1.1 Latar
Belakang
Koloid adalah
suatu bentuk campuran yang keberadaannya terletak antara
suspesi danlarutan. Contohnya susu kental
manis. Ada dua cara pembuatan koloid, yaitu cara kondensasi dan cara dispensi.
Pada cara kondensasi partikel melokeler dikondensasikan menjadi partikel dengan
ukuran koloid. Pada cara dispersasi bahan dalam bentuk kasar dihaluskan
kemudian didispersasikan kedalam medium perdispersinya. Contohnya pada
pembuatan agar-agar dan pencampuran larutan detergen dengan air dan minyak tanah.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk meningkatkan motivasi belajar khususnya bagi siswa, banyak faktor
yangmempengaruhinya
dan beberapa cara untuk meningkatkan motivasi belajarnya.
1.3 Maksud dan
Tujuan Penulisan
Maksud
penelitian ini adalah untuk mengetahui pentingnya motivasi belajar bagi
siswa.Dan tujuannya untuk menjelaskan apa itu motivasi, belajar, pentingnya
motivasi belajar,faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar, dan
cara-cara meningkatkan motivasi belajar.
1.4 Manfaat
Penulisan
Metode yang
kami pakai dalam penyusunan karya ilmiah ini adalah:- Mencari sumber baik Buku,
Koran, ataupun Internet- Mancari keterangan-keterangan lain dari orang-orang
terdekat
BAB II
JENIS-JENIS KOLOID
2.1Pengertian
Koloid
Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya antara larutan dan
suspensi. Koloid merupakan sistem heterogen, dimana suatu zat
"didispersikan" ke dalam suatu media yang homogen. Ukuran zat yang
didispersikan berkisar dari satu nanometer (nm) hingga satu mikrometer (µm).
Jika kita campurkan susu (misalnya, susu instan) dengan air, ternyata
susu "larut" tetapi "larutan" itu tidak bening melainkan
keruh. Jika didiamkan, campuran itu tidak memisah dan juga tidak dapat
dipisahkan dengan penyaringan (hasil penyaringan tetap keruh). Secara makroskopis
campuran ini tampak homogen. Akan tetapi, jika diamati dengan mikroskop ultra
ternyata masih dapat dibedakan partikel-partikel lemak susu yang tersebar di
dalam air. Campuran seperti inilah yang disebut koloid.
Jadi, koloid tergolong campuran heterogen dan merupakan sistem dua fase.
Zat yang didipersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang digunakan
untuk mendispersikan zat disebut medium dispersi. Fase terdispersi bersifat diskontinu
(terputus-putus), sedangkan medium dispersi bersifat kontinu. Pada
campuran susu dengan air, fase terdispersi adalah lemak, sedangkan medium
dispersinya adalah air.
2.2 Perbedaan
antara larutan Suspensi dan Koloid
Perbedaan yang
paling mendasar ada pada ukuran molekul zat terlarut. Jika ukuran molekul zat
terlarutnya di bawah 1 nanometer, maka itu disebut larutan di mana zat
terlarutnya tidak terlihat dan pelarut hampir tidak mengalami perubahan
karakteristik visual (warna, transparansi, difusivitas cahaya, absorptivitas
cahaya, dsb).
Jika ukurannya antara 1 nanometer hingga 1 mikrometer, maka yang terbentuk adalah koloid di mana seluruh molekul zat terlarut mengubah seluruh karakteristik visual pelarutnya dan terdispersi. Dapat dikatakan bahwa antara pelarut dan zat terlarut benar-benar tercampur.
Ukuran lebih dari 1 mikrometer berarti terjadi suspensi, di mana molekul2 zat terlarut tidak terlarutkan dan tidak terdispersi melainkan mengendap di dasar wadah. Hampir tidak mengubah karakteristik visual pelarutnya.
Sesungguhnya ukuran 1 nanometer atau 1 mikrometer itu tidak pasti, hal ini tergantung pada kapasitas pelarutnya apakah mampu menampung zat terlarutnya hingga menjadi kondisi campuran tertentu (larutan, koloid, atau suspensi). Kapasitas pelarut yang dimaksud adalah ukuran molekul pelarut dan hubungan antar molekul antara pelarut dan zat terlarut. Itulah yang membedakan mengapa hidrokarbon tidak larut dalam air namun larut dalam alkohol.
2.3 Jenis-jenis
koloid
Penggolongan
sistem koloid didasarkan pada jenis fase pendispersi dan fase terdispersi
· 1. Aerosol
Sistem koloid
dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut aerosol. Jika
zat yang terdispersi berupa zat padat disebut aerosol padat. Contoh aerosol
padat : debu buangan knalpot. Sedangkan zat yang terdispersi berupa zat cair
disebut aerosol cair. Contoh aerosol cair : hairspray dan obat semprot.
Untuk
menghasilkan aerosol diperlukan suatu bahan pendorong (propelan aerosol).
Contoh propelan aerosol yang banyak digunakan yaitu CFC dan CO2.
· 2. Sol
Sistem koloid
dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut sol. Contoh sol :
putih telur, air lumpur, tinta, cat dan lain-lain. Sistem koloid dari partikel
padat yang terdispersi dalam zat padat disebut sol padat. Contoh sol padat :
perunggu, kuningan, permata (gem).
· 3. Emulsi
Sistem koloid
dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut emulsi. Sedangkan
sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat padat disebut emulsi
padat dan sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam gas disebut emulsi
gas. Syarat terjadinya emulsi yaitu kedua zat cair tidak saling melarutkan.
Emulsi
digolongkan ke dalam 2 bagian yaitu emulsi minyak dalam air dan emulsi air
dalam minyak.. Contoh emulsi minyak dalam air : santan, susu, lateks. Contoh
emulsi air dalam minyak : mayonnaise, minyak ikan, minyak bumi. Contoh emulsi
padat : jelly, mutiara, opal.
Emulsi
terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi (emulgator). Misalnya sabun
dicampurkan kedalam campuran minyak dan air, maka akan diproleh campuran stabil
yang disebut emulsi.
· 4. Buih
Sistem koloid
dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih, sedangkan sistem koloid
dari gas yang terdispersi dalam zat padat disebut buih padat.Buih digunakan
dalam proses pengolahan biji logam dan alat pemadam kebakarn. Contoh buih cair
: krim kocok (whipped cream), busa sabun. Contoh buih padat : lava, biskuit.
Buih dapat
dibuat dengan mengalirkan suatu gas ke dalam zat yang mengandung pembuih dan
distabilkan oleh pembuih seperti sabun dan protein. Ketika buih tidak
dikehendaki, maka buih dapat dipecah oleh zat-zat seperti eter, isoamil dan
alkohol.
· 5. Gel
Sistem koloid
dari zat cair yang terdispersi dalam zat padat dan bersifat setengah kaku
disebut gel. Gel dapat terbentuk dari suatu sol yang zat terdispersinya
mengadsropsi medium dispersinya sehingga terjadi koloid yang agak padat. Contoh
gel : agar-agar, semir sepatu, mutiara, mentega.
Campuran gas dengan gas tidak membentuk sistem
koloid tetapi suatu larutan sebab semua gas bercampur baik secara homogen dalam
segala perbandingan.
Sistem koloid dapat dikelompokkan, seperti tabel berikut :
N
|
Fase
Terdispersi
|
Medium
Pendispersi
|
Nama Koloid
|
Contoh
|
1
|
Gas
|
Cair
|
Busa/Buih
|
Buih sabun,
krim kocok
|
2
|
Gas
|
Padat
|
Busa padat
|
Batu apaung,
karet busa
|
3
|
Cair
|
Gas
|
Aerosol
|
Awan, kabut
|
4
|
Cair
|
Cair
|
Emulsi
|
Susu, santan
|
5
|
Cair
|
Padat
|
Emulsi padat
|
Keju,
mentega, mutiara
|
6
|
Padat
|
Gas
|
Aerosol padat
|
Asap, debu
|
7
|
Padat
|
Cair
|
Sol
|
Cat, kanji,
tinta
|
8
|
Padat
|
Padat
|
Sol padat
|
Kaca
berwarna, paduan logam
|
2.4 Sifat-sifat
koloid
1. Efek Tyndall
Cara yang
paling mudah untuk membedakan suatu campuran merupakan larutan, koloid, atau
suspensi adalah menggunakan sifat efek Tyndall . Jika seberkas cahaya
dilewatkan melalui suatu sistem koloid, maka berkas cahaya tersebut kelihatan
dengan jelas. Hal itu disebabkan penghamburan cahaya oleh partikel-partikel
koloid. Gejala seperti itulah yang disebut efek Tyndall koloid.
Istilah efek Tyndall didasarkan pada nama
penemunya, yaitu John Tyndall (1820-1893) seorang ahli fisika Inggris. John
Tyndall berhasil menerangkan bahwa langit berwarna biru disebabkan karena
penghamburan cahaya pada daerah panjang gelombang biru oleh partikel-partikel
oksigen dan nitrogen di udara. Berbeda jika berkas cahaya dilewatkan melalui
larutan, nyatanya berkas cahaya seluruhnya dilewatkan. Akan tetapi, jika berkas
cahaya tersebut dilewatkan melalui suspensi, maka berkas cahaya tersebut
seluruhnya tertahan dalam suspensi tersebut.
2. Gerak Brown
Dengan
menggunakan mikroskop ultra (mikroskop optik yang digunakan untuk melihat
partikel yang sangat kecil) partikel-partikel koloid tampak bergerak
terus-menerus, gerakannya patah-patah (zig-zag), dan arahnya tidak menentu.
Gerak sembarang seperti ini disebut gerak Brown. Gerak Brown ditemukan oleh
seorang ahli biologi berkebangsaan Inggris, Robert Brown ( 1773 – 1858), pada
tahun 1827.
Gerak Brown
terjadi akibat adanya tumbukan yang tidak seimbang antara partikel-partikel
koloid dengan molekul-molekul pendispersinya. Gerak Brown akan makin cepat,
jika partikel-partikel koloid makin kecil. Gerak Brown adalah bukti dari teori
kinetik molekul.
3. Elektroforesis
Koloid ada yang
netral dan ada yang bermuatan listrik. Bagaimana mengetahui suatu koloid
bermuatan listrik atau tidak? Dan mengapa koloid bermuatan listrik?
Jika
partikel-partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik, berarti partikel
koloid tersebut bermuatan listrik. Jika sepasang elektrode dimasukkan ke dalam
sistem koloid, partikel koloid yang bermuaran positif akan menuju elektrode
negatif (katode) dan partikel koloid yang bermuatan negatif akan menuju
elektrode positif (anode). Pergerakan partikel-partikel koloid dalam medan
listrik ke masing-masing elektrode disebut elektroforesis . Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa elektroforesis dapat digunakan untuk
menentukan jenis muatan koloid
Pada sel elektroforesis, partikel-partikel
koloid akan dinetralkan muatannya dan digumpalkan di bawah masing-rnasing
elektrode. Di samping untuk menentukan muatan suatu partikel koloid,
elektroforesis digunakan pula dalam industri, misalnya pembuatan sarung tangan
dengan karet. Pada pembuatan sarung tangan ini, getah karet diendapkan pada
cetakan berbentuk tangan secara elektroforesis. Elektroforesis juga digunakan
untuk mengurangi pencemaran udara yang dikeluarkan melalui cerobong asap
pabrik. Metode ini pertama-tama dikembangkan oleh Frederick Cottrell (1877 -
1948) dari Amerika Serikat. Metode ini dikenal dengan metode Cottrell .
Cerobong asap pabrik dilengkapi dengan suatu pengendap listrik (pengendap
Cottrell), berupa lempengan logam yang diberi muatan listrik yang akan
menggumpalkan partikel-partikel koloid dalam asap buangan.
4. Absorpsi
Suatu partikel
koloid akan bermuatan listrik apabila terjadi penyerapan ion pada permukaan
partikel koloid tersebut. Contohnya, koloid Fe(OH) 3 dalam air akan
menyerap ion H + sehingga bermuatan positif, sedangkan koloid As
2 S 3 akan menyerap ion-ion negatif. Kita tahu bahwa peristiwa
ketika permukaan suatu zat dapat menyerap zat lain disebut absorpsi .
Berbeda dengan absorpsi pada umumnya, penyerapan yang hanya sampai ke bagian
dalam di bawah permukaan suatu zat, suatu koloid mempunyai kemampuan
mengabsorpsi ion-ion. Hal itu terjadi karena koloid tersebut mempunyai
permukaan yang sangat luas. Sifat absorpsi partikel-partikel koloid ini dapat
dimanfaatkan, antara lain sebagai berikut.
a. Pemutihan gula pasir
Gula pasir yang
masih kotor (berwarna coklat) diputihkan dengan cara absorpsi. Gula yang masih
kotor dilarutkan dalam air panas, lalu dialirkan melalui sistem koloid, berupa
mineral halus berpori atau arang tulang. Kotoran gula akan diabsorpsi oleh
mineral halus berpori atau arang tulang sehingga diperoleh gula berwarna putih.
b. Pewarnaan serat wol, kapas, atau sutera
Serat yang akan
diwarnai dicampurkan dengan garam A1 2 (SO 4 ) 3,
lalu dicelupkan dalam larutan zat warna. Koloid Al(OH) 3 yang
terbentuk, karena A1 2 (SO 4) 3 terhidrolisis,
akan mengabsorpsi zat warna.
c. Penjernihan air
Air
keruh dapat dijernihkan dengan menggunakan tawas (K 2 SO 4
A1 2 (SO 4 ) 3 ) yang ditambahkan ke dalam air
keruh. Koloid Al(OH) 3 yang terbentuk akan mengabsorpsi,
menggumpalkan, dan mengendapkan kotoran-kotoran dalam air.
d. Obat
Serbuk karbon
(norit), yang dibuat dalam bentuk pil atau tablet, apabila diminum dapat
menyembuhkan sakit perut dengan cara absorpsi. Dalam usus, norit dengan air
akan membentuk sistem koloid yang mampu mengabsorpsi dan membunuh
bakteri-bakteri berbahaya yang menyebabkan sakit perut.
e. Alat Pembersih (sabun)
Membersihkan
benda-benda dengan mencuci memakai sabun didasarkan pada prinsip absorpsi. Buih
sabun mempunyai permukaan yang luas sehingga mampu mengemulsikan kotoran yang
melekat pada benda yang dicuci.
f. Koloid tanah liat mampu menyerap koloid
humus
Koloid tanah
dapat mengabsorpsi koloid humus yang diperlukan tumbuh-tumbuhan sehingga tidak
terbawa oleh air hujan.
5. Koagulasi
Koagulasi adalah proses
penggumpalan partikel-partikel koloid. Proses koagulasi ini terjadi akibat
tidak stabilnya sistem koloid. Sistem koloid stabil bila koloid tersebut
bermuatan positif atau bermuatan negatif. Jika muatan pada sistem koloid
tersebut dilucuti dengan cara menetralkan muatannya, maka koloid tersebut
menjadi tidak stabil lalu terkoagulasi (menggumpal). Koagulasi dengan cara
menetralkan muatan koloid dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai
berikut.
1) Penambahan Zat Elektrolit
Jika pada suatu
koloid bermuatan ditambahkan zat elektrolit, maka koloid tersebut akan
terkoagulasi. Contohnya, lateks (koloid karet) bila ditambah asam asetat, maka
lateks akan menggumpal. Dalam koagulasi ini ada zat elektrolit yang lebih
efisien untuk mengoagulasikan koloid bermuatan, yaitu sebagai berikut.
a. Koloid bermuatan positif lebih mudah
dikoagulasikan oleh elektrolit yang muatan ion negatifnya lebih besar. Contoh;
koloid Fe(OH) 3 adalah koloid bermuatan positif, lebih mudah
digumpalkan oleh H 2 SO 4 daripada HC1.
b. Koloid bermuatan negatif lebih mudah
dikoagulasikan oleh elektrolit yang muatan ion positifnya lebih besar. Contoh;
koloid As 2 S 3 adalah koloid bermuatan negatif, lebih
mudah digumpalkan oleh BaCl 2 daripada NaCl
2) Mencampurkan Koloid yang Berbeda Muatan
Bila dua koloid yang berbeda muatan
dicampurkan, maka kedua koloid tersebut akan terkoagulasi. Hal itu disebabkan
kedua koloid saling menetralkan sehingga terjadi gumpalan. Contoh, campuran
koloid Fe(OH) 3 dengan koloid As 2 S 3 .
Selain koagulasi yang disebabkan adanya
pelucutan muatan koloid, seperti di atas, ada lagi proses koagulasi dengan cara
mekanik, yaitu melakukan pemanasan dan pengadukan terhadap suatu koloid.
Contohnya, pembuatan lem kanji, sol kanji dipanaskan sampai membentuk gumpalan
yang disebut 1em kanji.
Di bawah ini
beberapa contoh koagulasi dalam kehidupan sehari-hari dan dalam industri.
a) Pembentukan delta di muara sungai.
Hal ini terjadi karena koloid tanah liat akan
terkoagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam air laut.
b) Penggumpalan lateks (koloid karet) dengan
cara menambahkan asam asetat ke dalam lateks.
c) Sol tanah liat (berbentuk lumpur) dalam air,
yang membuat air menjadi keruh, akan menggumpal jika ditambahkan tawas. Ion Al
3+ akan menggumpalkan koloid tanah liat yang bermuatan negatif.
6. Koloid Liofil dan Koloid Liofob
Adanya sifat
absorpsi dan zat terdispersi (dengan fase padat) terhadap mediumnya (dengan
fase cair), maka kita mengenal dua jenis sol, yaitu sol liofil dan sal liofob. Sol
liofil ialah sol yang zat terdispersinya akan menarik dan mengabsorpsi
molekul mediumnya. Sol liofob ialah sol yang zat terdispersinya tidak
menarik dan tidak mengabsorpsi molekul mediumnya.
Bila sol
tersebut menggunakan air sebagai medium, maka kedua jenis koloid tersebut
adalah sol hidrofil dan sot hidrofob. Contoh koloid hidrofil adalah kanji,
protein, sabun, agar-agar, detergen, dan gelatin. Contoh koloid hidrofob adalah
sol-sol sulfida, sol-sol logam, sol belerang, dan sol Fe(OH) 3 .
Sol liofil
lebih kental daripada mediumnya dan tidak terkoagulasi jika ditambah sedikit
elektrolit. Oleh karena itu, koloid liofil lebih stabil jika dibandingkan
dengan koloid liofob. Untuk menggumpalkan koloid liofil diperlukan elektrolit
dalam jumlah banyak, sebab selubung molekul-molekul cairan yang berfungsi
sebagai pelindung harus dipecahkan terlebih dahulu. Untuk memisahkan mediumnya,
pada koloid liofil, dapat kita lakukan dengan cara pengendapan atau penguraian.
Akan tetapi, jika zat mediumnya ditambah lagi, maka akan terbentuk koloid
liofil lagi. Dengan kata lain, koloid liofil bersifat reversibel .
Koloid liofob mempunyai sifat yang berlawanan dengan koloid liofil.
7. Dialisis
Untuk
menghilangkan ion-ion pengganggu kestabilan koloid pada proses pembuatan
koloid, dilakukan penyaringan ion-ion tersebut dengan menggunakan membran semipermeabel
. Proses penghilangan ion-io n
pengganggu dengan cara menyaring menggunakan membran/selaput semipermeabel
disebut dialisis . Proses dialisis tersebut adalah sebagai berikut.
Koloid dimasukkan ke dalam sebuah kantong yang terbuat dari selaput
semipermeabel. Selaput ini hanya dapat melewatkan molekul-molekul air dan
ion-ion, sedangkan partikel koloid tidak dapat lewat. Jika kantong berisi
koloid tersebut dimasukkan ke dalam sebuah tempat berisi air yang mengalir,
maka ion-ion pengganggu akan menembus selaput bersama-sama dengan air. Prinsip
dialisis ini digunakan dalam proses pencucian darah orang yang ginjalnya (alat
dialisis darah dalam tubuh) tidak berfungsi lagi.
8. Koloid Pelindung
Untuk sistem
koloid yang kurang stabil, perlu kita tambahkan suatu koloid yang dapat
melindungi koloid tersebut agar tidak terkoagulasi. Koloid pelindung ini akan
membungkus atau membentuk lapisan di sekeliling partikel koloid yang
dilindungi. Koloid pelindung ini sering digunakan pada sistem koloid tinta,
cat, es krim, dan sebagainya; agar partikel-partikel koloidnya tidak
menggumpal. Koloid pelindung yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi disebut emulgator
(zat pengemulsi). Contohnya, susu yang merupakan emulsi lemak dalam air,
emulgatornya adalah kasein (suatu protein yang dikandung air susu). Sabun dan
detergen juga termasuk koloid pehindung dari emulsi antara minyak dengan air
2.5 koloid pada
kehidupan sehari-hari
Sistem koloid
banyak digunakan pada kehidupan sehari-hari, terutama dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini disebabkan sifat karakteristik koloid yang penting,
yaitu dapat digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling
melarutkan secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi dalam skala
besar.
Berikut ini adalah tabel aplikasi koloid:
Berikut ini
adalah penjelasan mengenai aplikasi koloid:
1. Pemutihan
Gula
Gula tebu yang masih
berwarna dapat diputihkan. Dengan melarutkan gula ke dalam air, kemudian
larutan dialirkan melalui sistem koloid tanah diatomae atau karbon. Partikel
koloid akan mengadsorpsi zat warna tersebut. Partikel-partikel koloid
tersebut mengadsorpsi zat warna dari gula tebu sehingga gula dapat berwarna
putih.
2. Penggumpalan
Darah
Darah mengandung sejumlah koloid
protein yang bermuatan negatif. Jika terjadi luka, maka luka tersebut dapat
diobati dengan pensil stiptik atau tawas yang mengandung ion-ion Al3+
dan Fe3+. Ion-ion tersebut membantu agar partikel koloid di
protein bersifat netral sehingga proses penggumpalan darah dapat lebih mudah
dilakukan.
3. Penjernihan
Air
Air keran (PDAM) yang ada saat ini
mengandung partikel-partikel koloid tanah liat,lumpur, dan berbagai partikel
lainnya yang bermuatan negatif. Oleh karena itu, untuk menjadikannya layak
untuk diminum, harus dilakukan beberapa langkah agar partikel koloid tersebut
dapat dipisahkan. Hal itu dilakukan dengan cara menambahkan tawas (Al2SO4)3.Ion
Al3+ yang terdapat pada tawas tersebut akan terhidroslisis
membentuk partikel koloid Al(OH)3 yang bermuatan positif melalui
reaksi:
Al3+ +
3H2O à Al(OH)3 +
3H+
Setelah itu, Al(OH)3
menghilangkan muatan-muatan negatif dari partikel koloid tanah liat/lumpur
dan terjadi koagulasi pada lumpur. Lumpur tersebut kemudian mengendap bersama
tawas yang juga mengendap karena pengaruh gravitasi. Berikut ini adalah skema
proses penjernihan air secara lengkap:
2.6
Cara membuat koloid
Jika kita atau sebuah industri
akan memproduksi suatu produk berbentuk koloid, bahan bakunya adalah larutan
(partikel berukuran kecil) atau suspensi (partikel berukuran besar).
Didasarkan pada bahan bakunya, pembuatan koloid dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu sebagai berikut.
1. Kondensasi
Kondensasi adalah cara
pembuatan koloid dari partikel kecil (larutan) menjadi partikel koloid.
Proses kondensasi ini didasarkan atas reaksi kimia; yaitu melalui reaksi
redoks, reaksi hidrolisis, dekomposisi rangkap, dan pergantian pelarut.
1) Reaksi
Redoks
Contoh
a. Pembuatan
sol belerang dari reaksi redoks antara gas H2S dengan larutan SO2
Persamaan
reaksinya: 2 H 2 S (g) + SO 2 (aq)
→2 H 2 O (l) + 3 S (s) sol belerang
b. Pembuatan
sol emas dari larutan AuCl 3 dengan larutan encer formalin (HCHO).
Persamaan
reaksinya:
2 AuCl
3(aq) + 3 HCHO (aq) + 3H 2 O (l) → 2 Au
(s) + 6HCl (aq) + 3 HCOOH (aq) sol emas
2) Reaksi
Hidrolisis
Contoh,
pembuatan sol Fe(OH) 3 dengan penguraian garam FeCl 3
Persamaan reaksinya adalah: mengunakan air mendidih.
FeCl 3
(aq) + 3 H 2 O (l) → Fe(OH)
3 (s) + 3 HCl ( aq)
sol Fe(OH)
3
3) Reaksi
Dekomposisi Rangkap
Contoh
a) Pembuatan
sol As 2 S 3, dibuat dengan mengalirkan gas H 2
S dan asam arsenit (H 3 AsO 3 ) yang encer.
Persamaan
reaksinya: 2 H 3 AsO 3 (aq) + 3 H 2 S (g)
→ As 2
S 3 (s) + 6H 2 O (l)
sol As 2
S 3
b) Pembuatan
sol AgCl dari larutan AgNO 3 dengan larutan NaCl encer.
Persamaan
reaksinya: AgNO 3 (aq) + NaC1 (aq) → AgCl (s)
+ NaNO 3 (aq) Sol AgCl
4) Reaksi
Pergantian Pelarut
Contoh,
pembuatan sol belerang dari larutan belerang dalam alkohol
ditambah
dengan air. Persamaan reaksinya:
S (aq)
+ alkohol + air → S (s)
Larutan S sol belerang
2. Dispersi
Dispersi adalah
pembuatan partikel koloid dari partikel kasar (suspensi). Pembuatan koloid
dengan dispersi meliputi: cara mekanik, peptisasi, busur Bredig, dan
ultrasonik.
1) Proses
Mekanik
Proses
mekanik
adalah proses pembuatan koloid melalui penggerusan atau penggilingan (untuk
zat padat) serta dengan pengadukan atau pengocokan (untuk zat cair). Setelah
diperoleh partikel yang ukurannya sesuai dengan ukuran koloid, kemudian
didispersikan ke dalam medium (pendispersinya). Contoh, pembuatan sol
belerang.
2) Peptisasi
Peptisasi adalah cara
pembuatan koloid dengan menggunakan zat kimia (zat elektrolit) untuk memecah
partikel besar (kasar) menjadi partikel koloid. Contoh, proses pencernaan
makanan dengan enzim dan pembuatan sol belerang dari endapan nikel sulfida,
dengan mengalirkan gas asam sulfida.
3) Busur
Bredig
Busur Bredig ialah alat
pemecah zat padatan (logam) menjadi partikel koloid dengan menggunakan arus
listrik tegangan tinggi. Caranya adalah dengan membuat logam, yang hendak
dibuat solnya, menjadi dua kawat yang berfungsi sebagai elektrode yang
dicelupkan ke dalam air; kemudian diberi loncatan listrik di antara kedua
ujung kawat.
Logam
sebagian akan meluruh ke dalam air sehingga terbentuk sol logam. Contoh,
pembuatan sol logam.
4) Suara
Ultrasonik
Cara ini
hampir sama dengan cara busur Bredig, yaitu sama-sama untuk pembuatan sol
logam. Ka1au busur Bredig menggunakan arus listrik tegangan tinggi, maka cara
ultrasonik menggunakan energi bunyi dengan frekuensi sangat tinggi, yaitu di
atas 20.000 Hz.
|
0 Response to "PENGERTIAN LARUTAN KOLOID"
Post a Comment