PENDAHULUAN
Sebuah kata bijak menyebutkan bahwa masa sekarang di pengaruhi oleh masa yang terdahulu, begitu juga dengan sifat keberagamaan pada manusia, bahwasanya tingkat kesadaran agama pada tiap manusia sangat di pengaruhi pada masa kecilnya.
Masa kanak-kanak adalah masa dimana serang individu mulai dapat berinteraksi dengan individu yang lainya, pada masa inilah sebenarnya masa emas dimana seseorang di perkenalkan dengan agama, karena di masa ini anak yang secara pikiran belum terlalu kritis dalam arti setiap apa yang di berikan oleh orang tuanya akan di terimanaya.
Dalam masa perkembangan keagamanya seorang individu, terdapat faktor faktor yang sangat mempengaruhi keagamaanya, faktor itu dapat berasal dari dalam dirinya atau bersal dari faktor luar. Dalam makalah kali ini penulis akan berusaha menjelaskan proses perkembangan jiwa agama pada anak.
Manusia di lahirkan dalam keadaan lemah jasmani maupun rohani,sejalan dengan bertambahnya umur maka manusia mulai menjalani perubahan pada dirinya baik dari unsur jasmani maupun rohani.
A. PRINSIP-PRINSIP PERKEMBANGAN PADA ANAK
Berikut adalah Prinsip-Prinsip perkembangan pada anak untuk
mencapai tahap kedewasaan, dimana setiap prinsip itu memerlukan bimbingan dan
pengarahan dari orang terdekatnya, prinsip-prinsip perkembangan itu adalah
• Prinsip biologis
• Prinsip tanpa daya
• Prinsip explorasi
Dalam prinsip biologis anak yang sejak lahir adalah di takdirkan tidak mampu memenuhi keperluannya, sehingga ia selalu memerlukan bantuan dari orang dewasa, dalam prinsip ini manusia juga bisa dikatakan bukan mahluk insthinktif.
Prinsip tanpa daya adalah kelanjutan dari teori biologis, yaitu belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan psikisnya menyebebkan si anak tidak mampu melakukan apapun dalam memenuhi keperluannya,sehingga dalam melakukan apapun si anak memerlukan bantuan dari orang dewasa.
Prinsip explorasi akan sejalan dengan proses perkembangan fisik si anak, sehingga ketika sia anak sudah mampu melakukan sesuatu maka si anak dengan instink penasaranya maka sia nak akan mulai melakukan sesuatu yang baru.
Dalam menjalani masa explorasi ini si anak sangat
membutuhkan peran orang di sekitarnya untuk melakukan sesuatu hal ini di
karenakan keterbatasan yang masih di miliki si anak.
B. TEORI-TEORI TIMBULNYA JIWA KEAGAMAAN PADA ANAK
B. TEORI-TEORI TIMBULNYA JIWA KEAGAMAAN PADA ANAK
Dalam proses diamana seorang anak mulai menganal
agama,tentunya hal itu tidak berlangsung begitu saja,terdapat beberapa teori di
mana rasa keberagamaan si anak mulai muncul berikut adalah teori-teori
timbulnya jiwa keagamaan pada anak:
• Rasa ketergantungan
• Instink keagamaan
Teori ketergantungan ini di kemukan oleh thomas melalui teori four wishes. Menurutnya manusia di lahirkan ke duania ini memilki empat keinginaan yaitu:
a. Keinginan untuk berlindung (scurty).
b. Keinginan akan pengalaman baru (new experience).
c. Keinginan mendapat tanggapan (response).
d. Keinginan untuk di kenal (recognation )
Dari keempat teori ini di sepakati bahwa empat faktor di tas adalah saling terikat dengan lingkungan di mana lingkungan adalah menjadi agen pembentuk kepribadian seseorang kelak.
Teori yang kedua yaitu isntink keagamaan,hal ini di kemukakan wodworth,menurutnya belum terlihatnya tindak keagamaan pada anak di karenakn beberapa fungsi kejiwaan yang belum berfungsi.
Namun teori ini mendapat penolakan dari sekelompok orang.
Menilik dari pendapat imam Al Ghozali bahwasanya manusia sejak masih dalam alam
ruh telah membawa fitrah keagamaan, fitrah itu akan berjalan melalui proses
bimbingan dan latihan setelah berada pada tahap kematangan.
C. TAHAPAN PEMAHAMAN JIWA KEAGAMAAN PADA ANAK
C. TAHAPAN PEMAHAMAN JIWA KEAGAMAAN PADA ANAK
Sejalan dengan perkembangan jasmaninya, perkembangan Agama
Pada Anak pun mulai muncul manakala si anak mulai bisa menangkap stimulus dari
luar. Dalam kenyataannya anak akan mengenal agama melalui tahapan berikut :
• The fairy tale stage
• The realistik stage
• The individual stage
Dalam masa perkembangan anak pada tahap tingkatan dongeng / cerita (sejarah) yaitu pada umur 3-6 tahun sia anak mengenal konsep tuhan sesuai apa yang ia terima dari orang di sekitarnya.
Adapun tahap-tahap perkembangan menurut Hurlock selengkapnya
adalah sebagai berikut:
1. - : prenatal
2. 0-2 minggu : orok (infancy)
3. 2 minggu – 2 tahun : bayi (babyhood)
4. 2-6 tahun : anak-anak awal (early childhood)
5. 6-12 tahun : anak-anak akhir (late childhood)
6. 12-14 tahun : pubertas (puberty)
7. 14-17 tahun :remaja awal (early adolescene)
8. 17-21 tahun : remaja akhir (late adolescene)
9. 21-40 tahun : dewasa awal (early adulthood)
10. 40-60 tahun : setengah baya (middle age)
11. 60 tahun ke atas : tua (senescene)
Biasanya orng mmengenalkan konsep tuhan kepada anak anak
dengan pengertian yang sederhan misal tuhan itu baik, tuhan itu penyayang dlsb.
Pada tahap ke dua atau tahap kenyataan si anak mulai mengenal konsep tuhan secara nyata, si anak mendapatkan konsep ketuhanan yang realistik, yang di terimanya saat si anak mulai mengikuti proses pembelajaran formal maupun informal.
Pada tahap ini si anak mulai memiliki kepekaan emosi yang
paling tinggi sejalan dengan peerkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang
individualistis ini terbagi atas tiga golongan yaitu:
1. Konsep ke-Tuhanan yang kinvensional dan konservativ dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal ini di pengaruhi oleh faktor external.
2. Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni di nyatakan dalam
pandangan yang bersifat personal (perorangan)
3. Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistik. Diman agama (tuhan) telah menjadi pedoman dalam hidupnya. Faktor ini di pengaruhi oleh faktor intern dan extern.
3. Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistik. Diman agama (tuhan) telah menjadi pedoman dalam hidupnya. Faktor ini di pengaruhi oleh faktor intern dan extern.
D. FAKTOR PEMBENTUK JIWA KEAGAMAAN PADA ANAK
Adapun faktor yang membentuk anak mulai mengenal dan
mendalami agama tak terlepas dari faktor-faktor berikut yaitu :
• Faktor intern (bawaan)
Di masyarakat yang masih primitif muncul kepercayaan terhadap
roh-roh gaib yang dapat memberikan kebaikan atau bahkan malapetaka. Agar
roh-roh itu tidak berperilaku jahat, maka mereka berusaha untuk mendekatinya
melalui saji-sajian (bahsa sunda = sasajen ) yang di persembahkan kepada roh
roh tersebut. Bahkan di kalangan modern pun masih ada yang mempunyai
kepercayaan kepad hal-hal yang sifatnya tahayul tersebut.
Kenyataan di atas membuktikan bahwa manusia itu memiliki
fitrah untuk mempercayai suatu zat yang mempunyai kekuatan baik memberikan
sesuatu yang bermanfaat maupun yang madharat.
Dalam perkembangannya, fitrah beragama ini ada yang berjalan secara alamiah (seperti contoh-contoh diatas) dan ada juga yang mendapatkan bimbingan dari para rasul Allah SWT.
• Faktor lingkungan (external)
Dalam perkembangannya, fitrah beragama ini ada yang berjalan secara alamiah (seperti contoh-contoh diatas) dan ada juga yang mendapatkan bimbingan dari para rasul Allah SWT.
• Faktor lingkungan (external)
a. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak
oleh karena itu kedudukan keluarga dalam pengembangan kepribadian anak
sangatlah dominan.
Menurut Hurlock (1959 :434) keluarga merupakan “training
centre” bagi penanaman nilai-nilai.pengembangan fitrah atau jiwa beragama anak,
seyogyanya bersamaan dengan perkembangan kepribadianya, yaitu sejak lahir
bahkan lebih dari itu sejak dalam kandungan. Pandangan ini ini di dasarkan
pengamatan para ahli jiwa terhadap orang yang mengalami gangguan jiwa; ternyata
mereka itu di pengaruhi oleh keadaan emosi atau sikap orang tua (terutama ibu)
pada masa mereka dalam kandungan.
Dalam keluarga hendaknya peran orang tua sangat penting.ada
beberapa hal yang perlu menjadi kepedulian ( perhatian) orang tua sebagai
berikut:
1. Menjadi sosok yang patut di tiru,karena pada masa anak anak ini mereka akan mengidentifikasi sosok yang mereka kenal.
2. Mebveri perlakuan yang baik,sekalipun si anak melakukan
kesalahan.
3. Orang tua hendaknya membimbing, mengajarkan atau melatih ajaran agama terhadap anak.
b. Lingkungan sekolah
3. Orang tua hendaknya membimbing, mengajarkan atau melatih ajaran agama terhadap anak.
b. Lingkungan sekolah
Sekolah merupakan lembaga formal yang mempunyai progam yang
sitematik yang melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada anak
(siswa) agar mereka berkembang sesuai dengan yang di harapkan.
Menurut hurlock (1959 :561) pengaruh sekolah terhadap perkembangan kepribadian anak snagat besar, karena sekolah meruapakan subtitusi dari keluarga dan guru-guru subtitusi dari orang tua.
Dalam kaitannya dengan proses pengambanagan keagamaanpara siswa, maka sekolah berperan penting dalam mengembangkan wawasan pemahaman, pembiasaan mengamalkan ibadah atau akhlak melalui pelajaran agama.
c. Lingkungan masyarakat
Yang di magsud lingkungan masyarakat di sisni adalah situasi
atau kondisi interaksi sosial dan sosiokultural yang secara potensial
berpengaruh terhadap terhadap perkembangan fitrah beragama atau kesadaran
beragama individu.
Di dalam masyarakat, individu akan melakukan interaksi sisial dengan teman sebayanya atau anggota masyarakat lainya. Menurut Hurlock (1959: 436) mengemukakan bahwa “standar atau aturan gang (kelompok bermain) memberikan pengaruh kepada pandangan moral dan tingkah laku para anggotanya” Corak perilaku anak merupakan cermin dari corak atau perilaku masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu di sini dapat di kemukakan bahwa kualitas perkembangan kesadaran beragama bagi anak sanagt bergantung pada kulaitas perilaku atau pribadi orang dewasa atau warga masyarakat.
E. SIFAT KEAGAMAAN PADA ANAK
Setelah si anak mulai bisa mengenal apa itu agama maka proses
selanjutnya yang akan di alami oleh si anak adalah di mana dia mulai memahami
agama,setelah anak bisa menerima agama pada dirinya maka akan terlihat beberapa
ciri-ciri sifat ke-agamaan pada anak.
• Unreflection
• Unreflection
Dalam penelitian machion tentang sejumlah konsep ke tuhanan pada diri anak, 73% mereka mengangap tuhan itu seperti manusia. Sifat keagamaan pada anak itu lebih cenderung mengikuti apa yang di katakan oleh orang dewasa, meskipun demikian pada beberapa anak ada yang memiliki ketajaman pikiran untuk menimbang pendapat yang mereka terima dari orang lain.
Penelitian praff mengemukakan dua contoh hal itu :
a. Suatu peristiwa soerang naka mendapat keterangan dari ayahnya bahwa tuhan selalu mengabulkan permintaan hambanya. Kebetulan anak itu berada di depan toko mainan, sekembalinya dari toko si anak lantas berdoa kepada tuhan meminta apa yang dia inginkan itu. Karena hal itu di ketahuai oleh ibunya, maka ia di tegur ibunya, berkata pada anak itu bahwa dalam berdoa tak beleh memaksakan tuhan untuk mengabulkan barang yang di inginkan itu, mendengar hal tersebut anak tadi langsung mengemukakan pertanyaan : mengapa?.
b. Seorang anak permepuan di beri tahukan tentang doa yang dapat menggerakan sebuah guumg, Berdasarkan pengetahuan tersebut maka pada suatu kesempatan anak itu berdoa selam beberapa jam agar tuhan memindahkan gunung-gunung di sekitar washington ke laut. Karena keinginannya itu tidak terwujud maka semenjak itu ia tidak mau berdoa lagi
Menurt praff dua contoh dia atas menunjukan, bahwa anak itu sudah menunjukan pemikiran yang kritis, walaupun bersifat sederhana, menurut penelitian pikiran kritis baru timbul pada usia 12 tahun sejalan dengan pertumbuhan moral. Di usia tersebut, bahkan anak kurang cerdas pun menunjukan pemikiran yang korektif.
• Egosentris
Anak memiliki kesadaran akan dirinya sejak tahun pertama
usia perkembanganya dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan
pengalamanya. Apabila kesadaran akan dirinya mulai subur pada diri anak, maka
akan tumbuh keraguan pada rasa egonya.
Jika kesadaran akan sesuatu tumbuh pada diri anak maka sifat kesadaran itu masih bersifat pribadi (ego), karena pada masa kerkembangannya anak belum memahami kehidupan sosial.
• Antromorphis
Jika kesadaran akan sesuatu tumbuh pada diri anak maka sifat kesadaran itu masih bersifat pribadi (ego), karena pada masa kerkembangannya anak belum memahami kehidupan sosial.
• Antromorphis
Pada umumnya konsep mengenai ke-Tuhan pada anak berasal dari
hasil pengalaman berinteraksi dengan lingkunagan, tapi suatu kenyataan bahwa
konsep ke-Tuhanan mereka jelas mengambarkan aspek-aspek kemanusiaan.
Melalui konsep yang terbentuk dalam pikairan mereka
menganggap bahwa tuhan itu sama dengan manusia. Pada anak yang berusia 6 tahun
menurt praff, pandangan anak tentang tuhan adalah ssebagai berikut : tuhan
memiliki wajah seperti manusia, telinganya lebar dan besar, tuhan tidak makan
tetapi hanya minum embun. Konsep yang demikian itu mereka bentuk sendiri
berdasarkan fantasi.
• Verbalis Dan Ritualis
Dari kenyataan yang didapat di lapangan ternyata kehidupan
agama pada anak anak sebagian besar tumbuh mula mula secara verbal( ucapan ).
Mereka menghafal secara verbal kalimat-kalimat keagamaan dan selain itu pula
dari alamiah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman menurut tuntunan
yang di ajrkan kepada mereka.
• Imitatif
Dalam kehidapan sehari-hari dapat kita saksikan bahwa tindak
keagamaan yang di lakukan oleh anak anak pada dasarnya di peroleh dari meniru
(imitatif). Berdoa dan sholat misalnya mereka laksanakan karena hasil melihat
perbuatan di lingkungan, baik berupa pembiasaan ataupun pengajaran yang
intensif. Para ahli jiwa menganggap bahwa dalam segala hal anak merupakan
peniru yang ulung. Sifat peniru ini merupakan modal yang positif dalam
pendidikin keagamaan pada anak.
Menurut penelitian gilesphy dan young terhadap sejumlah
mahasiswa di salah satu perguruan tinggi menunjukan, bahwa anak yang tidak
mendapatkan pendidikan agama dalam keluarga tidak akan dapat di harapkan
menjadi pemilik keagamaan yang kekal.
Walaupun anak mendapatkan ajaran agama tidak semata mata berdasarkan yang mereka peroleh sejak kecil namun pendidikan keagamaan (religius paedagosis) sanagt mempengaruhi terwujudnya tingkah lakukeagamaan (religius behaviour) melalui sifat meniru.
• Rasa heran
Walaupun anak mendapatkan ajaran agama tidak semata mata berdasarkan yang mereka peroleh sejak kecil namun pendidikan keagamaan (religius paedagosis) sanagt mempengaruhi terwujudnya tingkah lakukeagamaan (religius behaviour) melalui sifat meniru.
• Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan
terakhir pada anak. Berada dengan rasa kagum yang ada pada orang dewasa, maka
rasa kagum pada anak ini belum bersifat kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum
terhadap keindahan lahiriayah saja. Hal ini merupakan langkah pertama dari
kenyataan kebutuhan anak akan dorongan untuk utuk mengenal sesuatu yang baru
(new experience). Rasa kagum mereka dapat di salurkan melalui cerita-cerita
yang menimbulkan rasa takjub.
KESIMPULAN
Dari berbagai reverensi yang saya ambil saya berkesimpulan bahwa perkembangan agama pada anak.melalui proses atau tahapan pemahaman yang di awali denagan konsep tuhan yang sangat sederhana,dan kemudian akan berlanjut ke pada pemahaman yang lebih mendalam tentu saja hal ini sejalan dengan pertumbuhan fisik dan kejiwaanya.
Dalam proses awal dimana perkembengan agama pada anak mulai terjadi disinilah faktor yang sangat membentuk jiwa ke agamaan pada anak yaitu faktor dari internal dan external seperti yang sudah di ulas di depan.dari pada itu saat perkembangan ini sangat di butuhkan tindakan yang tepat dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaludin.H,Psikologi Agama,Jakarta : Pt. Raja Grafindo Persada,2003
Jalaludin Dan Ramayulis,Pengantar Ilmu Jiwa Agama,Jakarta: Kalam Mulia,1993
Yusuf,Syamsu,Psyikologi Perkembanagn Anak Dan Remaja,Bandung: Rosda,2008
0 Response to "PERKEMBANGAN KEJIWAAN PADA ANAK"
Post a Comment