A.
PENGERTIAN BAITUL MAL WA
TAMWIL (BMT)
Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) terdiri
dari dua istilah, yaitu baitul mal dan baitut tamwil. Baitul
maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang
non profit, seperti zakat, infak dan shodaqoh. Sedangkan baitut tamwil sebagai
usaha pengumpulan dan dan penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung
kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syariah.
Dari pengertian tersebut dapat
dikatakan bahwa BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sebagai
sosial. Sebagai lembaga sosial, Baitul Maal wa Tamwil memiliki kesamaan fungsi
dan peran dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ) atau badan amil zakat milik
pemerintah. Oleh karenanya, baitul maal ini harus didorong untuk mampu berperan
secara profesional menjadi LAZ yang mapan.
Pada dataran hukum di indonesia,
badan hukum yang paling mungkin untuk BMT adalah koperasi, baik serba usaha
(KSU) maupun simpan pinjam (KSP). Namun demikian, sangat mungkin dibentuk
perundangan tersendiri, mengingat sistem operasional BMT tidak sama persis
dengan perkoperasian semisal Lembaga Keuangan Mikro (LKM) syariah dan
lain-lain. Bagi BMT yang berbadan hukum KSU, diharuskan membentuk Unit Simpan
Pinjam Syariah (USPS). Unit inilah yang akan menangani kegiatan usaha simpan
pinjam syariah secara terpisah dengan usaha lainnya baik dari aspek mamajemen
maupun lainnya.
Baitul Mal adalah suatu lembaga yang
bertugas mengumpulkan harta negara entah diperoleh dari umat Islam sendiri atau
dari rampasan perang, untuk disalurkan kepada orang-orang yang berhak menerima
atau untuk kebutuhan angkatan bersenjata. Para khalifah waktu itu memegang
kebijakan utama kemana harta-harta itu akan disalurkan Kegiatan Baitul Maal Wat
Tamwil adalah pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil diantaranya dengan
mendorong kegiatan menabung dan menunjang kegiatan ekonominya dengan sistem
Syari’ah.
Dengan demikian, BMT menggabungkan
dua kegiatan yang berbeda sifatnya (laba dan nirlaba) dalam satu lembaga.
Namun, secara operasional BMT tetap merupakan entitas (badan) yang
terpisah.
1.
Visi
Alenia baru harus mengarah pada
upaya untuk mewujudkan BMT menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas
ibadah anggotanya, sehingga mampu berperan sebagai wakil-pengabdi Allah SWT,
menakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Titik
tekan perumusan BMT adalah mewujudkan lembaga yang profesional dan dapat
meningkatkan kualitas ibadah.
Masing-masing BMT dapat saja
merumuskan visinya sendiri sebab misi sangat dipengaruhi oleh lingkungan
bisnisnya, latar belakang masyrakatnya, serta visi para pendirinya. Namun
demikian, prinsip perumusan visi harus sama dan dipegang teguh.
2.
Misi
Misi BMT adalah membangun dan
mengembangkan tatanan perekonomian dan stuktur masyrakat madani yang adil
berkemkmuran-berkemajuan, berlandaskan syariah dan ridho Allah SWT.
Dari pengertian tersebut, dapat
dipahami bahwa misi BMT bukan semata-mata mencari keuntungan dan penumpukan
laba modal pada segolongan orang kaya saja. Tetapi lebih berorientasi pada pendistribusian
laba yang merata dan adil, sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi islam.
B.
Landasan
BMT (Baitul Maal wa Tamwil)
BMT (Baitul Maal wa Tamwil)
berasaskan pancasila dan UUD 1945 serta berlandaskan prinsip syariah islam,
keimanan, keterpaduan, kekeluargaan atau koperasi, kebersamaan, kemandirian dan
profesionalisme.
Dengan demikian, keberadaan BMT
menjadi organisasi yang sah dan legal. Sebagai lembaga keuangan syariah, BMT
harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariah. Keimanan menjadi landasan
atas keyakinan untuk mau tumbuh dan berkembang. Keterpaduan mengisyaratkan
adanya harapan untuk mencapai sukses di dunia dan akhiratjuga keterpaduan
antara sisi maal dan tamwil (sosial dan bisnis). Kekeluargaan dan kebersamaan
berarti upaya untuk mencapai kesuksesan tersebut diraih secara bersama.
Kemandirian berarti BMT tidak dapat hidup hanya dengan bergantung pada uluran
tangan pemerintah, tetapi harus berkembang dari meningkatnya partisipasi
anggota dan masyarakat, untuk itulah pola pengelolaannya harus profesional.
C.
Sejarah
berdirinya BMT (Baitul Maal Wa Tamwil)
Istilah Baitul Maal telah ada
dan tumbuh sejak zaman Rasllullah meskipun saat itu belum berbentuk suatu
lembaga yang permanen dan terpisah. Kelembagaan Baitul Maal secara
mandiri sebagai lembaga ekonomi berdiri pada masa Khalifah Umar bin Khattab
atas usulan seorang ahli fiqih bernama Walid bin Hisyam.
Sejak masa tersebut dan masa
kejayaan Islam selanjutnya (Dinasti abbasyiah dan Umayyah) Baitul
Maal telah menjadi institusi yang cukup vital bagi kehidupan negara. Ketika
itu, Baitul Maal telah menangani berbagai macam urusan mulai dari
penarikan zakut (juga pajak), ghanimah, infaq, shadaqah sampai
membangun fasilitas umum seperti jalan, jembatan, menggaji tentara dan pajabat
negara, serta kegiatan sosial atau kepentingan umum lainya. Bila dipersamakan
dengan saat ini, maka Baitul Maul ketika zaman sejarah Islam dapat
dikatakan menjblankan fungsi sebagai Departemen Keuangan, Ditjen Pajak,
Departemen Sosial, Departemen Pekerjaan Umum dan sebagainya.
Buitul Maal yang dalam istilah modern adalah
Bank Islam, memiliki akar yang kuat dari pemikiran para pemimpin gerakan Islam
sejak tahun 1940-an yang mengibarkan bendera dakwah sampai timbulnya Revavilisme
Islam (kebangkitan Islam) sejak himbauan Jamaluddin al-Afghani, Muhammad
Iqbal, Ibnu Badis, Muhammad Abdub, Rasyid Ridha, Hasan al-Bana, Al-Maududi,
Savid Qutub dan lainlain dalam waktu panjang yang menyerukan untuk
pembebasan ekonomi dengan melaksanakan kembali Syari’at Islam di bidang
keuangan dan mu ' a l amah (interaksi sosial) sebagai
prasarana urat tunggang pemikiran bank-bank dan institusi keuangan Islam.
Meskipun pendahuluan pemikiran Islam
ini belum mampu memberikan alternatif praktis tertentu, akan tetapi telah
berhasil memberikan akomodasi dan mobilisasi opini umum hingga dapat mendesak
dengan kuat beberapa permintaan hingga pemerintah muslim itu mengeluarkan izin
untuk inendirikan bank-bank Islam. Maka pada tahun 1977, Hank Islam Faisal di
Sudan melakukan operasi dan kemudian secara berurutan disusul oleh Kuwait
Finance House (1978), Bahrain Islamic Bunk (1978), Bank Faisal
Islami di Mesir (1978), Bank Investasi dan Pembangunan Islam Internasional ( 1979),
Daru ’1-Ma1 l' Islami ( I979 , enam perusahaan Keuangan Islam,
Perusahaan Islam Mudharabah dan Perusahaan Bank-bank Musyakarah Nasional di
Pakistan ( 1980), Persatuan Investasi Islam di Bahrain (1981). Dan pada
tahun 1982, semakin banyak pertumbuhan bank-bank Islam di berbagai Negara.
Kemudian imbasnyapun pada tahun 1992 lahir Bank Mua’malat di Indonesia atas
dasar PP No. 72 tahun 1992: bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Bahkan
Pemerintah Repubik Pakistan pada tahun 1981, menetapkan bahwa semua bank di
Pakistan dalam opersional deposit 0 dan investasinya harus berdasarkan petunjuk
dari syari’at Islam.
Dari akar sejarah diatas, tampaklah
bahwa fungsi Baitul Maal wat Tamwil yang sebenarnya dalani konsepsi
Islam merupakan alternatif kelembungaan keuangan syari’at yang memiliki dimensi
sosial dan produktif dalam skala nasional bahkan global, dan denyut nadi
perekonomian umat terpusat pada fungsi kelembagaan ini yang mengarah pada
hidupnya fungsi-fungsi kelembagaan ekonomi lainnya.
Dalam perkembangan selanjutnya di
Indonesia, didorong oleh rasa keprihatinan yang mendalam terhadap banyaknya
masyarakat miskin (yang notabenenya umat Islam) yang terjerat oleh rentenir dan
juga dalam rangka memberikan alternatif bagi mereka yang ingin mengembangkan
usahanya namun tidak dapat berhubungan secara langsung dengan perbankan Islam
(baik BMI maupum BPRS) dikarenakan usahanya tergolong kecil dan mikro, maka
pada tahun 1992 lahirlah sebuah lembaga keuangan kecil yang beroperasi dan
menggunakan gabungan antara konsep Baitul Maal dan Baitut Tamwil yang
target, sasaran, dan skalanya pada sektor usaha mikro. Lembaga tersebut
“memberanikan diri” bernama Baitul Maal Wat Tamwil yang disingkat BMT.
D.
produk yang
terdapat dalam BMT (Baitul MaAl Wa Tamwil)
pada sistem operasional bmt syariah,
pemilik dana menanamkan uangnya di bmt tidak dengan motif mendapatkan bunga,
tetapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. produk penghimpunan dana
lembaga keuangan syariah adalah (himpunan fatwa DSN-MUI, 2003), yaitu :
1. Giro Wadiah
giro wadiah adalah produk simpanan
yang bisa ditarik kapan saja. dana nasabah dititipkan di bmt dan boleh
dikelola. setiap saat nasabah berhak mengambilnya dan berhak mendapatkan bonus
dari keuntungan pemanfaatan dana giro oleh bmt. besarnya bonus tidak ditetapkan
di muka tetapi benar-benar merupakan kebijaksanaan bmt. sungguhpun demikian
nominalnya diupayakan sedemikian rupa untuk senantiasa kompetitif (fatwa
DSN-MUI no. 01/dsn-mui/iv/2000).
2. Tabungan Mudharabah
Dana yang disimpan nasabah akan
dikelola BMT, untuk memperoleh keuntungan. keuntungan akan diberikan kepada
nasabah berdasarkan kesepakatan nasabah. nasabah bertindak sebagai shahibul mal
dan lembaga keuangan syariah bertindak sebagai mudharib (fatwa DSN-MUI
no. 02/dsn-mui/iv/2000).
3. Deposito mudharabah
BMT bebas melakukan berbagai usaha
yang tidak bertentangan dengan syariah dan mengembangkannya. BMT bebas mengeola
dana (mudharabah mutaqah). BMT berfungsi sebagai mudharib sedangkan
nasabah juga shahibul maal. ada juga dana nasabah yang dititipkan untuk usaha
tertentu. nasabah memberi batasan penggunn dana untuk jenis dan tempat
tertentu. jenis ini disebut mudharabah muqayyadah.
0 Response to "BMT"
Post a Comment