KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah yang telah
menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa
pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini di susun oleh penyusun
dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang
datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari
Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang Pegadaian
Syariah
sengaja penulis pilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati dan
perlu mendapat dukungan dari semua pihak.
Penyusun juga mengucapkan terima
kasih kepada guru / dosen pembimbing yang telah banyak membantu penyusun agar
dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan
dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
wssalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………
i
DAFTAR ISI ……………………………………… ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………… 1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Asuransi Syariah ..................................
….…………… 2
B. Perbedaan Asuransi Syariah dan
Konvensional.................………… 4
C. Asuransi yang
diperbolehkan............................................................ 5
D. Ciri-ciri Asuransi Syariah ........................................................... 6
BAB III PENUTUP
SIMPULAN
……………………………………… 9
SARAN .......................................................... 9
DAFTAR
PUSTAKA
............................................................. 10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Asuransi
syariah telah banyak berkembang di indonesia karena muslim di indonesia
merupakan penduduk yang terbesar yang
berartinya pasar yang sangat potensial dalam dunia bisnis.Asuransi Syariah
adalah sebuah sistem dimana para peserta meng-infaq-kan/menghibahkan sebagian
atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi
musibah yang dialami oleh sebagian peserta. Peranan perusahaan disini hanya
sebatas pengelolaan operasional asuransi dan investasi dari dana-dana/kontribusi
yang diterima/dilimpahkan kepada perusahaan.
Asuransi syari’ah disebut juga
dengan asuransi ta’awun yang artinya tolong menolong atau saling
membantu . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta’awun prinsip
dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk
menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
ASURANSI SYARIAH
Menurut Dewan Syariah Nasional,
definisi ASURANSI SYARIAH (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha
untuk saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui
investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan
syariah.
Asuransi
Syariah adalah sebuah sistem dimana para peserta meng-infaq-kan/menghibahkan
sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika
terjadi musibah yang dialami oleh sebagian peserta. Peranan perusahaan disini hanya
sebatas pengelolaan operasional asuransi dan investasi dari
dana-dana/kontribusi yang diterima/dilimpahkan kepada perusahaan.
Asuransi syari’ah disebut juga
dengan asuransi ta’awun yang artinya tolong menolong atau saling
membantu . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta’awun prinsip
dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk
menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip
ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya :
“Dan saling tolong menolonglah dalam
kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan
permusuhan”
2
MENGAPA HARUS ASURANSI SYARIAH?
Asuransi yang selama ini digunakan
oleh mayoritas masyarakat (konvensional) bukan merupakan asuransi yang dikenal
oleh para pendahulu dari kalangan ahli fiqh, karena tidak termasuk transaksi
yang dikenal oleh fiqh Islam, dan tidak pula dari kalangan para sahabat yang
membahas hukimnya.
Terjadi perbedaan pendapat ulama
tentang asuransi non syariah (konvensional) yang disebabkan oleh perbedaan ilmu
dan ijtihad mereka. Alasannya antara lain :
1. Pada transaksi asuransi
konvensional terdapat jahalah (ketidaktahuan) dan ghoror
(ketidakpastian), dimana tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan keuntungan
atau kerugian pada saat berakhirnya periode asuransi.
2. Di dalamnya terdapat riba
atau syubhat riba. Hal ini akan lebih jelas dalam asuransi jiwa, dimana
seseorang yang membeli polis asuransi membayar sejumlah kecil dana/premi dengan
harapan mendapatkan uang yang lebih banyak dimasa yang akan datang, namun bisa
saja dia tidak mendapatkannya. Jadi pada hakekatnya transaksi ini adalah tukar
menukar uang, dan dengan adanya tambahan dari uang yang dibayarkan, maka ini
jelas mengandung unsur riba, baik riba fadl dan riba nasi’ah.
3. Asuransi ini termasuk jenis
perjudian (maysir), karena salah satu pihak membayar sedikit harta untuk
mendapatkan harta yang lebih banyak dengan cara untung-untungan atau tanpa
pekerjaan. Jika terjadi kecelakaan ia berhak mendapatkan semua harta yang
dijanjikan, tapi jika tidak maka ia tidak akan mendapatkan apapun.
Melihat ketiga hal di atas, dapat
dikatakan bahwa transaksi dalam asuransi konvensional yang selama ini kita
kenal, belum sesuai dengan transaksi yang dikenal dalam fiqh Islam. Asuransi
syari’ah dengan prinsip ta’awunnya, dapat diterima oleh masyarakat dan
berkembang cukup pesat pada beberapa tahun terakhir ini.
3
Asuransi syariah dengan perjanjian
di awal yang jelas dan transparan serta aqad yang sesuai syariah, dimana
dana-dana dan premi asuransi yang terkumpul (disebut juga dengan dana tabarru’)
akan dikelola secara profesional oleh perusahaan asuransi syariah melalui
investasi syar’i dengan berlandaskan prinsip syariah.
Dan pada akhirnya semua dana yang
dikelola tersebut (dana tabarru’) nantinya akan dipergunakan untuk menghadapi
dan mengantisipasi terjadinya musibah/bencana/klaim yang terjadi diantara
peserta asuransi. Melalui asuransi syari’ah, kita mempersiapkan diri secara
finansial dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip transaksi yang sesuai
dengan fiqh Islam. Jadi tidak ada keraguan untuk berasuransi syari’ah.
B. PERBEDAAN
ASURANSI SYARIAH DAN KONVENSIONAL
Ada beberapa perbedaan mendasar
antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional.
Perbedaan tersebut adalah:
- Asuransi syari’ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dari MUI yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syariah ini tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.
- Akad yang dilaksanakan pada asuransi syari’ah berdasarkan tolong menolong. Sedangkan asuransi konvensional berdasarkan jual beli
- Investasi dana pada asuransi syari’ah berdasarkan Wakallah bil Ujrah dan terbebas dari Riba. Sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga (riba) sebagai bagian penempatan investasinya
- Kepemilikan dana pada asuransi syari’ah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya.
4
- Pembayaran klaim pada asuransi syari’ah diambil dari dana tabarru’ (dana kebajikan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong menolong di antara peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambilkan dari rekening dana perusahaan.
- Pembagian keuntungan pada asuransi syari’ah dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.
C.
ASURANSI YANG DIBOLEHKAN
Meski
sudah memasyarakat dan lazim digunakan orang di seluruh dunia, namun kalau kita
mau jujur dengan hati nurani, sebenarnya ada banyak kelemahan dalam asuransi
konvensional yang kita kenal. Di antaranya adalah:
a.
Asuransi Konvensional Mengandung
Unsur-unsur Tidak Pasti
Ketidakpastian yang dimaksud adalah antara peserta dengan perusahaan sama-sama tidak tahu, berapa yang harus dikeluarkan dan berapa yang akan didapat. Bisa jadi seorang peserta asuransi berharap akan bisa mendapat banyak dari klaim, tapi bisa juga tidak mendapat apa-apa.
Akad ini berarti mengandung jahalah yang diharamkan dalam agama. Di mana penjual dengan pembeli sama-sama tidak tahu keuntungan dan kerugian masing-masing. Karena masih sangat bergantung dengan banyak kejadian.
5
b. Premi Diputar dalam Investasi dengan Sistem Ribawi
Perusahaan asuransi konvensional membenamkan dananya dengan sistem ribawi. Uang premi yang terkumpul dari peserta akan diinvestasikan dengan cara haram. Karena itu hasilnya pun merupakan uang riba yang haram juga.
Bila peserta asuransi mengajukan klaim, tentu saja uang
hasil klaim itu bersumber dari investasi ribawi.
c. Asuransi konvensional termasuk
jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai
d. Hidup dan mati manusia dijadikan
objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah
Sehingga dengan segala kekurangan ini, banyak ulama yang
mengharamkan kesertaan kita dalam perusahaan asuransi konvensional. Sebab
asuransi yang begini lebih dekat kepada sebuah perjudian.
Sebagai alternatif dan solusi yang jitu, cerdas dan sesuai
syariah, sebaiknya kita mengikuti program asuransi yang resmi menggunakan
sistem syariah. Sebab asuransi syariah ini sudah dikaji secara mendalam oleh
para ulama, baik di tingkat nasional maupun internasional, serta sudah
difatwakan kehalalannya.
D.
CIRI-CIRI
ASURANSI SYARIAH
1. Akad asuransi syari’ah adalah bersifat tabarru’, sehingga tidak mengenal premi melainkan infaq atau sumbangan. Dan sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali.
6
Atau jika tidak
tabarru’, maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan
diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai
dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu
adalah keuntungan hasil mudhorobah bukan riba.
2. Akad
asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi
kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak
bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan
tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jama’ah (seluruh peserta
asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).
3. Akad
asuransi syari’ah bersih dari gharar dan riba. Sebab perusahaan asuransi
diharamkan berinvestasi dengan cara konvensional yang ribawi. Hanya boleh
menggunakan sistem syariah, yaitu bagi hasil.
Selain itu jenis usahanya pun harus dipilih yang halal, tidak boleh misalnya untuk pabrik minuman keras, rokok, usah hiburan maksiat dan sebagainya.
4.
Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.
Dan dari segi keuntungan duniawi maupun ukhrawi, asuransi syariah memiliki keunggulan. Antara lain:
a.
Prinsip akad asuransi syariah adalah
takafuli (tolong-menolong). Di mana nasabah yang satu menolong nasabah
yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional
bersifat tadabuli (jual-beli antara nasabah dengan perusahaan).
7
b. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
c. Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
d. Bila ada peserta yang terkena musibah, untuk pembayaran klaim nasabah dana diambilkan dari rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
e. Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.
f. Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah yang merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.
8
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Berdasarkan uraian bahasan “ ASURANSI SYARIAH
“ dapat disimpulkan bahwa :
1.
Asuransi Syariah yang boleh di
lakukan adalah pegadain yang berdasar pada ketentuan
syariah.
2.
Asuransi konvensional mengandung
unsur riba.
B.
SARAN
Bertolak dari pembahasan “ASURANSI SYARIAH
“ penyusun memberikan saran sebagai berikut :
1. Asuransi syariah hendaknya harus memenuhi syarat dan rukun agar
tidak melanggar syariat islam.
2. Bagi pembaca penulis mengharapkan kritik
dan sarannya yang bersifat membangun demi sempurnanya makalah ini.
9
0 Response to "MAKALAH ASURANSI SYARIAH"
Post a Comment