PERJANJIAN DALAM ISLAM



A.   PENGERTIAN PERJANJIAN MENURUT ISLAM
1.      Pengertian
Secara Etimologi, perjanjian dalam bahasa arab sering disebut dengan istilah al-mu’ahadah (janji), al-ittifa(kesepakatan), dan al-‘aqdu(ikatan). Secara terminologi, perjanjian atau aqad secara umum ialah diartikan suatu janji setia kepada Allah SWT, atau suatu ikatan yang dibuat oleh manusia dengan manusia lainnya dalam pergaulan hidupnya sehari-hari.
Istilah perjanjian dalam hukum Indonesia disebut akad dalam hukum Islam. Definisi perjanjian  ialah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi di atas secara jelas terdapat konsensur antara para pihak, yaitu persetujuan antara pihak satu dengan pihak lain dan pelaksanaan perjanjian tersebut terletak pada lapangan harta kekayaan. Menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata  perjanjian ialah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Suatu perjanjian ialah semata-mata untuk suatu persetujuan yang diakui oleh hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok di dalam dunia usaha dan menjadi dasar bagi kebanyakan transaksi dagang seperti jual beli barang, tanah, pemberian kredit, asuransi, pengangkutan barang, pembentukan organisasi usaha dan termasuk juga menyangkut tenaga kerja.
2.      Syarat perjanjian (akad)
Adapun syarat-syarat perjanjian (akad) ini ialah:
-          Harus jelas atau terang pengertiannya, dalam artian bahwa lafaz yang dipakai dalam ijab dan qabul harus jelas maksud dan tujuannya menurut kebiasaan yang berlaku.
-          Harus ada kesesuaian (tawaffuq) antara ijab dan qabul dalam semua segi perjanjian, untuk menghindari terjadinya kesalah-pahaman di antara para pihak yang melakukan perjanjian di kemudian hari.
-          Harus memperlihatkan kesungguhan dan keridhaan (tidak ada paksaan) dari para pihak yang terkait untuk melaksanakan isi perjanjian yang telah dibuat, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang penuh.

B.      PERJANJIAN DALAM ISLAM (ILEGAL)
1.      Pengertian
Perjanjian Ilegal dalam islam ialah perjanjian yang tidak sah menurut hukum islam. Islam ialah agama yang syamil, yang mencangkup segala permasalahan manusia. Nah, disini kami sebagai kelompok II menyajikan perjanjian dalam islam secara ilegal diambil dari dua perjanjian, yaitu perjanjian(akad) pernikahan dan perjanjian(akad) jual beli.
a.      Perjanjian(aqad) pernikahan
Pernikahan ialah akad atau perjanjian yang mengandung maksud membolehkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan.
Di akad ini ada beberapa pernikahan yang terlarang (dilarang oleh agama islam) antara lain sebagai berikut :
1.      Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah ialah perkawinan untuk masa tertentu, dalam arti pada waktu aqad dinyatakan masa tertentu,  yang bila masa itu telah dalam. Nikah ini masih dijalankan oleh penduduk Iran yang bermazhab Syi’ah Imamiyah dan disebut dengan nikah munqati’.
2.      Nikah tahlil atau muhallil
Ialah perkawinan yang dilakukan untuk menghalalkan orang yang telah melakukan talak tiga untuk segera kembali kepada istrinya. Bila seseorang telah menceraikan istrinya sampai tiga kali, baik dalam satu masa atau berbeda masa, si suami tidak boleh lagi kawin dengan bekas istrinya itu kecuali bila istrinya itu telah menikah dengan laki-laki lain, kemudian bercerai dan habis pula iddahnya.
3.      Nikah Syigar      
Ialah perbuatan dua orang laki-laki yang saling menikahi anak perempuan dari laki-laki lain dan masing-masing menjadikan pernikahan itu sebagai maharnya.
                       
Perkawinan yang diharamkan oleh agama islam ialah sebagai berikut :
1.      Mahram Muabbad
Yaitu orang-orang yang haram melakukan pernikahan untuk selamanya ada 3 kelompok :
-  disebabkan oleh adanya hubungan kekerabatan
     Perempuan-perempuan yang haram dikawini oleh seorang laki- laki untuk selamanya disebabkan oleh hubungan kekerabatan atau masih sedarah.
-          Haram perkawinan karena adanya hubungan perkawinan (musharahah).
Bila seseorang laki-laki melakukan perkawinan dengan seseorang perempuan, maka terjadilah hubungan antara si laki-laki dengan si kerabat perempuan, demikian pula sebaliknya terjadi pula hubungan antara si perempuan dengan kerabat dari laki-laki itu.
-          Karena hubungan persusuan
Bila seseorang laki-laki menyusu kepada seseorang perempuan maka air susu perempuan itu menjadi darah dan pertumbuhan bagi si anak sehingga perempuan yang menyusukan itu telah seperti ibunya.
                       
2.      Mahram ghairu muabbad
Ialah larangan kawin yang berlaku untuk sementara berarti tidak boleh kawin dalam waktu tertentu karena sesuatu hal; bila hal tersebut sudah tidak ada, maka larangan itu tidak berlaku lagi. Larangan kawin sementara itu berlaku dalam hal-hal tersebut dibawah ini :
a.       Memadu dua orang yang bersaudara.
b.      Perkawinan yang kelima.
c.       Perempuan yang bersuami atau dalam iddah.
d.      Mantan istri yang telah ditalak tiga bagi mantan suaminya.
e.       Perempuan yang sedang ihram.
f.       Perempuan pezina sebelum bertaubat.
g.      Perempuan musryik.
b.      Perjanjian(aqad) Jual Beli
      Jual beli menurut bahasa ialah “saling tukar”, sedangkan menurut terminologi jual beli diartikan dengan tukar menukar harta secara suka sama suka atau peralihan pemilikan dengan cara penggantian menurut bentuk yang dibolehkan.
Berdasarkan Al Quran, sunnah, ijma’ dan dalil aqli. Allah SWT   membolehkan jual-beli agar manusia dapat memenuhi kebutuhannya selama hidup di dunia ini. Namun dalam melakukan jual-beli, tentunya ada ketentuan-ketentuan ataupun syarat-syarat yang harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar. Seperti jual beli yang dilarang yang akan kita bahas ini, karena telah menyelahi aturan dan ketentuan dalam jual beli, dan tentunya merugikan salah satu pihak, maka jual beli tersebut dilarang.
Diantara jual beli yang dilarang dalam islam tersebut antara lain:
1.      Jual beli gharar
     Ialah jual beli yang mengandung unsur-unsur penipuan dan pengkhianatan, baik karena ketidakjelaasan dalam objek jual beli atau ketidakpastian dalam cara pelaksanaannya. Hukum jual beli ini ialah haram. Alasan haramnya ialah tidak pasti dalam objek,baik barang atau uang atau cara transaksinya itu sendiri.
                                                        
2.      Jual beli mulaqih
  Ialah jual beli yang barang yang menjadi objeknya hewan yang masih berada dalam bibit jantan sebelum bersetubuh dengan yang betina. Alasan pelarangannya ialah apa yang diperjualbelikan tidak berada di tempat akad dan tidak dapat pula dijelaskan kualitas dan kuantitasnya. Ketidakjelasan ini menimbulkan ketidak relaan pihak-pihak.
3.      Jual beli mudhamin
  Ialah transaksi jual beli yang objeknya ialah hewan yang masih berada dalam perut induknya. Alasan larangannya ialah tidak jelasnya objek jual beli. Meskipun sudah tampak wujudnya,namun tidak dapat diserahkan diwaktu akad dan belum pasti pula apakah dia lahir dalam keadaan hidup atau mati.
4.      Jual beli muhaqalah
  Ialah jual beli buah-buahan yang masih berada ditangkainya dan belum layak untuk dimakan. Alasan haramnya jual beli ini ialah karena objek yang diperjual belikan masih belum dapat dimanfaatkan.
5.      Jual beli mulamasah
  Mulamasah artinya ialah sentuhan. Jual beli mulamasah ialah jual beli yang berlaku antara dua pihak, yang satu diantaranya menyentuh pakaian pihak lain yang diperjual belikan waktu malam atau siang, dengan ketentuan mana yang tersentuh itu, itulah yang dijual. Hukum jual beli inii ialah haram. Alasan haramnya ialah karena ketidak jelasan objek transaksi, yang dijadikan salah satu syarat dari barang yang diperjual belikan.
6.      Jual beli shubrah
  Ialah jual beli barang yang ditumpuk yang mana bagian luar yang kelihatan lebih baik dari bagian dalam. Alasan haramnya jual beli ini ialah penipuan.
7.      Jual beli talqi rukban
  Yaitu jual beli setelah si pembeli datang menyongsong penjual sebelum dia sampai di pasar dan mengetahui harga pasaran. Alasan larangan ini ialah penipuan terhadap penjual yang belum mengetahui keadaan pasar. Oleh karena syarat jual beli sudah dipenuhi, namun caranya yang mungkin mendatangkan penyesalan kemudian yang tidak menghasilkan rela sama rela, maka jual beli ini tetap sah. Hanya dalam hal ini si penjual diberi hak khiyar yaitu hak untuk menentukan apakah jual beli dilanjutkan atau tidak.
8.       Jual beli ‘urban
Ialah jual beli atas suatu barang dengan harga tertentu , dimana pembeli memberikan uang muka dengan catatan bahwa bila jual beli jadi dilangsungkan akan membayar dengan harga yang telah disepakati, namun kalau tidak jadi uang muka untuk menjual yang telah menerimanya lebih dahulu. Alasan haramnya jual beli ini ialah ketidakpastian jual beli.

0 Response to "PERJANJIAN DALAM ISLAM"

Post a Comment