INSTRUMEN KEUANGAN ISLAM




KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur alhamdulillah kepada Allah SWT karena atas pemberian rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah tentang INSTRUMEN KEUANGAN ISLAM , makalah ini di buat dalam rangka nilai dan sebagai bahan informasi untuk para pembaca.

Dalam penyusunan makalah ini saya menyadari bahwa dalam pembahasan masih banyak terdapat kekurangan baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun dalam penulisan kalimat. Walaupun demikian saya telah berusaha semaksimal mungkin supaya dapat mencapai sasaran penulisan makalah.Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan para pembaca umumnya.


















DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR........................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
1.Latar Belakang......................................................................
.............................................. 3
2
.Tujuan...................................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................
...................... 4
BAB III PENUTUP
1
.Kesimpulan........................................................................................................................ 4
2
. Saran.................................................................................................................................. 4
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 5














BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang

Islam menganjurkan manusia untuk bekerja atau berniaga, dan menghindari kegiatan meminta-minta dalam mencari harta kekayaan. Manusia memerlukan harta kekayaan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari termasuk unuk memenuhi sebagian perintah Allah seperti infak,zakat,pergi haji,perang (jihad), dan sebagainya.

Harta di katakan halal dan baik apabla niatnya benar, tujuannya benar dan cara atau sarana untuk memperolehnya juga benar, sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam Al Quran dan as sunah.

Transaksi yang dilarang dalam islam adalah riba, penipuan, perjudian, gharar, penimbunan barang, monopoli,rekayasa permintaan dll. Maka dari itu pelarangan riba, pembagian resiko, larangan melakukan kegiatan spekulatif, kesucian kontrak, aktivitas usaha harus sesuai syariah merupakan sistem keuangan islam sebagaimana diatur melalui Al-Qur’an dan As-sunah untuk melaksanakan aktivitas masyarakat dalam dunia ekonomi islam.









BAB II
PEMBAHASAN


1.INSTRUMEN KEUANGAN ISLAM

A.      Obligasi Syariah.

Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada Pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada Pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/marjin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan Obligasi Syariah antara lain Mudharabah (Muqaradhah/Qiradh), Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna, dan Ijara. Jenis usaha Emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan Emiten kepada Pemegang Obligasi harus bersih dari unsur non halal. Pendapatan (hasil) yang diperoleh Pemegang Obligasi Syariah sesuai akad yang digunakan. Dalam hal Obligasi Syariah dengan akad Mudharabah atau Musyarakah pendapatan yang dibagikan merupakan bagi hasil. Dalam hal akad jual-beli seperti Murabahah, Salam, atau Istishna, pendapatan yang dibagikan merupakan marjin. Sedangkan dalam hal akad Ijarah, pendapatan yang dibagikan merupakan fee (sewa) dari aset yang disewakan. Pemindahan kepemilikan Obligasi Syariah mengikuti akad-akad yang digunakan.

B.     Akad Mudharabah.

Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang diberikan oleh Pemilik Dana (Shahibul Maal) kepada Pengusaha (Mudharib) untuk suatu usaha yang produktif. Dalam pembiayaan mudharabah, Shahibul Maal membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha) sedangkan Mudharib bertindak sebagai Pengelola Usaha. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan dimuka berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Mudharib boleh melakukan berbagai usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan Syariah, dan Shahibul Maal tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. Shahibul Maal menanggung semua kerugian akibat dari akad mudharabah kecuali jika Mudharib melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. Biaya pengelolaan usaha dibebankan kepada Mudharib.

C.  Akad Musyarakah

Pembiayaan Musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Ketentuan mengenai hasil usaha harus dinyatakan secara jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi bagi hasil atau pada waktu penghentian Musyarakah. Sistim pembagian hasil usaha harus tertuang dengan jelas. Keuntungan harus dibagi secara proporsional dan tidak ada jumlah yang ditentukan dimuka bagi seorang mitra atau lebih. Namun bila disepakati, jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau sebagian dari kelebihan tersebut dapat diberikan kepada seorang mitra atau lebih. Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal usaha.

D.  Akad Murabahah

Pembiayaan Murabahah adalah pembiayaan untuk membeli (mengadakan) suatu barang dimana Pemberi Pembiayaan akan membeli barang yang telah disepakati (obyek pembiayaan) untuk kemudian bertindak sebagai Penjual untuk dijual kepada Penerima Pembiayaan (yang bertindak sebagai Pembeli) senilai harga beli ditambah keuntungan yang telah disepakati. Penerima Pembiayaan akan membayar harga barang (harga beli ditambah keuntungan) yang telah disepakati pada jangka waktu tertentu dan dengan cara tertentu sesuai kesepakatan. Setelah terjadi jual-beli, maka barang yang menjadi obyek pembiayaan menjadi milik Penjual (Penerima Pembiayaan) dan yang bersangkutan bebas menggunakan barang tersebut, termasuk untuk menjual kembali. Dalam hal Penerima Pembiayaan (Pembeli) menjual barang tersebut sebelum masa pembayaran berakhir, Penerima Pembayaran tidak wajib untuk melunasi pembayaran sebelum masa pembayaran berakhir. Untuk menjamin agar Penerima Pembiayaan (Pembeli) melunasi kewajibannya, Pemberi Pembiayaan (Penjual) dapat menentukan jaminan dari Penerima Pembiayaan.

E.  Akad Salam

Pembiayaan Salam adalah pembiayaan pembelian (pengadaan) barang dimana Pemberi Pembiayaan memesan barang dan membayar dimuka harga barang kepada Penjual (Penerima Pembiayaan) yang akan mengadakan barang tersebut, untuk kemudian dijual kembali kepada Pembeli yang akan membayar harga barang sesuai dengan kesepakatan kepada Pemberi Pembiayaan. Pemberi Pembiayaan memperoleh keuntungan dari selisih harga barang yang dibayar dimuka dengan harga yang dibayarkan oleh Pembeli.

F.   Akad Istishna

Pembiayaan Istishna adalah pembiayaan pembelian (pengadaan) barang tertentu (termasuk kapal, bangunan, dsb) dimana Pemberi Pembiayaan akan memesan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara Penerima Pembiayaan (Pembeli) dengan Penjual (Produsen atau Pembuat Barang). Pemberi Pembiayaan akan membayar kepada Penjual dan akan menerima pembayaran dalam jumlah dan jangka waktu tertentu. Pemberi Pembiayaan memperoleh keuntungan dari selisih harga barang yang dibayarkan kepada Penjual dengan jumlah harga yang dibayarkan Penerima Pembiayaan.

G. Akad Ijarah

Akad pembiayaan Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang (maal) atau jasa (amal) dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Pihak yang berakad terdiri atas Pemberi Sewa (pihak yang memilik/menguasai barang atau pemberi/penguasa jasa) dan Penyewa (pihak yang mengambil manfaat dari barang/jasa) dimana sebagai obyek akad adalah pembayaran sewa dan manfaat dari barang/jasa. Para pihak harus menjamin tersedianya obyek akad karena ia adalah rukun yang harus dipenuhi dalam akad Ijarah. Manfaat harus dinyatakan dan dapat dikenali secara spesifik, termasuk jangka waktu dari tersedianya dan pemakaian manfaat. Manfaat harus sesuai Syariah dan kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata serta sesuai Syariah. Jangka waktu dan ketentuan pembayaran sewa tidak harus terkait dengan jangka waktu pemakaian manfaat. Pemberi Sewa wajib menyediakan barang/jasa yang disewakan, menanggung biaya pemeliharaan barang, menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan. Penyewa wajib membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang yang disewa dan biaya pemeliharaan ringan, namun tidak bertanggung jawab atas kerusakan yang bukan akibat pelanggaran ketentuan pemakaian atau akibat kelalaian.


2.      DEFINISI TERKAIT OBLIGASI SYARIAH

· Akad Ijarah : akad Ijarah yang ditanda tangani oleh Emiten dan Wali Amanat sebagai dasar pengalihan manfaat Obyek Ijarah.
· Obyek Ijarah : manfaat yang akan diterima oleh Emiten, berasal dari aset tertentu yang dinyatakan secara rinci dalam Akad Ijarah. Untuk menjaga kelangsungan Akad Ijarah dapat ditentukan Obyek Ijarah Pengganti yaitu manfaat serupa yang dapat berasal dari aset lain yang dinyatakan secara rinci dalam Akad Ijarah.
· Fee Ijarah : sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh Emiten sebagai Penerima Manfaat Ijarah kepada Pemegang Obligasi Syariah Ijarah sebagai Penguasa Obyek Ijarah sehubungan dengan Emisi Obligasi Syariah Ijarah yang berupa Cicilan Fee Ijarah, Sisa Fee Ijarah, dan Kompensasi Kerugian Akibat Keterlambatan (bila ada) yang harus dibayar oleh Emiten dari waktu ke waktu selama berlakunya Perjanjian Perwaliamanatan Obligasi Syariah Ijarah.
· Cicilan Fee Ijarah : bagian dari Fee Ijarah yang wajib dibayarkan oleh Emiten kepada Pemegang Obligasi Syariah Ijarah sebagai imbalan atas manfaat yang diterima oleh Emiten atas dasar Akad Ijarah, yang pembayarannya akan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Perjanjian Perwaliamanatan Obligasi Syariah Ijarah.
· Sisa Fee Ijarah : bagian dari Fee Ijarah yang belum dibayarkan dalam bentuk Cicilan Fee Ijarah, yang wajib dibayarkan oleh Emiten kepada Pemegang Obligasi Syariah Ijarah untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan Akad Ijarah, dimana nilai Sisa Fee Ijarah umumnya sama dengan nilai Emisi Obligasi Syariah Ijarah.
· Dana Cadangan Fee Ijarah : dana yang wajib dibentuk secara bertahap oleh Emiten yang khusus digunakan sebagai cadangan atas pembayaran Fee Ijarah, baik berupa Cicilan Fee Ijarah maupun Sisa Fee Ijarah, sesuai ketentuan dalam Perjanjian Perwaliamanatan Obligasi Syariah Ijarah.
· Kompensasi Kerugian Akibat Keterlambatan Pembayaran Fee/Bagi-Hasil: jumlah yang harus dibayar oleh Emiten kepada Pemegang Obligasi Syariah sebagai akibat dari kelalaian aau keterlambatan Perseroan memenuhi kewajiban pembayaran Fee/Bagi –Hasil dimana dalam hal ini tidak ada unsur kesalahan dari Pemegang Obligasi Syariah serta Pemegang Obligasi Syariah dirugikan akibat kelalaian atau keterlambatan tersebut. Besarnya Kompensasi Kerugian Akibat Keterlambatan dihitung berdasarkan jumlah hari kelalaian/keterlambatan dan tidak dapat dihitung berdasarkan nilai Fee/Bagi-Hasil yang bersangkutan.
· Dokumen Emisi Obligasi Syariah : dokumen-dokumen yang terdiri dari a) Akad-Akad Syariah, b) Perjanjian Perwaliamanatan Obligasi Syariah, c) Pengakuan Hutang, d) Perjanjian Penjaminan Emisi Obligasi Syariah, e) Perjanjian Agen Pembayaran, f) Perjanjian Pendaftaran Obligasi Syariah di Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, dan g) Perjanjian Pendahuluan Pencatatan Efek.
· Perjanjian Perwaliamanatan Obligasi Syariah : perjanjian yang dibuat antara Emiten dengan Wali Amanat untuk kepentingan Pemegang Obligasi Syariah dan bertugas untuk mewakili kepentingan para Pemegang Obligasi Syariah baik dimana dinyatakan hak-hak Pemegang Obligasi Syariah dan hak-hak serta kewajiban Wali Amanat untuk melakukan tindakan hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan, yang berkaitan dengan kepentingan para Pemegang Obligasi Syariah mengenai pelaksanaan hak-hak para Pemegang Obligasi Syariah sesuai dengan syarat-syarat
Emisi Obligasi Syariah, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Perjanjian Perwaliamanatan serta berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia dan peraturan tentang penawaran umum dan Obligasi.
·Wali Amanat : badan yang telah memiliki izin usaha Wali Amanat dari instansi yang berwenang, yang diberi kepercayaan untuk mewakili kepentingan para Pemegang Obligasi Syariah untuk memperoleh hak-hak para Pemegang Obligasi Syariah sesuai dengan syarat-syarat Emisi Obligasi Syariah.
· Pengakuan Hutang : akta yang dibuat oleh Emiten untuk kepentingan Pemegang Obligasi Syariah yang diwakili oleh Wali Amanat yang dimaksudkan untuk memberi kepastian pembayaran Fee atau Bagi Hasil kepada Pemegang Obligasi Syariah dengan memperhatikan ketentuan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional.
· Perjanjian Penjaminan Emisi Obligasi Syariah : perjanjian yang dibuat antara Emiten dengan Penjamin Emisi dimana Emiten menyatakan akan melakukan Emisi Obligasi Syariah dengan syarat-syarat tertentu dan Penjamin Emisi menyatakan akan menjamin pelaksanaan Emisi Obligasi Syariah dengan syarat-syarat tertentu.
· Perjanjian Agen Pembayaran : perjanjian yang dibuat antara Emiten dengan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian mengenai pembayaran Fee atau Bagi Hasil baik berupa Cicilan Fee/Bagi-Hasil maupun Sisa Fee/Bagi-Hasil atau Pokok Obligasi Syariah.
· Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian : adalah lembaga self-regulating organization sesuai ketentuan Undang Undang Pasar Modal yang dalam Emisi Obligasi Syariah bertugas sebagai Agen Pembayaran sesuai dengan Perjanjian Agen Pembayaran dan melakukan administrasi atas Obligasi Syariah sesuai dengan Perjanjian Pendaftaran Obligasi Syariah.







BAB III
PENUTUP

Transaksi yang dilarang dalam islam adalah riba, penipuan, perjudian, gharar, penimbunan barang, monopoli,rekayasa permintaan dll. Maka dari itu pelarangan riba, pembagian resiko, larangan melakukan kegiatan spekulatif, kesucian kontrak, aktivitas usaha harus sesuai syariah merupakan sistem keuangan islam sebagaimana diatur melalui Al-Qur’an dan As-sunah untuk melaksanakan aktivitas masyarakat dalam dunia ekonomi islam.

Sistem keuangan “bebas bunga” (larangan riba) tidak hanya melihat interaksi antara faktor produksi dan prilaku ekonomi seperti yang dikenal pada sistem keuangan konvensional, melainkan juga harus menyeimbankan berbagai unsur etika, moral, sosial dan dimensi keagamaan untuk meningkatkan pemerataan dan keadilan menuju masyarakat yang sejahtera secara menyeluruh. Melalui sistem kerjasama bagi hasil maka akan ada pembagian resiko. Resiko yang timbul dalam aktivitas keuangan tidak hanya di tanggung penerima modal atau pengusaha saja, namun juga resiko diterima oleh pemberi modal.
Jadi, prinsip Instrumen keuangan syariah mengacuh pada prinsip rela sama rela.











DAFTAR PUSTAKA

Syamsuri. 2006,PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SMA JILID 2, surabaya, PT Glora Aksara Pratama.
www. Wikipedia .com
Abdul Mun’im Majid, Sejarah Kebudayaan Islam, Pustaka : 1997 hlm. 182







0 Response to "INSTRUMEN KEUANGAN ISLAM"

Post a Comment