A. HIBAH
1. Pengertian Hibah
Kata "hibah" berasal dari bahasa Arab
yang secara etimologis berarti melewatkan atau menyalurkan, dengan demikian
berarti telah disalurkan dari tangan orang yang memeberi kepada tangan orang
yang diberi.
Sayyid Sabiq mendefinisikan hibah adalah akad
yang pokok persoalannya pemberian harta milik seseorang kepada orang lain di
waktu dia hidup, tanpa adanya imbalan.
Sedangkan Sulaiman Rasyid mendefinisikan bahwa
hibah adalah memberuikan zat dengan tidak ada tukarnya dan tidak ada
karenanya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hibah adalah merupakan
suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada sebab dan musababnya) tnpa da
kontra prestasi dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan
pada saat si pemberi masih hidup (inilah yang membedakannya dengan wasiat, yang
mana wasiat diberikan setelah si pewasiat meninggal dunia).
Dalam istilah hukum perjanjian yang seperti ini
dinamakan juga dengan perjanjian sepihak (perjanjian unilateral) sebagai lawan
dari perjanjian bertimbal balik (perjanjian bilateral).
2. Dasar Hukum Hibah
Dasar hukum hibah ini dapat kita pedomani
hadits Nabi Muhammad SAW antara lain hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dari
hadits Khalid bin 'Adi, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya sebagai
berikut :
"Barangsiapa mendapatkan kebaikan dari
saudaranya yang bukan karena mengharap-harapkan dan meminta-minta, maka
hendaklah ia menerimanya dan tidak menolaknya, karena ia adalah rezeki yang
diberi Allah kepadanya".
3. Rukun Dan Syarat Sahnya Hibah
Rukun hibah adalah sebagai berikut :
1. Penghibah , yaitu orang yang memberi hibah
2. Penerima hibah yaitu orang yang menerima
pemberian
3. Ijab dan kabul.
4. Benda yang dihibahkan.
Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi
agar suatu hibah sah adalah :
1. Syarat-syarat bagi penghibah
- Barang yang dihibahkan adalah milik si penghibah; dengan demikian tidaklah sah menghibahkan barang milik orang lain.
- Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya disebabkan oleh sesuatu alasan
- Penghibah adalah orang yang cakap bertindak menurut hukum (dewasa dan tidak kurang akal).
- Penghibah tidak dipaksa untuk memnerikan hibah.
2. Syarat-syarat penerima hibah
Bahwa penerima hibah haruslah orang yang benar-benar
ada pada waktu hibah dilakukan. Adapun yang dimaksudkan dengan benar-benar ada
ialah orang tersebut (penerima hibah) sudah lahir. Dan tidak dipersoalkan
apakah dia anak-anak, kurang akal, dewasa. Dalam hal ini berarti setiap orang
dapat menerima hibah, walau bagaimana pun kondisi fisik dan keadaan mentalnya.
Dengan demikian memberi hibah kepada bayi yang masih ada dalam kandungan adalah
tidak sah.
3. Syarat-syarat benda yang dihibahkan
- Benda tersebut benar-benar ada;
- Benda tersebut mempunyai nilai;
- Benda tersebut dapat dimiliki zatnya, diterima peredarannya dan pemilikannya dapat dialihkan;
- Benda yang dihibahkan itu dapat dipisahkan dan diserahkan kepada penerima hibah.
Adapun mengenai ijab kabul yaitu adanya
pernyataan, dalam hal ini dapat saja dalam bentuk lisan atau tulisan.
Menurut beberapa ahli hukum Islam bahwa ijab
tersebut haruslah diikuti dengan kabul, misalnya : si penghibah berkata :
"Aku hibahkan rumah ini kepadamu", lantas si penerima hibah menjawab
: "Aku terima hibahmu".
Sedangkan Hanafi berpendapat ijab saja sudah
cukup tanpa harus diikuti oleh kabul, dengan pernyataan lain hanya berbentuk
pernyataan sepihak.
Adapun menyangkut pelaksanaan hibah menurut
ketentuan syari'at Islam adalah dapat dirumuskan sebagai berikut :
- Penghibahan dilaksanakan semasa hidup, demikian juga penyerahan barang yang dihibahkan.
- Beralihnya hak atas barang yang dihibahkan pada saat penghibahan dilakukan.
- Dalam melaksanakan penghibahan haruslah ada pernyataan, terutama sekali oleh si pemberi hibah.
- Penghibahan hendaknya dilaksanakan di hadapan beberapa orang saksi (hukumnya sunat), hal ini dimaksudkan untuk menghindari silang sengketa dibelakang hari.
4. Hibah Orang Sakit Dan Hibah Seluruh Harta
Apabila seseorang menghibahkan hartanya
sedangkan ia dalam keadaan sakit, yang mana sakitnya tersebut membawa kepada
kematian, hukum hibahnya tersebut sama dengan hukum wasiatnya, maka apabila ada
orang lain atau salah seorang ahli waris mengaku bahwa ia telah menerima hibah
maka hibahnya tersebut dipandang tidak sah.
Sedangkan menyangkut penghibahan seluruh harta,
sebagaimana dikemukakan oleh Sayid Sabiq, bahwa menurut jumhur ulama seseorang
dapat / boleh menghibahkan semua apa yang dimilikinya kepada orang lain.
Muhammad Ibnu Hasan (demikian juga sebagian
pentahqiq mazhab Hanafi) berpendapat bahwa : Tidak sah menghibahkan semua
harta, meskipun di dalam kebaikan. Mereka menganggap orang yang berbuat
demikian itu sebagai orang yang dungu dan orang yang dungu wajib dibatasi
tindakannya.
5. Penarikan Kembali Hibah
Penarikan kembali atas hibah adalah merupakan
perbuatan yang diharamkan meskipun hibah itu terjadi antara dua orang yang
bersaudara atau suami isteri. Adapun hibah yang boleh ditarik hanyalah hibah
yang dilakukan atau diberikan orang tua kepada anak-anaknya.
Dasar hukum ketentuan ini dapat ditemukan dalam
hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud, An- Nasa'i, Ibnu Majjah
dan At-tarmidzi yang artinya berbunyi sebagai berikut :
"Dari Ibnu Abbas dan Ibnu 'Umar bahwa Nabi
Muhammad SAW bersabda : "Tidak halal bagi seorang lelaki untuk memberikan
pemberian atau menghibahkan suatu hibah, kemudian dia mengambil kembali
pemberiannya, kecuali hibah itu dihibahkan dari orang tua kepada anaknya.
Perumpamaan bagi orang yang memberikan suatu pemberian kemudian dia rujuk di
dalamnya (menarik kembali pemberiannya), maka dia itu bagaikan anjing yang
makan, lalu setelah anjing itu kenyang ia muntah, kemudian ia memakan muntah
itu kembali.
6. Hikmah dalam Amalan Hibah
Hibah disyari’atkan dalam Islam dengan galakan
yang mendalam adalah untuk memaut hati kalangan masyarakat Islam itu sendiri
sesama mereka dan memperdekatkan perasaan kejiwaan sesama manusia yang hidup
dalam masyarakat Islam atau di luar masyarakat Islam. Keistimewaan hibah ini
ialah ianya boleh dilakukan kepada orang yang bukan Islam sekali pun, bahkan
kepada musuh-musuh yang membenci Islam apabila diketahui lembut hatinya apabila
di’beri’kan sesuatu. Hibah ini merupakan salah satu aktiviti kemasyarakatan
yang berkesan memupuk rasa hormat, kasih sayang, baik sangka, toleransi, ramah
mesra dan kecaknaan dalam kehidupan sosial sesebuah negara. Secara ringkasnya,
hikmah hibah ini boleh dirumuskan dalam perkara berikut (tanpa menghadkan
kepada perkara di bawah) :
1. melunakkan hati sesama manusia
2. menghilangkan rasa segan dan malu sesama
jiran, kawan, kenalan dan ahli masyarakat
3. menghilangkan rasa dengki dan dendam sesama
anggota masyarakat
4. Menimbulkan rasa hormat, kasih sayang, mesra
dan tolak ansur sesama ahli setempat.
5. meningkatkan citarasa kecaknaan dan saling
membantu dalam kehidupan
6. memudahkan aktiviti saling menasihati dan
pesan-memesan dengan kebenaran dan kesabaran
7. menumbuhkan rasa penghargaan dan baik sangka
sesama manusia
8. mengelak perasaan khianat yang mungkin wujud
sebelumnya
9. meningkatkan semangat bersatu padu dan
bekerjasama
10. dapat membina jejambat perhubungan dengan
pihak yang menerima hibah.
1. Firman Allah SWT (QS. Al-Baqarah : 177) yang
artinya:
Bukanlah kebaikan itu engkau mengarahkan
wajahmu menghadap timur dan barat. Akan tetapi kebaikan itu adalah orang yang
beriman kepada Allah, hari akhir, para malaikat, para nabi, memberikan harta
yang disukainya kepada kerabat dekatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
orang yang meminta-minta dan untuk membebaskan budak.
2. Firman Allah SWT QS Al-Baqarah : 261 :
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha
Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahu
B. SEDEKAH
1.Pengertian Sedekah
Sedekah asal kata bahasa Arab shadaqoh yang
berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain
secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Juga
berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang
mengharap ridho Allah SWT dan pahala semata. Sedekah dalam pengertian di atas
oleh para fuqaha (ahli fikih) disebuh sadaqah at-tatawwu' (sedekah secara
spontan dan sukarela).
Di dalam Alquran banyak sekali ayat yang
menganjurkan kaum Muslimin untuk senantiasa memberikan sedekah. Di antara ayat
yang dimaksud adalah firman Allah SWT yang artinya: ''Tidak ada kebaikan pada
kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang
menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf atau mengadakan
perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena
mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami akan memberi kepadanya pahala yang
besar.'' (QS An Nisaa [4]: 114). Hadis yang menganjurkan sedekah juga tidak
sedikit jumlahnya.
Para fuqaha sepakat hukum sedekah pada dasarnya
adalah sunah, berpahala bila dilakukan dan tidak berdosa jika ditinggalkan. Di
samping sunah, adakalanya hukum sedekah menjadi haram yaitu dalam kasus
seseorang yang bersedekah mengetahui pasti bahwa orang yang bakal menerima
sedekah tersebut akan menggunakan harta sedekah untuk kemaksiatan. Terakhir ada
kalanya juga hukum sedekah berubah menjadi wajib, yaitu ketika seseorang
bertemu dengan orang lain yang sedang kelaparan hingga dapat mengancam
keselamatan jiwanya, sementara dia mempunyai makanan yang lebih dari apa yang
diperlukan saat itu. Hukum sedekah juga menjadi wajib jika seseorang bernazar
hendak bersedekah kepada seseorang atau lembaga.
Menurut fuqaha, sedekah dalam arti sadaqah
at-tatawwu' berbeda dengan zakat. Sedekah lebih utama jika diberikan secara
diam-diam dibandingkan diberikan secara terang-terangan dalam arti
diberitahukan atau diberitakan kepada umum. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi
SAW dari sahabat Abu Hurairah. Dalam hadits itu dijelaskan salah satu kelompok
hamba Allah SWT yang mendapat naungan-Nya di hari kiamat kelak adalah seseorang
yang memberi sedekah dengan tangan kanannya lalu ia sembunyikan seakan-akan
tangan kirinya tidak tahu apa yang telah diberikan oleh tangan kanannya
tersebut.
Sedekah lebih utama diberikan kepada kaum
kerabat atau sanak saudara terdekat sebelum diberikan kepada orang lain.
Kemudian sedekah itu seyogyanya diberikan kepada orang yang betul-betul sedang
mendambakan uluran tangan. Mengenai kriteria barang yang lebih utama
disedekahkan, para fuqaha berpendapat, barang yang akan disedekahkan sebaiknya
barang yang berkualitas baik dan disukai oleh pemiliknya. Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT yang artinya; ''Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian
(yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai...''
(QS Ali Imran [3]: 92).
Pahala sedekah akan lenyap bila si pemberi
selalu menyebut-nyebut sedekah yang telah ia berikan atau menyakiti perasaan si
penerima. Hal ini ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya yang berarti: ''Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima.'' (QS Al Baqarah
[2]: 264). (dam/disarikan dari buku Ensiklopedi Islam)
2. Hikmah Shadaqah.
- Shadaqah dapat menjauhkan kita dari bencana, baik yangsipemberi maupun sipenerima.
- Dapat membantu saudara-saudara kita yang kurang mampu dan dapat mencegah saudara-saudara kita dari kemudharatan.
- Shadaqah juga dapat mengikat tali persaudaraan yang lebih erat diantara kita.
0 Response to "HIBAH DAN SEDEKAH"
Post a Comment