SEJARAH PERBANKAN SYARIAH
Abstrak
Menurut ajaran Islam, syariat itu berasal dari Allah. Sebab itu, maka sumber
syariat, Sumber hukum dan sumber undang-undang datang dari Allah sendiri yang
disampaikan kepada manusia dengan perantaraan rasul dan termaktub di dalam
kitab-kitab suci. Namun demikian, tidak seperti akidah yang sifatnya konstan,
syariah mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan sesuai dengan
kemajuan peradaban manusia. Karena itu, syariat yang berlaku di zaman Nabi Nuh
a.s. berbeda dengan syariat di zaman Nabi Musa a.s. dan berbeda pula dengan
nabi Ibrahim a.s., nabi isa a.s., dan nabi Muhammad saw. sebabnya ialah karena
setiap umat tentu menghadapi siituasi dan kondisi yang khas dan unik, sesuai
dengan keadaan mereka sendiri, hal ikhwal jalan pikirannya serta perkembangan
kerohaniannya. Jadi penerapan syariat ini mengikuti evolusi peradaban manusia ,
seiring dengan diutusnya rasul-rasul kepada umat-umat tertentu dan pada
zaman-zaman tertentu. Proses perkembangan syariat ini pada akhirnya tuntas pada
akhirnya tuntas dengan diutusnya Nabi Muhammad saw yang membawa syariat islam.
Dengan demikian tidak ada lagi perkembangan syariat sesudah nabi Muhammad saw
karena ajaram islam sudah rampung, tuntas dan sempurna.
Pendahuluan
Bank adalah lembaga atau institusi yang melakukan tiga tugas pokok yaitu menerima simpanan, Meminjamkan uang dan melakukan jasa pengiriman uang. Pada masa Rasulullah SAW ketiga bagian ini telah di praktekkan dalam kehidupan sehari-hari walaupun ketiga fungsi perbankan tersebut tidak dilakukan oleh satu institusi perbankan seperti lazimnya sekarang. Ketiga fungsi perbankan tersebut di lakukan oleh para individu-individu. Meskipun individu-individu tersebut tidak mempraktekkan seluruh fungsi perbankan. Rasulullah SAW yang mendapat gelar Al-amin, di percaya oleh masyarakat Mekah untuk menerima simpanan harta mereka. Dalam konsep ini penerima titipan tidak berhak untuk memanfaatkan hartanya. Kemudian salah seorang sahabat Rasulullah SAW bernama Zubair bin al-Awwam ra., memilih untuk menerima harta yang dititipkan kepadanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan yang mengakibatkan akibat yang berbeda ketika menerima harta tersebut sebagai titipan amanah. Sebab dengan menerima harta yang dititipkan kepadanya maka ia wajib untuk mengembalikannya serta yang paling penting harta tititpan itu dapat dimanfaatkan olehnya. Pada zaman Rasulullah SAW. masih belum terdapat institusi bank, tapi ajaran islam sudah memberikan filofsofi – filosofi dasar dan pedoman dalam aktivitas perekonomian. Dalam makalah ini, akan dijelaskan praktik – praktik perbankan yang dilakukan oleh umat muslim sepanjang sejarah dari zaman ke zaman. Juga akan dijelaskan bagaimana praktik perbankan di eropa dan perbankan syari’ah modern serta perkembangan dan pertumbuhan bank syariah di Indonesia dan bagaiman dampak perkemabanngan ini terhadap bisnis – bisnis yang berbasis syari’ah di Negara ini.
Sejarah Perbankan Syariah
Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel
islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya
sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar,
mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian
laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga
tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir.
Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar
berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam
bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan
mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta
pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.
Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh
negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun
utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk
menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB
menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara
tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.
Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian
muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal
Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain
Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun
1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim
Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung
untuk menunaikan ibadah haji.
Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia
Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia
Indonesia yang sebagian besar penduduknya adalah Muslim membuat negara ini
menjadi pasar terbesar di dunia bagi perbankan syariah. Besarnya populasi
muslim itu memberikan ruang yang cukup lebar bagi perkembangan bank syariah di
Indonesia. Di Indonesia, bank syariah pertama baru lahir tahun 1991 dan
beroperasi secara resmi tahun 1992. Padahal, pemikiran mengenai hal ini sudah
terjadi sejak dasawarsa 1970-an. Menurut Dawam Raharjo, saat memberikan Kata
Pengantar buku Bank Islam Analisa Fiqih dan Keuangan penghalangnya adalah
faktor politik, yaitu bahwa pendirian bank Islam dianggap sebagai bagian dari
cita-cita mendirikan Negara Islam (baca buku Bank Islam Analisa Fiqih dan
Keuangan karya Adiwarman Karim – IIIT Indonesia, 2003). Namun, sejak 2000-an,
setelah terbukti keunggulan bank syariah (bank Islam) dibandingkan bank
konvensional – antara lain, Bank Muamalat tidak memerlukan suntikan dana,
ketika bank-bank konvensional menjerit minta Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI) ratusan triliunan akibat negative spread – bank-bank syariah pun
bermunculan di Indonesia. Hingga akhir Desember 2006, di Indonesia terdapat
tiga Bank Umum Syariah (BUS) dan 20 Unit Usaha Syariah (UUS). Fungsi-fungsi
bank sudah dipraktikkan oleh para sahabat di zaman Nabi SAW, yakni menerima
simpanan uang, memberikan pembiayaan, dan jasa transfer uang. Namun, biasanya
satu orang hanya melakukan satu fungsi saja. Baru kemudian, di zaman Bani
Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu individu. Usaha modern
pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali dilakukan di Malaysia
pada pertengahan tahun 1940-an, namun usaha tersebut tidak berhasil.
Berikutnya, eksperimen dilakukan di Pakistan pada akhir 1950-an. Namun,
eksperimen pendirian bank syariah yang paling sukses dan inovatif di masa
modern dilakukan di Mesir pada 1963, dengan berdirinya Mit Ghamr Local Saving
Bank. Kesuksesan Mit Ghamr memberi inspirasi bagi umat Muslim di seluruh dunia,
sehingga muncul kesadaran bahwa prinsip-prinsip Islam ternyata masih dapat
diaplikasi dalam bisnis modern. Salah satu tonggak perkembangan perbankan Islam
adalah didirikannya Islamic Development Bank (IDB, atau Bank Pembangunan Islam)
pada tahun 1975, yang berpusat di Jeddah. Bank pembangunan yang menyerupai Bank
Dunia (World Bank) dan Bank Pembangunan Asia (Asia Development Bank, ADB) ini
dibentuk oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang anggota-anggotanya adalah
negara-negara Islam, termasuk Indonesia. Pada era 1970-an, usaha-usaha untuk
mendirikan bank Islam sudah menyebar ke banyak negara. Misalnya, Dubai Islamic
Bank (1975) dan Kuwait Finance House (1977) di Timur Tengah. Beberapa negara
seperti Pakistan, Iran, dan Sudan, bahkan mengubah seluruh sistem keuangan di
negara tersebut menjadi nur-bung, sehingga semua lembaga keuangan di negara
tersebut beroperasi tanpa menggunakan bunga. Kini perbankan syariah sudah
menyebar ke berbagai negara, bahkan negara-negara Barat. The Islamic Bank
International of Denmark tercatat sebagai bank syariah pertama yang beroperasi
di Eropa, tepatnya Denmark, tahun 1983. Di Asia Tenggara, tonggak perkembangan
perbankan terjadi pada awal dasawarsa 1980-an, dengan berdirinya Bank Islam
Malaysia Berhad (BIMB) pada tahun 1983. Praktik Perbankan Syariah di Eropa
Dalam perkembangan berikutnya, kegiatan yang dilakukan oleh perorangan kemudian
dilakukan oleh institusi yang saat ini dikenal sebagai bank. Ketika bangsa
Eropa melakukan praktik perbankan, mulai timbul masalah karena transaksi yang
menggunakan konsep bunga yang dalam ilmu fiqh disebut dengan riba, dan haram
hukumnya. Transaksi bunga ini merebak ketika Raja Hensy VIII pada tahun
1545memperbolehkan instrument ini meskipun tetap mengharapkan asalkan tidak
boleh berlipat ganda. Ketika wafat dan digantikan oleh Edward VI yang
membatalkan konsep ini, dan tidak berlangsung lama. Ketika dia wafat dan
digantikan Elizabeth I, konsep bunga kembali diperbolehkan untuk dipergunakan.
Pada masa kebangkitannya dan mengalami Renaissance, bangsa eropa melakukan
penjajahan dan perluasan ke seluruh dunia sehingga sebagian besar aktivitas
didominasi oleh bangsa eropa. Pada saat yang sama, peradaban muslim mengalami
kemerosotan dan jatuh satu – persatu ke dalam cengkeraman eropa. Akibatnya,
institusi perekonomian islam mulai runtuh dan digantikan oleh institusi
perekonomian bangsa eropa dan berlangsung terus sampai zaman modern ini. Oleh
karena itu, institusi perbankan di Negara – Negara yang mayoritasnya muslim
adalah warisan dari bangsa eropa yang menggunakan konsep bunga (interest). Di
Eropa tercatat sebagai bank syariah yang pertama kali beroperasi adalah The
Islamic Bank International of Denmark di kota Copenhagen. , pada tahun 1983.
Sepanjang perjalanan waktu, kajian akademis maupun praktek operasional mengenai
ekonomi Islam dan perbankan syariah terus dikembangkan. Untuk kajian akademis
terdapat di University of Durham (Inggris), University of Portsmouth (Inggris),
University of Harvard (Amerika) dan University of Wulongong (Australia).
Kemudian Inggris telah menerbitkan sukuk (obligasi syariah), dan menjadi negara
Barat pertama yang mengizinkan sukuk. Sampai januari 2007, diperkirakan ada 300
bank dan institusi finansial bebasis syariah di seluruh dunia yang asetnya
diproyeksikan akan tumbuh sebesar 1 triliun dollar pada 2013. Ketimbang
negara-negara Eropa lainnya, Inggris paling dulu merealisasikan sistem keuangan
syariah. Awalnya adalah kelimpahan dana dari negara-negara Timur Tengah saat
harga minyak bumi meroket pada sekitar 2000-an. Jadilah, Inggris bersiap diri
untuk mengolah dana ini.Dalam catatan, jumlah penduduk London pada 2005 berada
di angka 7,4 juta jiwa. Total penduduk Inggris sebanyak 60 juta orang. Dari
jumlah itu, 1,8 juta jiwa beragama Islam. Pemerintah berikut industri perbankan
Inggris melihat kenyataan ini sebagai pasar yang potensial. Pada 1963 perbankan
syari’ah pertama didirikan di Mesir dengan nama mit ghamr local saving bank
yang menerapkan sistem bagi hasil, pada awalanya berdirinya bank ini disambut
hangat oleh pelaku ekonomi di Mesir, namun sayang pada tahun 1967 terjadi
kekacaun politik yang mengakibatkan Mit Ghamer diambil alih oleh Bank of Egypt
yang beroperasi menggunakan bunga. Kesuksesan Mit Ghamr nampaknya menjadi
inspirasi bagi umat Islam di seluruh dunia, sehingga pada tahun 1975
terbentuklah IDB (Islamic Developement Bank) yang diprakarsai oleh OKI, bank
ini bertujuan untuk menyediakan bantuan finansial (keuangan) bagi negara-negara
anggota dan membantu pendirian bank-bank syari’ah di negara masing-masing. Kini
perbankan syari’ah telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menyebar
ke banyak negara, bahkan ke negara-negra barat, adalah The Islamic Bank
International of Denmark tercatat sebagai bank Islam pertama yang beroperasi di
dataran Eropa pada tahun 1983 bahkan kini bank-bank kelas dunia sebut saja
HSBC, Citibank dan banyak lainnya mulai membuka windows Syari’ah.
Perkembangan dan Pertumbuhan Perbankan Syariah Di Indonesia, bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Walaupun perkembangannnya agak terlambat bila dibandingkan dengan negara – negara muslim lainnya, perbankan syariah di Indonesia akan terus berkembang. Bila pada periode tahun 1992 – 1998 hanya ada satu unit bank syariah, maka pada tahun 2005, jumlah bank syariah di Indonesia telah bertambah jadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah. Sementara itu, jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) hingga akhir tahun 2004 menjadi 88 buah. Berdasakan data BI, prospeknya pada tahun 2005 diperkirakan cukup baik. Industri perbankan diperkirakan akan berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi. Namun, Perkembangan bank-bank syariah di dunia dan di Indonesia tetap mengalami kendala karena bank syariah hadir di tengah-tengah perkembangan dan praktik-praktik perbankan konvensional yang sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat secara luas. Kendala yang dihadapi oleh perbankan (lembaga keuangan) syariah tidak terlepas dari belum tersedianya sumber daya manusia secara memadai dan peraturan perundang-undangan. Meskipun, telah banyak kajian yang mencoba untuk mempermudah penjelasan tentang pelaksanaan operasional perbankan syariah. Hal ini mengingat bahwa di masing-masing negara, terutama yang masyarakatnya mayoritas muslim, tidak mempunyai infrastruktur pendukung dalam operasional perbankan syariah secara merata. Bank Syariah sebagai lembaga keuangan yang menggunakan sistem yang relatif baru, tentunya masih banyak distorsi dalam prakteknya. Maka tahap demi tahap dengan memandang prioritas permasalahan yang ada, usahanya dalam memperbaiki sistem yang ada di dalamnya selalu dilakukan. Untuk itu, BI menyusun inisiatif pengembangan bank syariah, yang terdiri dari empat hal utama, yaitu pengembangan prinsip syariah, peraturan mengenai kehati – hatian bank, efisiensi operasi dan stabilitas sistem bank syariah . Perkembangan Bank Syariah ini tentunya juga harus didukung oleh sumber daya insani yang memadai, baik dari segi kulaitas dan kuantitasnya. Namun, masih banyak sumber daya manusia yang selama ini terlibat institusi syariah yang belum sepenuhnya mengerti dan berpengalaman dalam Islamic Banking. Tentunya hal ini menjadi perhatian bagi kita semua, agar menciptakan kader – kader dan sumber daya insani yang dapat mepraktekkan Islamic Bank sepenuhnya, sehingga bank syariah di Indonesia benar – benar murni syariah.
Praktik Perbankan di Zaman Nabi dan Sahabat
Perkembangan dan Pertumbuhan Perbankan Syariah Di Indonesia, bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Walaupun perkembangannnya agak terlambat bila dibandingkan dengan negara – negara muslim lainnya, perbankan syariah di Indonesia akan terus berkembang. Bila pada periode tahun 1992 – 1998 hanya ada satu unit bank syariah, maka pada tahun 2005, jumlah bank syariah di Indonesia telah bertambah jadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah. Sementara itu, jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) hingga akhir tahun 2004 menjadi 88 buah. Berdasakan data BI, prospeknya pada tahun 2005 diperkirakan cukup baik. Industri perbankan diperkirakan akan berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi. Namun, Perkembangan bank-bank syariah di dunia dan di Indonesia tetap mengalami kendala karena bank syariah hadir di tengah-tengah perkembangan dan praktik-praktik perbankan konvensional yang sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat secara luas. Kendala yang dihadapi oleh perbankan (lembaga keuangan) syariah tidak terlepas dari belum tersedianya sumber daya manusia secara memadai dan peraturan perundang-undangan. Meskipun, telah banyak kajian yang mencoba untuk mempermudah penjelasan tentang pelaksanaan operasional perbankan syariah. Hal ini mengingat bahwa di masing-masing negara, terutama yang masyarakatnya mayoritas muslim, tidak mempunyai infrastruktur pendukung dalam operasional perbankan syariah secara merata. Bank Syariah sebagai lembaga keuangan yang menggunakan sistem yang relatif baru, tentunya masih banyak distorsi dalam prakteknya. Maka tahap demi tahap dengan memandang prioritas permasalahan yang ada, usahanya dalam memperbaiki sistem yang ada di dalamnya selalu dilakukan. Untuk itu, BI menyusun inisiatif pengembangan bank syariah, yang terdiri dari empat hal utama, yaitu pengembangan prinsip syariah, peraturan mengenai kehati – hatian bank, efisiensi operasi dan stabilitas sistem bank syariah . Perkembangan Bank Syariah ini tentunya juga harus didukung oleh sumber daya insani yang memadai, baik dari segi kulaitas dan kuantitasnya. Namun, masih banyak sumber daya manusia yang selama ini terlibat institusi syariah yang belum sepenuhnya mengerti dan berpengalaman dalam Islamic Banking. Tentunya hal ini menjadi perhatian bagi kita semua, agar menciptakan kader – kader dan sumber daya insani yang dapat mepraktekkan Islamic Bank sepenuhnya, sehingga bank syariah di Indonesia benar – benar murni syariah.
Praktik Perbankan di Zaman Nabi dan Sahabat
1. Praktik Perbankan Zaman Rasulullah Saw dan Sahabat R.A
Di dalam sejarah tercatat bahwa setelah Rasulullah menjadi pemimpin negara, maka terjadilah revolusi praktek-praktek ekonomi, dari pelarangan riba sampai dasar kerjasama dalam bisnis, bahkan sebelum Rasulullah datang praktik perbankanpun secara sederhana mulai dijalankan seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan bisnis, bahkan pengeriman uangpun telah lazim dilakukan. Rasulullah Saw, yang dikenal dengan julukan al-amin (terpercaya) sering menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum hirah ke Madinah, ia meminta Ali bin Abi Thalib r.a untuk mengembalikan semua titipan itu kepada para pemiliknya (Sami Hamoud, 1985/ Adi Warman Karim 2004). Praktik seprti ini juga dilakukan oleh sahabat Rasul yakni Zubair bin al-Awwam r.a, namun ia tidak memilih titipan berupa harta, akan tetapi dalam bentuk pinjaman, sehingga tindakan ini menurut Sudin Harun dalam “prinsip dan operasi perbankan Islam” menimbulkan beberapa implikasi pertama dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman, ia mempunyai hak untuk memanfaatkannya, kedua karena bentuknya pinjaman, ia berkewajiban untuk mengembalikannya secara utuh, dalam riwayat yang lain disebutkan pula, Ibnu Abbas r.a juga telah melakukan pengiriman uang ke Kufah dan Abdullah bin Zubair r.a melakukan pengiriman uang dari Mekah ke adiknya Mis’ab bin Zubair r.a yang tinggal di Irak (Sudin Haron 1996/Adi Warman 2004).
2. Praktik Perbankan di Zaman kekhalifahan Bani Umayah dan Abbasiyah
Perkembangan fungsi intermediasi (perantara) keuangan mulai berkembang semenjak
dikenalkannya satuan mata uang yang digunakan untuk berbagai transaksi,
sehingga pada masa itu diperlukan orang yang mempunyai keahlikan khusus untuk
membedakan antara satu mata uang dengan mata uang lainnya (Adiwarman Kari,
2004), hal ini diperlukan karena setiap mata uang mempunyai kandungan logam
mulia yang berlainan sehingga mempunyai nilai yang berbeda pula, orang yang
mempunyai keahlian di bidang ini dikenal dengan naqid, sarraf, dan jihbiz.
Peranan bankir pada zaman Abbasiyah mulai populer pada pemerinthan khalifah
Muqtadir (908-932), pada saat itu, hampir semua wazir (menteri) mempunyai
bankirnya sendiri, misalnya, Ibnu Abi Isa menunjuk Ali Ibn Isa, Hamid Ibnu
Wahab sebagai bankirnya, Ibnu Abi Isa menunjuk Ali Ibn Isa. Kemajuan praktik
perbankanpada zaman itu di tandai dengan beredarnya saq (cek) dengan luas
sebagai media pembayaran, bahkan, peranan bankir telah meliputi tiga aspek,
yakni menerima deposit, menyalurkannya, dan mentransfrer uang, dalam hal yang
terakhir ini uang dapat ditransfer dari satu negeri ke negeri lainnya tanpa
perlu memindahkan fisik uang tersebut, para money changer yang telah mendirikan
kantor-kantor di banyak negeri telah memulai penggunaan cek sebagai media
transfer uang dan kegiatan pembayaran lainnya, dalam sejarah perbankan Islam,
adalah Syaf al-Dawlah al-Hamdani yang tercatat orang pertama yang menerbitkan
cek untuk keperluan kliring antara Baghdad (Irak) dan Aleppo (Spanyol) (Suding
Haron 1997/Adiwarman Karim 2004).
3. Perbankan Syari’ah Modern
3. Perbankan Syari’ah Modern
Cikal
bakal perbankan syari’ah, sebenarnya telah dimulai setelah perang dunia kedua,
dimana para cendikiwan muslim mulai mempertanyakan praktik riba dalam perbankan
konvensional, namun dalam usaha awal ini para sarjana Muslim belum mampu
menjawab pertanyaan kalau bunga adalah riba dan harus dihilangkan apa gantinya
dan bagimana? Baru pada 1963 perbankan syari’ah pertama didirikan di Mesir
dengan nama mit ghamr local saving bank yang menerapkan sistem bagi hasil, pada
awalanya berdirinya bank ini disambut hangat oleh pelaku ekonomi di Mesir,
namun sayang pada tahun 1967 terjadi kekacaun politik yang mengakibatkan Mit
Ghamer diambil alih oleh Bank of Egypt yang beroperasi menggunakan bunga.
Kesuksesan Mit Ghamr nampaknya menjadi inspirasi bagi umat Islam di seluruh
dunia, sehingga pada tahun 1975 terbentuklah IDB (Islamic Developement Bank)
yang diprakarsai oleh OKI, bank ini bertujuan untuk menyediakan bantuan
finansial (keuangan) bagi negara-negara anggota dan membantu pendirian
bank-bank syari’ah di negara masing-masing. Kini perbankan syari’ah telah
mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menyebar ke banyak negara, bahkan
ke negara-negra barat, adalah The Islamic Bank International of Denmark
tercatat sebagai bank Islam pertama yang beroperasi di dataran Eropa pada tahun
1983 bahkan kini bank-bank kelas dunia sebut saja HSBC, Citibank dan banyak
lainnya mulai membuka windows Syari’ah.
Penutup
Setelah kita menelusuri sejarah hingga perkembangan bank syariah dan praktiknya oleh umat muslim, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa praktek – praktek perbankan sudah dilakukan oleh umat muslim sehingga berkembang sampai saat ini. Walaupun pernah mengalami pengalaman buruk ketika bangsa eropa menjajah negara – negara muslim sehingga praktek ekonomi islam terhambat. Tetapi, ekonomi islam telah membuktikan bahwa mereka bisa bangkit kembali dan berkembang hingga sampai saat ini karena menggunakan konsep – konsep kerjasama yang menguntungkan dan tidak merugikan salah satu pihak, juga tentunya diberkahi oleh Allah SWT. Dengan demikian, praktik perbankan bukanlah hal yang asing lagi bagi umat muslim. Sehingga proses penggalian hukum untuk merumuskan konsep perbankan modern yang berbasis syariah tidak dimulai dari nol. Dan tentunya diperlukan sosialisasi yang lebi agresif mengani bank syariah. Sosialisasi ini bisa dilakukan dengan memberikan kesempatan yang seluas – luasnya bagi bank konvensional untuk membuka kantor cabang atau semua pihak yang mampu secara materi dan legalitas untuk mendirikan bank – bank berbasis syariah di seluruh pelosok negeri.
REFERENSI
Karim, Adiwarman. Bank Islam:Analisis Fiqih dan
Keuangan. Cet 7 Jakarta: PT Rajagrafindo
file:///D:/download/Sejarah%20dan%20
0 Response to "SEJARAH PERBANKAN SYARIAH"
Post a Comment