LINGKUNGAN PENDIDIKAN



3.1 Pemanfaatan Lingkungan
Pemanfaatan lingkungan adalah menggunakan alam yang ada disekitar kita, baik interaksi antara faktor biotik (hidup) dan faktor abiotik (tak hidup) untuk pembelajaran. Menurut Oemar Hamalik (2004: 195) lingkungan (environment) sebagai dasar pengajaran adalah faktor kondisional yang mempengaruhi tingkah laku individu dan merupakan faktor belajar yang penting. Sehingga pemanfaatan lingkungan bisa dijadikan media dalam metode pembelajaran.
Sudjana (2002: 39) Juga menjelaskan hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Sebab hasil belajar siswa disekolah 30% dipengaruhi oleh lingkungan.
Pembelajaran Pembuatan Cerpen untuk Siswa Tingkat SMP
Suyono dan Hariyanto (2011: 9) Menjelaskan “belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian.” Kegiatan ini bertujuan untuk membuat seseorang menjadi tahu dengan menggunakan pengalaman (experience). Pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan pengetahuan, (knowledge), atau a body of knowledge. Definisi ini merupakan definisi umum dalam pembelajaran yang beranggapan bahwa pengetahuan sudah terserak di alam, tinggal bagaimana siswa atau pembelajar bereksplorasi, menggali, dan menemukan kemudian memungutnya, untuk memperoleh pengetahuan. Belajar dikatakan berhasil jika seseorang mampu mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya. Konsep belajar juga menekankan bahwa belajar tidak hanya dari segi teknis, tetap juga tentang nilai dan norma. Ketika pembelajaran berbasis lingkungan berkembang, maka definisi belajar juga menyesuaikan diri. Pembelajaran merupakan suatu cara untuk membuat seseorang belajar. Banyak hal yang dipelajari oleh peserta didik, salah satunya pembelajaran pembuatan cerpen yang disesuaikan dengan jenjang mereka. Untuk menerapkan metode ini penulis melibatkan siswa SMP sebagai objek. Jadi, pembuatan cerpen pun tidak boleh dipaksakan untuk menghasilkan karya yang bagus. Namun disesuaikan dengan kemampuan peserta didik untuk berlatih menuangkan imajinasi.
Siswa SMP adalah siswa yang beranjak remaja dalam proses pencarian jati diri, yang merupakan usia efektif untuk mendapatkan pengetahuan lebih. Meski belum saatnya untuk diberi materi membuat cerpen, paling tidak siswa telah belajar bagaimana berimajinasi dan mengenal bahasa yang bermakna konotasi. Tentunya dalam menuangkan ide menggunakan kata sederhana yang sesuai dengan kemampuan berpikir anak seumuran mereka.
Yang paling utama untuk diperhatikan dalam pembuatan cerpen adalah pemborosan kata. Karena hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan yang fatal jika tidak diberantas lebih awal. “Keterampilan menulis untuk menulis secara jernih, jelas, dan lugu adalah modal utama seorang penulis. Menulislah hal-hal yang konkret yang jelas kita ketahui dan benar-benar kita kuasai” Mochtar lubis ( 2011: 35). Untuk itu latihan ini perlu dilakukan secara rutin agar para peserta didik dapat mengembangkan potensi yang telah mereka miliki dengan maksimal.
Untuk siswa SMP yang merupakan pemula dalam pembelajaran menulis cerpen, lebih baik mengambil objek yang unik secara harfiah terlebih dahulu. Dalam hal latihan teknik atau penguasaan bentuk cerpen, dimulai dengan pemilihan karakter tokoh yang unik, baik secara fisik, sifat, ekspresi, gerakan, maupun cara berpakaian. Selain itu juga keunikan pada latar, tema, dan alur perlu dikembangkan. Siswa juga harus memiliki penguasaan kosakata yang baik. Setelah peserta didik menguasai hal itu, barulah mereka bisa mengadakan percobaan sendiri mengenai susunan bahasa, pemakaian kata-kata dan sebagainya. Sehingga siswa tidak perlu memperhatikan bentuk-bentuk aliran yang memang harus dikuasai sebagai seorang pengarang. Setidaknya peserta didik telah mengenal aliran tersebut tanpa harus menerapkannya dalam pembuatan cerpen. Aliran yang dimaksud, antara lain aliran impresionisme, realisme, naturalisme, dan sebagainya.
Mochtar lubis (2011: 57) Menjelaskan “cerpen yang menarik selalu memiliki sesuatu yang menarik yang hendak diceritakannya.” Ini merupakan salah satu strategi bagaimana sebuah cerpen akan dibaca. Untuk dapat menghidupkan cerita, siswa harus rutin berlatih menulis. Karena sebuah cerpen bukan hanya menyampaikan cerita, tetapi juga menggambarkan sebuah pengalaman berbentuk cerita. Maka syarat untuk membuat sebuah cerpen hidup adalah bagaimana membawa pembacanya memasuki pengalaman cerita itu. Pengalaman dalam hal ini mengajak pembaca untuk ikut menghayati cerita. Dan hal itu hanya bisa diberikan lewat panca indera kita… Mochtar lubis (2011: 82).

0 Response to "LINGKUNGAN PENDIDIKAN"

Post a Comment