A. Pengertian, Syarat dan Rukun Tayamum
Kata tayamum menurut bahasa sama dengan
al-qashdu yang berarti menuju, menyengaja. Menurut pengertian syara’ tayamum
adalah menyengaja (menggunakan) tanah untuk menyapu dua tangan dan wajah dengan
niat agar dapat mengerjakan shalat dan sepertinya. Tayamum adalah pengganti
wudlu atau mandi, sebagai rukhsah (keringanan) untuk orang yang tidak dapat
memakai air karena beberapa halangan (uzur) yaitu karena sakit, karena dalam
perjalanan, dan karena tidak adanya air. Pensyari’atan tayamum ini berdasarkan
firman Allah dalam Q. S. Al-Nisa’ ayat 43, sebagai berikut:
Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir
atau datang dari tempat buang air atau kamu Telah menyentuh perempuan, Kemudian
kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci);
sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha
Pengampun.
Dalam hal ini terdapat bebebrapa syarat dari
tayamum yaitu: pertama, sudah masuk waktu shalat maksudnya tayamum
disyariai’atkan untuk orang yang terpaksa. Sebelum masuk waktu shalat ia belum
terpaksa, sebab shalat belum waajib atasnya ketika itu. Kedua, sudah diusahakan
mencari air tetapi tidak dapat, sedangkan waktu shalat sudah masuk. Kita
disuruh bertayamum bila tidak ada air setelah dicari dan yakin tidak ada,
kecuali orang sakit yang tidak diperbolehkan memakai air, maka tidak menjadi syarat
baginya. Ketiga, dengan tanah yang suci dan berdebu. Dan yang keempat,
menghilangkan najis maksudnya sebelum bertayamum itu hendaknya harus bersih
dari najis.
Adapun rukun-rukun tayamum ialah niat, mengusap
wajah (muka) dengan tanah (debu), mengusap kedua tangan sampai ke siku dengan
tanah (debu) dan menertibkan rukun-rukun tersebut. Sedangkan hal-hal yang
membatalkan tayamum yaitu setiap perkara yang membatalkan wudlu dan ketika
adanya air. Adanya air disini adalah ketika mendaptkan air sebelum shalat, maka
batallah tayamum bagi orang yang melakukan tayamum tersebut karena ketiadaan
air bukan karena sakit.
B. Hikmah Tayamum
Diantara hal-hal yang dituduh menyelisihi akal
adalah masalah tayamum. Maka ada tanggapan bahwa tayamum tidak dapat diterima oleh
akal apabila ditinjau dari dua segi, yaitu: pertama, tanah atau debu adalah
sesuatu yang kotor, sehingga tidak dapat menghilangkan daki maupun
kotoran-kotoran lainnya. Demikian pula tidak dapat membersihkan pakaian. Kedua,
tayamum hanya disyari’atkan pada dua anggota badan (wudlu), dan ini tidak
sesuai dengan akal logika yang sehat.
Benar jika syari’at tayamum itu memang tidak
sesuai dengan akal yang picik. Akan tetapi, ia sangat selaras dengan akal yang
sehat. Karena sesungguhnya Allah SWT telah menjadikan air sebagai su,ber utama
kehidupan, sementara manusia diciptakan dati tanah. Tubuh kita tersiri dari dua
unsur tersebut, yakni air dan tanah. Dan telah pula dijadikan dari dua unsur
itu makanan bagi kita. Lalu keduanya dijadikan alat bagi kita untuk bersuci dan
beribadah. Tanah adalah materi asal kejadian manusia dan air adalah sumber
kehidupan bagi segal sesuatu. Lalu Allah SWT menyusun alam ini dan kedua unsur
itu sebagai sumber utamanya.
Pada dasarnya, bahan yang dipakai untuk
membersihkan sesuatu dari kotoran dari situasi dan kondisi yang biasa adalah
air. Tidak diperkenankan untuk tidak mempergunakan air sebagai bahan pembersih,
kecuali pada saat itu air tidak ada, atau karena adanya halangan seperti sakit
serta sebab-sebab yang lain (yang dapat dibenarkan oleh syara’). Pada saat
kondisi tidak memungkinkan untuk mempergunakan air seperti itu, maka
mempergunakan tanah sebagai pengganti air adalah jauh lebih utama dibandingkan
dengan yang lain. Hal ini karena tanah adalah saudara kandung air. Meskipun
pada lahirnya tanah (debu) nampak kotor, namun ia dapat mensucikan kotoran
secara batin. Hal ini diperkuat oleh kemampuan tanah untuk menghilangkan
kotoran-kotoran secara lahir ataupun mengurangi kadar kotornya. Ini adalah
persoalan yang tidak asing bagi mereka yangilmu yang mendalam, sehingga mampu
mengungkap hakikat-hakikat dari sesuatu amalan serta memahami kaitan antara
lahir dan batin bersama interaksi yang terjadi diantara keduanya.
Adapun segi atau pandangan yang kedua, yaiut
pensyari’atan tayamum yang hanya pada dua anggota badan (wudlu) tidak sesuai
dengan akal, sementara telah diketahui, bahwa tayamum disyari’atkan pada
seluruh anggota badan (wudlu) seperti halnya dengan air.
Akan tetapi, pada hakikatnya pensyari’atan
tayamum hanya pada dua anggota badan (wudlu) berada pada puncak kesucian dan
keselarasan dengan akal yang sehat, serta mengandung rasia dan hikmah yang
cukup mendalam. Karena pada umumnya, melumuri kepala denagna debu (tanah)
adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan jiwa yang normal. Oleh sebab itu,
perbuatan tersebut umumnya hanya dilakukan orang saat ia ditimpa musibah dan
kesulitan. Adapun kedua kaki umumnya adalah anggota badan yang senantiasa
bersentuhan dengan tanah.
Dari sisi lain, menyapukan tanah (debu) kemuka
atau wajah merupakan gambaran ketundukan dan pengagungan kepada Allah SWT, dan
kerendan hati sangat disukai oleh Allah SWT dan mengandung manfaat yang besar
bagi hamba. Oleh sebab itu, diperintahkan bagi setiap hamba untuk sujud dan
langsung menempelkan wajahnya langsung ke tanah, dan tidak melakukan sesuatu
yang menghalangi wajahnya bersebtuhan dengan tanah.
Apabila kita telusuri persoalan ini lebih jauh,
maka akan nampak bagi kita hikmah lain yang unik, dimana tayamum disyari’atkan
hanya pada dua anggota badan (wudlu) yang wajib dibasuh saat seseorang
berwudlu, dan tidak disyari’atkan pada dua anggota badan (wudlu) lain yang
boleh untuk dibasuh. Bukankah kaki boleh dibasuh di atas sepatu dan kepala
boleh disuh di atas sorban? Maka setelah kepala dan kaki mendapat keringanan
dari mencuci menjadi membasuh saat berwudlu, sudah sepatutnya apabila kedua
anggota ini juga diberi keringanan atas dasar pengampunan untuk tidak disapu
dengan tanah saat melakukan tayamum. Sebab, apabila kepala dan kaki
disyari’atkan untuk disapu pula dengan tanah (debu) pada saat bertayamum,
niscaya tidak ada keringanan yang terjadi (akan tetapi justru memberatkan).
Yang ada hanyalah perpindahan bentu dari menyapu dengan menyapu dengan tanah
(debu). Dan ini menyalahi hikmah pensyari’atan tayamum yang bertujuan
memberikan keringanan. Dari sini nampak jelas, bahwa hokum yang ditetapkan oleh
syari’at Islam itu demikian sempurna dan adil. Dan inilah timbangan yang benar
untuk memahami persoalan ini.
Memang benar kalau banyak hikmah yang dapat
dipetik dari adanya pensyari’atan ini, maka secara singkat akan diuraikan
hikmah-hikmah yang lain diantaranya:
- Untuk menunjukkan sifat Rahman dan Rahim Tuhan, bahwa syariat Islam itu tidak mempersulit umat-Nya. Manusia diperintah melaksanakan ajaran-Nya sesuai dengan kesanggupanmasing-masing. Bila tidak ada air atau dalam keadaan sakit yang tidak boleh menggunakan air, maka Allah memberikan kemurahan dengan memperbolehkan menggunakan debu sebagai pengganti air.
- Hikmah yang terdapat pada tanah sebagai pengganti air untuk bersuci antara lain adalah tanah mudah didapat dan juga dapat melemahkan nafsu amarah kita, karena tanah yang biasanya kita injak, pada saat tayamum harus kita sapukan pada wajah kita. Ini berarti menuntut keikhlasan dan kesabaran kita.
- Menyadarkan akan asal manusia diciptakan, bahwa dirinya diciptakan dari tanah. Ini berarti menuntut manusia agar bersifat merendahkan diri dan tidak berlaku sombong.
- Memberikan kesadaran bahwa tidak ada alas an untuk meninggalkan ibadah. Hal ini juga menunjukkan keluwesan ajaran Islam yang lengkap sesuai dengan kebutuhan manusia. Contohnya, menggunakan debu untuk menghilangkan hadas karena ketidak adaan air atau udzur menggunakan air.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut pengertian syara’ tayamum adalah
menyengaja (menggunakan) tanah untuk menyapu dua tangan dan wajah dengan niat
agar dapat mengerjakan shalat dan sepertinya. Syarat-syarat dari tayamum yaitu:
sudah masuk waktu shalat, sudah diusahakan mencari air tetapi tidak dapat,
sedangkan waktu shalat sudah masuk, dengan tanah yang suci dan berdebu aerta
yang terakhir menghilangkan najis. Adapun rukun-rukun tayamum ialah niat,
mengusap wajah (muka) dengan tanah (debu), mengusap kedua tangan sampai ke siku
dengan tanah (debu) dan menertibkan rukun-rukun tersebut. Sedangkan hal-hal
yang membatalkan tayamum yaitu setiap perkara yang membatalkan wudlu dan ketika
adanya air.
Hikmah yang dapat dipetik dari adanya
pensyari’atan tayamum diantaranya yaitu: Pertama, untuk menunjukkan sifat
Rahman dan Rahim Tuhan, bahwa syariat Islam itu tidak mempersulit umat-Nya.
Manusia diperintah melaksanakan ajaran-Nya sesuai dengan
kesanggupanmasing-masing. Bila tidak ada air atau dalam keadaan sakit yang
tidak boleh menggunakan air, maka Allah memberikan kemurahan dengan
memperbolehkan menggunakan debu sebagai pengganti air. Kedua, hikmah yang
terdapat pada tanah sebagai pengganti air untuk bersuci antara lain adalah
tanah mudah didapat dan juga dapat melemahkan nafsu amarah kita, karena tanah
yang biasanya kita injak, pada saat tayamum harus kita sapukan pada wajah kita.
Ini berarti menuntut keikhlasan dan kesabaran kita. Ketiga, menyadarkan akan
asal manusia diciptakan, bahwa dirinya diciptakan dari tanah. Ini berarti
menuntut manusia agar bersifat merendahkan diri dan tidak berlaku sombong. Dan
yang keempat, memberikan kesadaran bahwa tidak ada alasan untuk meninggalkan
ibadah. Hal ini juga menunjukkan keluwesan ajaran Islam yang lengkap sesuai
dengan kebutuhan manusia.
0 Response to "SYARAT DAN RUKUN TAYAMUM"
Post a Comment