP dan PMS
1.      Terkait Merger 3 Bank
Terdapat beberapa Indikasi Pelanggaran yang terjadi pada saat proses merger ini. BI
diduga memberikan kelonggaran terhadap persyaratan merger yaitu dengan:
a)    Aset SSB yang semula dinyatakan macet oleh BI kemudian dianggap lancar untuk memenuhi performa CAR.
b)  Tetap mempertahankan pemegang saham pengendali (PSP) yang tidak lulus fit and proper test.
c)  Komisaris dan Direksi Bank ditunjuk tanpa fit and proper test.
d) Audit KAP atas laporan keuangan Bank Pikko dan Bank CIC dinyatakan disclaimer.

Temuan BPK terkait penggabungan 3 bank ini adalah sebagai berikut:
a)  Akuisi Bank Danpac dan Bank Picco tidak sesuai dengan ketentuan BI.
b)  Surat izin Akuisisi Chinkara atas bank Picco dan Bank Danpac tetap dilakukan meskipun terdapat indikasi praktek perbankan yang tidak sehat dan perbuatan melawan hukum yang melibatkan Chinkara.
c)  BI menghindari penutupan Bank CIC dengan memasukan Bank tersebut di dalam Skema merger.
d) Tidak membatalkan persetujuan akuisisi meskipun tahun 2001-2003 hasil pemeriksaan BI pada ke-3 Bank menemukan indikasi pelanggaran yang signifikan.
e)  Adanya perlakuan Surat-surat Berharga (SSB) yang semula macet menjadi lancer dengan rekomendasi KEP (komite evaluasi perbankan).
Terkait dengan beberapa catatan temuan di atas, dapat dibuat daftar indikasi korupsi sebagai berikut:
2.      Penyaluran Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP)
Sejak bulan Juli 2008, Bank Century (BC) telah mengalami kesulitan likuiditas dan bergantung pada pinjaman uang antar-bank (PUAB). Karena PUAB sulit diperoleh, hingga tanggal 27 Oktober 2008, BC telah melanggar pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) minimal 5% dari dana pihak ketiga (DPK).
BC kemudian menyurat ke Direktorat Pengelolaan Moneter (DPM) dengan tembusan ke
Direktorat Pengawasan Bank (DPBI) untuk mengajukan kepada BI fasilitas repo aset. Surat ini dilayangkan 2 kali, yaitu:
  Tanggal 30 Oktober 2008 sebesar Rp 1 triliun (pengajuan fasilitas repo aset).
  Tanggal 3 November 2008 sebesar Rp 1 triliun (menyampaikan tambahan data aset kredit).
Posisi CAR Bank Century saat mengajukan FPJP (posisi 30 September 2008) sebesar positif 2,35%. Pada saat tersebut berlaku ketentuan BI (PBI) No. 10/26/PBI/2008 bahwa fasilitas FPJP diberikan kepada bank yang memiliki CAR minimal 8%. Dengan demikian Bank Century sebenarnya tidak memenuhi syarat menerima FPJP.
Namun pada tanggal 14 November 2008 BI mengubah PBI tentang persyaratan pemberian FPJP dari semula minimal CAR 8% menjadi CAR positif. Hal ini diduga untuk memuluskan Bank Century menggunakan fasilitas FPJP.
Berdasarkan posisi CAR Bank Century per-30 September (positif 2,35%) BI menyatakan Bank Century memenuhi syarat. Padahal posisi CAR Bank Century per-31 Oktober 2008 justru negatif (-3,53%) dan tidak memenuhi persyaratan bahkan terhadap PBI yang telah dirubah per-14 November 2008. BI kemudian menyetujui pemberian fasilitas FPJP kepada Bank Century per-tanggal 14 November 2008 yaitu sebesar Rp 689,39 miliar, dengan perincian sebagai berikut:
  Tanggal 14 November 2008 dicairkan sebesar Rp 356,81 miliar
  Tanggal 17 November 2008 dicairkan sebesar Rp 145,26 miliar
  Tanggal 18 November 2008 dicairkan sebesar Rp 187,32 miliar

3.      Terkait pengambilan keputusan KSSK
Terhadap surat Gubernur BI No. 10/232/GBI/Rahasia tertanggal 20 November 2008 tentang Penetapan Bank Century sebagai Bank Gagal dan Penetapan Tindak Lanjutnya, Departemen Keuangan dan LPS melakukan rapat konsultasi KSSK pada tanggal 14, 17, 18, 19 dan 20 November 2008. KSSK kemudian mengadakan rapat pada tanggal 21 November 2008. Rapat didahului dengan presentasi dari BI. Pada rapat ini banyak pihak yang tidak setuju dengan argumentasi BI yang menyatakan Bank Century akan berdampak sistemik.
Dalam pengambilan keputusan bahwa Bank Century adalah Bank Gagal yang berdampak sistemik dinilai bahwa BI dan KSSK tidak memiliki kriteria terukur dalam menetapkan dampak sistemik BC, dalam menetapkan status ini dalam MOU disepakati bahwa status ini harus memenuhi 4 kriteria, yaitu aspek institusi keuangan, aspek pasar keuangan, sistem pembayaran dan sektor riil, akan tetapi BI hanya mengukur aspek institusi keuangan saja secara kuantitatif dan hasilnya adalah peran fungsi Bank Century relatif kecil dalam sector-sektor perekonomian, sehingga BI menambahkan saru faktor lagi, yaitu aspek psikologi pasar. Dengan memunculkan aspek ini, penentuan terhadap 3 indikator lain berdasarkan MOU dilakukan secara kualitatif. Dengan berdasarkan aspek ini, BI mengambil kesimpulan; ”bahwa akan terjadi ketidakpastian yang tinggi terutama terhadap psikologi pasar masyarakat yang selanjutnya dapat memicu gangguan/ketidakpastian di pasar keuangan dan system pembayaran”.
Rapat tersebut dihadiri oleh ketua KSSK yaitu menteri keuangan, Gubernur BI selaku anggota KSSK, dan Sekertaris KSSK, rapat tersebut memutuskan bahwa Bank Century adalah Bank Gagal yang berdampak sistemik, dan penanganannya diserahkan pada LPS, akan tetapi kondisi Bank Century makin memburuk selama periode November 2008, sehingga BI mengeluarkan data baru mengenai kebutuhan dana untuk penyertaan modal sementara (PMS) LPS untuk penyelamatan Bank Century.
Dana PMS kemudian membengkak dari Rp 632 miliar menjadi Rp 6,76 triliun. Kemudian dana ini disalurkan dalam 4 tahap, akan tetapi dalam penyaluran dana ini dan munculnya data kebutuhan PMS tambahan yang sangat besar, sehingga dapat disimpulkan bahwa BI dan KSSK tidak memberikan informasi sesungguhnya mengenai resiko penurunan CAR (keadaan BC) yang disebabkan oleh penurunan kualitas asset yang seharusnya diketahui lebih awal oleh BI.
Legalitas Keputusan KSSK
Terkait dengan penyaluran dana yang diputuskan oleh KSSK yang Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) No. 4 tahun 2008 Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) pada 15 Oktober 2008. Dalam Perpu ini diatur soal Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Gubernur BI dan Menteri Keuangan.
Terkait dengan hal ini, Rapat Paripurna DPR RI tertanggal 18 Desember 2008 telah memutuskan agar pemerintah mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang JPSK. Artinya KSSK telah berjalan dengan tanpa persetujuan penuh oleh DPR RI. Dengan demikian, otoritas atau kewenangan KSSK sebenarnya belum memiliki dasar hukum yang cukup kuat secara konstitusional, sehingga segala keputusan yang dihasilkan juga masih dapat dipertanyakan.
Terkait dengan pengucuran dana ke Bank Century, jika mengacu pada persetujuan DPR RI, sejumlah Rp 2,88 triliun masih disalurkan oleh LPS tanpa dukungan pengesahan atau persetujuan DPR atas dasar KSSK.
4.     Terkait Penyalahgunaan Dana FPJP dan PMS
*     Adanya penarikan DPK oleh pihak terkait Bank Century sebesar Rp 938,654 M
*      Adanya unsur penggelapan dana kas Valas sebesar USD 18 Juta dengan masing-masing sebesar 2 M untuk Dewi Tantular dan Robert Tantular.
*       
C.     KASUS BLBI
Berawal dari krisis ekonomi yang menerpa negara-negara di Asia tahun 1997. Satu per satu mata uang negara-negara di Asia merosot nilainya. Kemajuan perekonomian negara-negara di Asia yang banyak dipuji oleh banyak pihak sebelumnya menjadi angin kosong belaka. Persis sebelum krisis ekonomi, World Bank tahun 1997 menerbitkan laporan berjudul The Asian Miracle yang menunjukkan kisah sukses pembangunan di Asia. Ternyata kesuksesan pembangunan ekonomi di negara-negara Asia tersebut tidak berarti banyak karena pada kenyataannya negara-negara tersebut tidak berdaya menghadapi spekulan mata uang yang tinggi dan berujung pada krisis ekonomi.
Menyusul jatuhnya mata uang Baht, Thailand, nilai rupiah ikut merosot. Untuk mengatasi pelemahan rupiah, Bank Indonesia kemudian memperluas rentang intervensi kurs jual dan kurs beli rupiah, dari Rp. 192 (8%), menjadi Rp. 304 (12%). Guna mengurangi tekanan terhadap rupiah, Bank Indonesia mulai melakukan pengetatan likuiditas dengan menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dari 6% menjadi 14%.
Akibat kondisi ini bank-bank umum kemudian meminta bantuan BI sebagai lender of the last resort. Ini merujuk pada kewajiban BI untuk memberikan bantuan kepada bank dalam situasi darurat. Dana talangan yang dikucurkan oleh BI ini yang dikenal dengan BLBI. Sesehat apa pun sebuah bank, apabila uang dari masyarakat ditarik serentak tentu tidak akan sanggup memenuhinya.
Penyimpangan BLBI dimulai ketika BI memberikan dispensasi kepada bank-bank umum untuk mengikuti kliring meskipun rekening gironya di BI bersaldo debet. Dispensasi diberikan kepada semua bank tanpa melakukan pre-audit untuk mengetahui apakah bank tersebut benar-benar membutuhkan bantuan likuiditas dan kondisinya sehat. Akibatnya, banyak bank yang tidak mampu mengembalikan BLBI.
D.    ANALISA KASUS BLBI
1. Pelaku di dalam Kasus BLBI
Pelaku dari kasus aliran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia adalah bankir-bankir itu sendiri. Mereka “nakal”, tidak mau mengembalikan dana BLBI. Hal ini menimbulkan indikasi bahwa memang ada penyewelengan bantuan dana itu. Berikut beberapa data mengenai hal tersebut. Diantaranya adalah:
1.          Daftar bankir yang diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK):
a.    Atang Latief (Bank Indonesia Raya – hutang 325,46 miliar);
b.    James Januardy (Bank Namura Internasional – hutang 123,04 miliar);
c.    Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian – hutang 615 miliar);
d.    Lidia Mochtar (Bank Tamara – hutang 202,80 miliar);
e.    Omar Putirai (Bank Tamara – hutang 190,17 miliar);
f.    Marimutu Sinivasan (Bank Putera Multikarsa – hutang 1.130,61 triliun).
2.          Daftar bankir yang diserahkan ke Kepolisian:
a.    Baringin Panggabean (Bank Namura Internusa – APU (Akta Pengakuan Utang) – 158,93 miliar);
b.    Santosa Sumali (B.Metropolitan – APU – 46,55 miliar);
c.    Fadel Muhammad (Bank Intan – APU – 93,28 miliar);
d.    Santosa Sumali (B. Bahari – APU – 295,05 );
e.    Trijono Gondokusumo (Bank PSP – APU – 3.3031,11 triliun);
f.    Hengky Widjaya (Bank Tata – APU – 461,99 miliar);
g.    Taony Tanjung I Gde Dermawan (Bank Aken – APU – 680,89 miliar);
h.    Tarunojoyo Nusa (Bank Umum Servitia-APU-3.336, 44 triliun);
i.     David Nusa Widjaya Kaharuddin Ongko (BUN – MRNIA (Master Refinancing and Notes Insurance Agreement) – 8.348 triliun);
j.     Samadikun H. (Bank Modern – MRNIA – 2.663 triliun).
Sumber: Koran Tempo, 18 Oktober 2004
Data di atas menunjukkan bahwa memang para bankir itu terindikasi melakukan penyelewengan dana BLBI. Polisi dan KPK masing-masing menyelidiki jika terdapat unsur-unsur korupsi terhadap bankir-bankir tersebut.
2. Kualifikasi Kasus BLBI
BLBI itu termasuk kejahatan korupsi, bukan kejahatan perbankan biasa karena terdapat unsur-unsur yang mendukung hal itu. Salah satunya adalah disuapnya Ketua Tim Jaksa Kasus BLBI, Urip Tri Gunawan oleh Syamsul Nursalim di kediamannya. Padahal, Syamsul Nursalim merupakan obligor dari BDNI terkait BLBI. Terlihat bahwa Syamsul menyuap Urip sebagai syarat agar kasusnya “dilepas”. Jadi, disini unsur korupsinya yaitu penyuapan.
Kemudian, merujuk ke belakang dimana saat-saat pertama kasus ini mencuat, dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi juga. Karena kasus ini berawal dari tahun 1997, maka ketentuan peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Unsur korupsi lainnya terpenuhi, yaitu memperkaya diri sendiri. Hal ini menyebabkan negara merugi karena dana BLBI yang seharusnya dikembalikan malah hilang entah kemana dan tidak dikembalikan. Seperti tercantum dalam pasal 1 ayat (1) angka {a} yang berbunyi, “Dihukum karena tindak pidana korupsi ialah: barangsiapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu Badan, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara .”
Jelaslah, ternyata kasus aliran dana BLBI itu adalah masuk ke dalam ranah pidana, yaitu kejahatan korupsi. Unsur-unsur tindak pidana korupsi pun terpenuhi (meskipun tidak semuanya). Adalah memperkaya diri dan penyuapan.
3. Penghentian Kasus BLBI
Kasus ini tidak dapat dihentikan hanya dengan membayar/mengembalikan dana BLBI oleh para obligor. Hal ini dikarenakan, pengembalian uang negara itu tidak akan menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi.
Sesuai dengan pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa: “Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidanya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal Pasal 2 dan Pasal 3.”
Lebih lanjut di dalam penjelasan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tersebut, pasal 4 menyebut bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan.
Oleh karena itu, kasus BLBI tidak bisa selesai hanya dengan mengembalikan dana BLBI kepada pemerintah melalu Bank Indonesia oleh bankir-bankir bank yang bermasalah.
4. Peraturan Perundang-undangan Untuk Menjerat Pelaku Kasus BLBI dan Proses Penyelesaiannya
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang dapat menjerat para pelaku di balik kasus BLBI adalah ketentuan di dalam Undang-undang No.3 Tahun 1971 (pasal  1 ayat (1) angkat {a} dan {b}) Juncto Undang-undang No.31 Tahun 1999 (pasal 2 ayat (1), pasal 3, dan pasal 4).
Selain dijerat oleh ketiga Undang-undang korupsi di atas, juga bisa oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai penyertaan, percobaan, maupun penyitaan (pasal 39 KUHP).
Untuk proses penyelesaiannya, bisa menggunakan Undang-undang Darurat
Nomor 7 Tahun 1955 Tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi maupun Undang-undang  No.3 Tahun 1971 Juncto Undang-undang No.31 Tahun 1999.
5. Pendapat Saya
Setelah membaca kronologinya dan menganalisis kasus BLBI, semakin jelaslah sebenarnya bagaimana murat maritnya sistem birokrasi negeri ini. Saya sempat berpikir heran, mengapa Mendiang Presiden Soeharto dengan enaknya menerapkan langkah-langkah yang mencengangkan untuk mengatasi krisis moneter pada tahun 1997 – Mei 1998. Diantaranya yaitu tadi, melikuidasi 16 bank, membantu bank sehat yang mengalami kesulitan likuiditas alias dana BLBI, sedangkan bank yang ”sakit” akan dimerger atau dilikuidasi.
Dulu, zaman tahun 1997 – 1998, pers masih belum sebebas sekarang. Jadi saya dan jutaan masyarakat Indonesia lainnya tentu sangat awam atau tidak familiar dengan kebijakan-kebijakan ekonomi. Hanyalah Pemerintah, anggota DPR dan pakar-pakar ekonomilah yang sangat mengerti masalah ekonomi. Coba lihat pers sekarang, sangat bebas dan pro rakyat. Tayangan-tayangan berita atau tulisan di surat kabar sangat membantu kita untuk mengetahui dengan jelas kondisi kenegaraan kita ini, baik itu di bidang ekonomi, hukum dan perundang-undangan serta lain sebagainya. Kadang ada juga yang menginvestigasi beritanya itu sampai ke akar-akarnya. Walaupun saya yakin birokrasi negeri ini tetap bobrok, tapi setidaknya pers dan media lainnya sudah memberitakan yang terbaik untuk perubahan negeri ini.
Kembali ke topik, jadi BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) lahir karena untuk mengatasi masalah ini, yaitu menutupi talangan hutang luar negeri yang dilakukan para bankir tersebut.






BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN
*       
*      A.  KASUS BANK CENTURY
*       
*      Dari hasil audit BPK, BPK menemukan menemukan empat kelompok pelanggaran diantaranya, proses merger dan pengawasan BC oleh BI, pemberian FPJP, penetapan BC sebagai Bank Gagal yang berdampak sistemik dan penanganannya oleh LPS, penggunaan dana FPJP dan PMS, juga praktik-praktik tidak sehat lainnya.
*      *        Dalam proses merger terdapat beberapa Indikasi Pelanggaran. BI diduga memberikan kelonggaran terhadap persyaratan merger. Dan terdapat praktik-praktik pelanggaran perbankan lainnya.
*        Dalam pemberian FPJP, pelanggaran tejadi dimana BI mengubah PBI mengenai persyaratan pemberian FPJP dari semula dari semula CAR 8% menjadi CAR positif, dengan demikian perubahan PBI tersebut patut diduga dilakukan untuk merekayasa agar BC mendapat FPJP.

B. KASUS BLBI

·         BLBI pada hakekatnya adalah Kredit Likuiditas Darurat, yang merupakan salah satu piranti kebijaksanaan BI dalam melaksanakan fungsinya sebagai bank sentral yang dimaksudkan untuk menghadapi krisis perbankan, dan meredakan dampaknya. Akan tetapi tetapi terjadi penyimpangan dana BLBI oleh bank penerima dana tersebut.
·         Pihak BI sebagai kreditur yang memberikan bantuan likuiditas kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas dalam keadaan darurat tidak melakukan wanprestari, karena BI telah memenuhi prosedur yang digariskan oleh undang – undang. Sebaliknya penerima BLBI lah yang telah melakukan wanprestasi dengan tidak memenuhi persyaratan surat direksidan belum sepenuhnya mengembalikan pinjaman tersebut.


DAFTAR PUSTAKA


Yunus Aditjondro George, 2010. Membongkar Gurita Cikeas ; Dibalik Skandal Bank Century, Galangpress, Yogyakarta.
Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi atas Kasus PT Bank Century Tbk Oleh BPK. (Ringkasan Eksekutif), www.antikorupsi.org.com
Skema indikasi korupsi kasus Bank Century (Berdasarkan Hasil Audit BPK – 20 November 2009), www.antikorupsi.org.com
Jajak Pendapat Kompas; Ambiguitas Publik di Century, www.antikorupsi.org.com
Kasus Bank Century dan Politik, www.economy.okezone.com
Kemelut Politik dan Stabilitas Ekonomi, www.economy.okezone.com

0 Response to "CONTOH KASUS PEMBOBOLAN NASABAH"

Post a Comment