KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan tugas makalah sosiologi yang berjudul “Keadilan ” tepat pada waktunya.
Kami
menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Seperti halnya pepatah “ tak ada gading yang tak retak “, oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat
membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap
agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.
Amin
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ……………………………………..1
DAFTAR
ISI ……………………………………..2
PENDAHULUAN
……………………………………..3
A.
Latar Belakang ……………………………………..3
B.
Tujuan ……………………………………..3
C.
Manfaat ……………………………………..3
PEMBAHASAN
……………………………………..4
Pengertian
Sifat Keadilan ……………………………………..4
Prinsip
Keadilan ……………………………………..5
Keistimewaan
……………………………………..5
Penutup
……………………………………..10
Daftar
Pustaka ……………………………………..11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Agama merupakan bidang studi yang mempelajari kehidupan
dimasa yang lalu, sekarang, dan akan datang, salah satu didalamnya yaitu sifat
adil yang masih terbagi-bagi dalam beberapa macam. Kebanyakan siswa-siswi
beranggapan bahwa pelajaran agama itu sulit karena terlalu banyak
penjelasan-penjelasan dan tulisan-tulisan yang membuat mereka rumit untuk
membaca dan dimengertinya. Inilah yang menjadi salah satu latarbelakang mengapa
kami membuat makalah agama ini, selain untuk penambah nilai dalam bidang studi
tersebut.
B. Tujuan
-
Menambah ilmu
-
Untuk mengetahui macam-macam sifat adil.
-
Untuk mengetahui keberlakuan sifat adil
C. Manfaat
-
Ilmuh bertambah
-
Kami jadi mengetahui macam-macam sifat adil
-
Kami jadi mengetahui keberlakuan sifat adil
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian sifat keadilan
Keadilan barasal dari kata adil,
artinya dapat meletakkan sesuatu pada tempatnya. Misalnya dalam menetapkan
hukum, yang salah disalahkan dan yang benar di benarkan, dengan tidak
membedakan yang diadili. Sifat adil artinya, suatu sifat yang teguh, kukuh yang
tidak menunjukkan memihak kepada seorang atau golongan. Adil itu sikap mulia
dan sikap yang lurus tidak terpengaruh karena factor keluarga, hubungan kasih
sayang, kerabat karib, golongan dan sebagainya.
Sesungguhnya ALLAH SWT. maha adil
dan ALLAH SWT menetapkan bahwa setiap manusia masing-masing bertanggung jawab
atas perbuatannya sendiri. Seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang
lain dan tidak memperoleh pahalah selain apa yang diusahakannya sendiri.
Terhadap semua hasil seseorang itu, nantinya ALLAH SWT akan membalas dengan
yang setimpal dan penuh keadilan.
Sebagaimana dalam firman ALLAH SWT yang artinya :
(yaitu) bahwasanya seorang berdosa
tidak akan memikul dosa orang ain dan bahwasanya seorang manusia tidak
memperoleh selain apa yang telah diusahakan. dan bahwasanya usahanya itu kelak
akan diperlihatkan (kepadanya). kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan
balasanm yang paling sempurna dan bahwasanya kepada tuhanmulaqh kesudahan
(segala sesuatu).
Sesungguhnya ALLAH SWT menyuruh
manusia untuk berlaku adil sebagaimana firmannya yang artinya:
Sesungguhnya ALLAH menyuruh (kamu)
berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberikan kepada kaum kerabat, dan ALLAH
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Berlaku adil dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu
Adil sering diartikan sebagai sikap moderat, obyektif
terhadap orang lain dalam memberikan hukum, sering diartikan pula dengan
persamaan dan keseimbangan dalam memberikan hak orang lain., tanpa ada yang
dilebihkan atau dikurangi. Seperti yang dijelaskan Al Qur’an dalam surah Ar Rahman/55:7-9
“ Dan Allah telah meninggikan langit-langit dan Dia
meletakkan neraca (keadilan) suapaya kamu jangan melampaui batas neraca itu.
Dan tegakkanlah timbangan itu dengan dengan adil dan janganlah kamu mengurangi
neraca itu”
Kata adil sering disinonimkan dengan
kata al musawah (persamaan) dan al qisth
(moderat/seimbang) dan kata adil dilawankan dengan kata dzalim.
Dalam Al Qur’an kata adil dan anak katanya diulang sekitar
30 (tiga puluh) kali. Al Qur’an mengungkapkannya sebagai salah satu dari asma’
al husna Allah dan perintah kepada Rasulullah untuk berbuat adil dalam
menyikapi semua umat yang muslim maupun yang kafir. Begitu juga perintah untuk
berbuat adil ditujukan kepada kaum mukminin dalam segala urusan.
B. PRINSIP KEADILAN DALAM ALAM RAYA
Jika kita perhatikan alam raya
sekitar kita, maka akan kita dapatkan prinsip adil/keseimbangan itu menjadi
ciri utama keberlangsungan dunia. Malam dan siang, gelap dan terang, panas dan
dingin, basah dan kering, bahkan udara tersusun dalam susunan keseimbangan yang
masing-masing fihak tidak ada yang mengambil/mengurangi hak sisi lain.
Tata surya kita, matahari, bumi
bulan dan planet lainnya berada dalam jalur/garis edar obyektif yang tidak ada
satupun dari tata surya itu merampas jalur fihak lain, jika perampasan fihak
lain itu terjadi bisa kita bayangkan bagaimana jadinya alam ini, pasti akan
terjadi benturan-benturan yang berarti kebinasaan dan kehancuran. (QS. Al
Qamar: 49, Al Mulk: 3, Yasin: 40, Ar Rahaman:5-7)
Kelangsungan hidup manusia sangat
ditentukan oleh keseimbangan pernafasannya antara menghirup dan membuang. Jika
tarikan dan pembuangan tidak seimbang maka manusia akan mengalami kesulitan
bernafas dan biasanya kehidupan akan segera berhenti. Begitu juga susunan fisik
manusia, memiliki komposisi seimbang antara cairan, udara, dan benda padat
(tulang dan otot), jika keseimbangan ini terganggu maka kehidupanpun akan
terganggu. Demikian pula susunan materi dan ruhiyah, antara fisik, akal dan
rasa. Jika ada satu fihak yang mengambil hak sisi lain dapat dipatikan akan
terjadi ketimpangan hidup. Dst.
C. KEISTIMEWAAN SIKAP ADIL/MODERAT
Sikap adil/moderat akan menjamin
kelangsungan sebuah konsep. Sebab sikap berlebihan yang meskipun dibutuhkan
suatu saat ia tidak akan tahan lama. Misal; berlari akan mempercepat daya
tempuh tetapi tidak semua orang tahan lama berlari, berbeda dengan berjalan,
meskipun ia lebih lambat, namun ia lebih tahan lama.
Sikap moderat/adil lebih menjamin keadaan istiqamah
(lurus) dan terhindar dari penyimpangan. As Shirat al Mustaqim
(QS 1:6) banyak dijelaskan oleh para mufassir sebagai sebuah jalan yang berada
di tengah-tengah antara dua jalan yang menyimpang kiri maupun kanan.
Sikap adil/moderat menunjukkan nilai
khairiyyah (kebaikan). Aristotles mengatakan: “Kebaikan itu berada
di antara dua sikap kehinaan” Islam menyebut shalat wustha sebagai sebaik-baik
shalat. Orang Arab mengatakan : “Khairul umuri ausathuha
(Sebaik-baik urusan adalah yang paling moderat)
Posisi adil/moderat adalah posisi yang paling aman, jauh
dari bahaya dibandingkan dengan sikap tatharruf (marginal/pinggiran) yang
memang lebih awal terkena jika bahaya datang.
Sikap adil/moderat adalah simbol kekuatan. Kita perhatikan
dalam rentang usia manusia, usia yang paling dibanggakan adalah rentang usia
tengah antara masa kanak-kanak dan masa tua renta.
Posisi adil/moderat adalah pusat
persatuan dan kesatuan. Berapapun sisi yang dimiliki oleh sebuah bidang, maka
titik sentral akan mempersatukan semua sisi itu. Perhatikan sebuah roda yang
memiliki banyak jeruji, bagaimana jika tidak ada titik tengahnya, di mana
mereka bisa bersatu?
D. SISI MODERAT/KEADILAN DALAM AJARAN ISLAM
Sikap adil dalam syariah Islam dapat
kita lihat dalam setiap sendi ajarannya, baik secara teoritis maupun aplikatif,
tarbawiy (pendidikan) maupun tasyri’iy (peraturan).
Islam sangat moderat dalam bidang akidah, pemahaman, ibadah, ritual, akhlaq,
adab, hukum dan peraturan.
1. Aqidah
Dalam bidang akidah, Islam merupakan
konsep moderat anatara kaum khurafat yang mempercayai semua kekuatan sebagai
tuhan dan kaum mterealis yang tidak mempercayai kecuali yang tertangkap alat
inderanya saja.
Pandangannya tentang manusia adalah pandangan moderat antara
mereka yang mempertuhankan manusia (menganggap bisa melakukan apa saja,
semaunya) dan mereka yang menganggap manusia sebagai wayang yang tidak berdaya
apa-apa. Islam memandang manusia sebagi makhluk hamba Allah yang bertanggung
jawab. Dsb.
2. Ibadah
Islam membuat keseimbangan ibadah
bagi umatnya antara kebutuhan ukhrawiy dan kebutuhan duniawiy. Pemeluk Islam
yang baik bukanlah yang menghabiskan waktunya hanya untuk ibadah ritual tanpa
memperhatikan bagian duniawinya, begitu juga bukan pemeluk yang baik jika hanya
memeperhatikan duniawi tanpa memberikan porsi ukhrawi. Contoh jelas dalam hal
ini adalah, hari juma’t, ada perintah untuk shalat juma’h, larangan melakukan
perdagangan pada waktu itu, tetapi kemudian disusul perintah mencari rizki
begitu usai shalat jum’at. (QS. 62: 9-10)
3. Akhlaq
Pandangan normatif Islam terhadap
manusia adalah pertengahan antara mereka yang idealis memandang manusia harus
berada dalam kondisi prima, tidak boleh salah sebagaimana malaikat, dan mereka
yang menganggap manusia sebagai makhluk hidup (hewan) yang bebas melakukan apa
saja yang disukai, tanpa ada norma yang mengikatnya. Islam memandang manusia
sebagai makhluk yang berpotensi salah sebagaimana ia berpotensi benar (QS. Asy
Syams: 7-10).
Dalam memandang dunia, Islam memiliki sikap moderat antara
yang menganggapnya segala-galanya (Dan mereka mengatakan: “Hidup hanyalah kehidupan
kita di dunia saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan” QS. AL
An’am/6:29), dengan mereka yang menganggap dunia sebagai keburukan yang harus
dijauhi. Islam memandang dunia sebagai ladang akherat, Islam menuntun manusia
pada kebaikan dunia dan akhirat.
4. Tasyri’
Dalam bidang halal-haram Islam
adalah pertengahan antara Yahudi yang serba haram (QS. 4:160-164) dan Nasrani
yang serba halal. Islam menghalalkan yang baik dan mengharamkan yang buruk (QS.
7:157)
Dalam urusan keluarga Islam adalah pertengahan antara mereka
yang melarang nikah sama sekali (seperti dalam kerahiban nasrani) dan mereka
yang memperbolehkan nikah tanpa batas (jahiliyyah), begitu juga dengan
perceraian, antara mereka yang melarang cerai sama sekali (seperti nasrani), dan
yang memperbolehkan perceraian tanpa batas.
Dalam kepemilikan, konsep Islam adalah pertengahan antara
mereka yang menafikan milik pribadi (sosialis) dan yang menafikan milik
sosial/memanjakan milik pribadi (kapitalis). Islam mengakui milik pribadi,
tetapi mewajibkan adanya hak sosial dalam setiap kepemilikan pribadi. Dst.
E. DISTRIBUSI KEADILAN
Islam mewajibkan ummatnya berlaku
adil dalam semua urusan. Al Qur’an mendistribusikan kewajiban sikap adil dalam
beberapa hal seperti :
1. Menetapkan hukum
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” QS.4:58
2. Memberikan hak orang lain.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
berbuat adil dan berbuat kebajikan..” QS. 16:90
3. Dalam berbicara
“Dan apabila kamu berkata, maka
hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabatmu.”QS. 6:152
4. Dalam kesaksian
“Wahai orang-orang yang beriman,
jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena
Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatnu. QS.
4:135
5. Dalam pencatatan hutang piutang
“Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar..”QS 2:282
6. Dalam Mendamaikan perselisihan
“…maka damaikan antara keduanya
dengan adil dan berlaku adillah..”QS. 49:9
7. Menghadapi orang yang tidak disukai
“Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu pada suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.QS. 5:8
8. Pemberian balasan
“…dan barang siapa diantara kamu
membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang
ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang
adil di antara kamu …QS. 5:95
9. Imam As Syafi’iy menegaskan kepada para qadli (hakim)
agar bersikap adil dalam lima hal terhadap dua orang yang berselisih, yaitu :
1. Ketika masuk pintu,
2. Saat duduk di hadapannya,
3. Menghadapkan wajah kepadanya,
4. Mendengarkan pembicaraannya,
5. Memutuskan hukum.
10. Dsb.
F. PENEGAKAN DAN STANDAR KEADILAN
Berlaku adil memerlukan kejelian dan
ketajaman, di samping mutlak adanya mizan (standar) yang
dipergunakan untuk menilai keadilan atau kezaliman seseorang. Mizan keadilan
dalam Islam adalah Al Qur’an. Firman Allah :
“Allah-lah yang menurunkan kitab
dengan membawa kebenaran dan menurunkan neraca (keadilan)”QS. 42:17
“ Sesungguhnya Kami telah mengutus
rasul-rasul dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan
bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan
keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan
berbagai manfaat bagi manusia”QS.57:25
Rasyid Ridla, dalam Tafsir al Manar menjelaskan ayat ini
dengan mengatakan :
“Sebaik-baik orang adalah orang yang bisa berhenti dari
kezaliman dan permusuhan dengan hidayah Al Qur’an, kemudian orang yang berhenti
dari kezaliman karena kekuasaan (penguasa) dan yang paling buruk adalah orang
yang tidak bisa diterapi kecuali dengan kekerasan. Inilah yang dimaksudkan
dengan al Hadid (besi)”.
Kesalihan dunia ini hanya bisa ditegakkan dengan Al Qur’an
yang telah mengharamkan kezaliman dan pengrusakan-pengrusakan lainnya. Sehingga
manusia menjauhi kezaliman itu karena rasa takutnya kepada murka Allah di dunia
dan akhirat, di samping untuk mengharapkan balasan/ganjaran dunia akhirat.
Kemudian dengan keadilan hukum yang ditegakkan penguasa untuk membuat jera umat
manusia dari dosa.
1. Berlaku adil
kepada ALLAH SWT.
Berlaku adil kepada ALLAH SWT. artinya harus dapat
menempatkan ALLAH pada tempat-Nya yang benar, yakni sebagai makhluk ALLAH SWT,
dengan teguh melaksanaka apa yang diwajibkan kepada kita, sehingga
benar-benar ALLAH sebagai tuhan kita.
Untuk mewujudkan keadilan kita kepada allah, maka kita wajib
beriman kepada ALLAH SWT, tidak menyekutukanNya dengan sesuatu yang lain,
mengimani Nabi Muhammad SAW sebagai utusannya. menjunjung tinggi petunjuk dan
kebenaran dari padanya, yaitu mengimani Al Qur’an sebagai wahyu ALLAH, menaati
ketentuannya yaitu melaksanakan perintahnya dan meninggalkan
larangan-larangannya. Menyembah kepadanya yaitu melaksanakan Shalat, Zakat,
Puasa dan sebagainya.
2. Berlaku adil
pada diri sendiri
Artinya menempati diri pribadi pada tempat yang baik dan benar.
Untuk itu kita harus teguh, kukuh menempatkan diri kita agar tetap terjaga dan
terpelihara daam kebaikan dan keselamatan. Jangan menganiayah diri sendiri
dengan mengikuti hawa nafsu, minum-minuman keras, dusta, enggan berbuat baik
dan jangan berbuat kemudharatan (keburukan) yang akibatnya akan buruk pula pada
kesehatan, jiwa harta dan kehormatan diri. kita harus menjaga dan memelihara
agar diri sendiri hidup selamat bahagia didunia dan diakhirat kelak. Kita harus
jujur- terhadap diri sendiri, jika diri kita berbuat salah, kita harus berani
mengoreksi.
3. Berlaku adil
kepada orang lain
Artinya menempatkan orang lain pada tempat yang sesuai,
layak dan benar. Kita harus memberi hak orang lain dengan jujur dan benar,
tidak mengurangi sedikitpun hak yang harus diterimah. Tidak boleh menyakiti dan
merugikan orang lain, baik berupa material maupun non material. Kalau kita
menjadi hakim, putuskanlah perkara yang adil. Kalau menjadi pelayan masyarakat,
maka layanilah itu dengan baik dan adeil.
4. Berlaku adil
kepada makhluk lain.
Artinya dapat menempatkan pada tempat yang sesuai, misalnya
adil pada binatang, harus menempatkannya pada tempat yang layak menurut
kebiasaan binatang tersebut. Jika memelihara binatang harus disediakan tempat
dan maka nannya yang memadai. Jika binatang itu akan dimanfaatkan untuk
kendaraan atau usaha pertanian, hendaknya dengan cara yang wajar, jangan member
beban yang malampaui batas. demikian pua jika hendak dimakan, maka hendaklah
disembelih dengan cara yang telah ditentukan oleh ajaran agama, dengan cara
yang baik yang tidak menimbulkan kesakitan bagi binatang itu. Menjaga
kelestarian lingkungan juga termasuk berbuat adil kepada makhluk lain.
B. Keutamaan Berbuat Adil
Keutamaan berbuat adil adalah
1. Terciptanya
rasa aman, tenang dan tentram dalam jiwa dan ada rasa khawatir kepada orang
lain, karena tidak pernah melakukan perbuatan yang merugikan atau menyakiti
orang lain.
2. Membentuk
pribadi yang dapat melaksanakan kewajiban dengan baik, taat dan patuh kepada
ALLAH SWT, melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya.
3. Menciptakan
ketenteraman dan kerukunan hidup, hubungan yang harmonis dan tertib dengan
orang lain.
4. Dalam
memanfaatkan alam sekitar untuk kemasyalatan dan kebaikan hidup di dunia dan di
akhirat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sifat adil artinya, suatu sifat yang teguh, kukuh yang tidak
menunjukkan memihak kepada seorang atau golongan. Adil itu sikap mulia dan
sikap yang lurus tidak terpengaruh karena factor keluarga, hubungan kasih
sayang, kerabat karib, golongan dan sebagainya.
Berlaku adil dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu
1. Berlaku adil
kepada ALLAH SWT.
2. Berlaku adil
pada diri sendiri
3. Berlaku adil
kepada orang lain
4. Berlaku adil
kepada makhluk lain.
B. SARAN
Dengan adanya materi yang kami buat ini, para teman-teman
dapat menanamkan sifat adil pada diri agar tercipta kebahagiann yang selalu
diharapkan. Kami berharap juga, agar makalah kami ini dapat merespon
teman-teman agar dapat bersikap adil terhadap semua yang ada baik yang
menciptakan dan maupun yang diciptakan. Oleh karena itu, kami mengajak
teman-teman sekalian untuk membaca dan mencermatinya dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Soeyoeti, Drs. H
Zarkowi.1995/1996.pendidikan agama islam untuk smu.jakarta:direktora jendral
Pembina kelembagaan agama islam
0 Response to "MAKALAH KEADILAN"
Post a Comment