A.
Definisi
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu
pendekatan linguistik (kebahasaan), pendekatan terminologik (peristilahan).
Dari sudut pembahasan, akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun خُلُقٌ yang menurut bahasa berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi
persesuaian dengan perkataan khalaqun خَلْقٌ yang
berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan خَالِقٌ
yang berarti pencipta, demikian pula dengan makhluqun مَخْلُوْقٌ yang berani yang diciptakan.
Ibnu
Athir menjelaskan bahwa:
Hakikat makna khuluq itu, adalah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa
dan sifat-sifatnya), sedang khalqi merupakan gambaran bentuk luarnya (raut
muka, warna kulit, tinggi rendahnyaaa tubuh dan lain sebagainya).
Imam
al-Ghazali mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:
Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran
(lebih dahulu).
Dr.
M. Abdulah Dirroz, mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:
Akhlak
adalah sesuatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana
berkombinasi mambawa kecendrungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal
akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).
Dari
beberapa pengertian tersebut di atas, dapatlah dimengerti bahwa akhlak adalah
tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang terlatih, sehingga dalam
jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan
perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan
diangan-angankan lagi.
B.
Pembentukan Akhlak
Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil
usaha pendidikan, latihan, usaha keras dan pembinaan (muktasabah), bukan
terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia
termasuk di dalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati
nurani, dan intuisi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang
tepat.
Akan tetapi, menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk karena
akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir.
Bagi golongan ini cendrung kepada perbaikan atau fitrah yang ada dalam diri
manusia dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cendrung pada
kebenaran. Dengan pandangan seperti ini maka akhlak akan tumbuh dengan
sendirinya, walaupun tanpa bentuk atau diusahakan (ghair muktasabah). Kelompok
ini lebih lanjut menduga bahwa akhlak adalah gambaran batin ini tidak akan
sanggup mengubah perbuatan batin.
C.
Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
A.
Insting dan Naluri
Aneka corak
refleksi sikap, tindakan dan perbuatan manusia dimotivasi oleh potensi kehendak
yang dimotori oleh insting seseorang (dalam bahasa arab disebut gharizah). Insting merupakan
seperangkat tabi”at yang dibawa manusia sejak lahir. Menurut james insting
adalah suatau alat yang dapat menimbulkan perbuatan yang menyampaikan pada
tujuan dengan berfikir lebih dahulu kearah tujuan itu dan tiada dengan
didahului latihan perbuatan itu. Para psikolog menjelaskan bahwa insting
(naluri) berfungsi sebagai motivator pengerak yang mendorong lahirnya
tingkah laku, antara lain:
1) Naluri makan
Begitu manusia lahir telah memiliki
hasrat makan tanpa didorong oleh orang lain. Buktinya , begitu bayi lahir ia
dapat mencari tetek ibunya dan mehisap air susu ibunya tanpa diajari lagi.
2)
Naluri berjodoh
Laki – laki menginginkan wanita, dan
wanita menginginkan laki – laki.dalam Al- Qur’an diterangkan:
Î`ziƒã Ĩ$¨Z=Ï9 =ãm ÏNºuqyg¤±9$# šÆÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# tûüÏZt6ø9$#ur ÎŽÏÜ»oYs)ø9$#otsÜZs)ßJø9$#
Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak
(QS. Ali Imran
: 14 )
3)
Naluri keibubapakan
Ta’biat kecintaan orang tua terhadap
anaknya, dan sebaliknya.
4) Naluri
berjuang
Ta’biat manusia yang selalu
mempertahankan dirinya, dari gangguan dan tantangan, jika seseorang diserang
oleh musuh, maka ia akan membela dirinya.
5) Naluri
ber-Tuhan
Ta’biat manusia yang merindukan
Penciptanya yang memberikan rahmat kepadanya. Naluri ini disalurkan dalam
naluri beragama.
Selain kelima insting tersebut, masih banyak lagi insting yang sering
dikemukakan oleh para ahli psikologi, misalnya insting ingin tahu dan
memberitahu, insting suka bergaul, insting suka meniru, insting takut, dan
lain- lain. Insting merasa takut berpakar para manusia, mengikutinya mulai masa
kanak-kanak sampai masuk liang kubur. Antar insting ini dengan insting lainnya
saling berdesak-desakan. Seperti marah, suka mencipta, suka mengetahui, dan
bercumbu-cunbuan,. Sehingga menghambat untuk lahirnya insting takut atau
menjadikan sebab akan keragu-raguan.
Dengan potensi naluri itulah manusia
dapat memproduk aneka corak perilaku sesuai pula dengan corak instingnya.
Prilaku seseorang akan mencerminkan akhlaknya, jika prilaku baik maka akhlaknya
juga baik.
B. Pola Dasar Bawaan
Secara individu kepribadian Muslim
mencerminkan cirri khas yang berbeda. Ciri khas tersebut diperolah berdasarkan
potensi bawaan. Dengan demikian secara potensi (pembawaan) akan dijumpai adanya
perbedaan kepribadian antara seorang muslim dengan muslim lainnya. Akan tetapi
perbedaan itu terbatas pada seluruh potensi yang mereka miliki, berdasarkan
factor pembawaan masing-masing meliputi aspek jasmani dan rohani. Pada aspek
jasmani seperti perbedaan bentuk fisik, warna kulit, dan cirri-ciri fisik
lainnya. Sedangkan pada aspek rohaniah seperti sikap mental, bakat, tingkat
kecerdasan, maupun sikap emosi.
Sebaliknya dari aspek roh, ciri-ciri
itu menyatu dalam kesatuan fitrah untuk mengabdi kepada penciptannya. Latar
belakang penciptaan manusia menunjukkan bahwa secara fitrah manusia memiliki
roh sebagai bahan baku yang sama. Menurut Hasan Langgulung, pernyataan tersebut
mengandung makna antara lain, bahwa Tuhan memberikan manusia beberapa potensi
yang sejalan dengan sifat-sifatnya. Kepibadian secara utuh hanya mungkin
dibentuk melalui pengaruh lingkungan, khususnya pendidikan. Adapun sasaran yang
dituju dalam pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang dimiliki akhlak
yang mulia. Tingkat kemuliaan akhlak erat kaitannya dengan tingkat keimanan.
Sebab Nabi mengemukakan “ Orang mukmin yang paling sempurna imannya, adalah
orang mukmin yang paling baik akhlaknya.
Disini terlihat ada dua sisi penting
dalam pembentukan kepribadian muslim, yaitu iman dan akhlak. Bila iman dianggap
sebagai konsep batin, maka batin adalah implikasi dari konsep itu yang
tampilanya tercermin dalam sikap perilaku sehari-hari. Keimanan merupakan sisi
abstrak dari kepatuhan kepada hukum-hukum Tuhan yang ditampilkan dalam lakon
akhlak mulia.
Menurut Abdullah al-Darraz,
pendidikan akhlak dalam pembentukan kepribadian muslim berfungsi sebagai
pengisi nilai-nilai keislaman. Dengan adanya cermin dari nilai yang dimaksud
dalam sikap dan perilaku seseorang maka tampillah kepribadiannya sebagai
muslim. Muhammad Darraz menilai materi akhlak merupakan bagian dari nilai-nilai
yang harus dipelajari dan dilaksanakan, hingga terbentuk kecendrungan sikap
yang menjadi ciri kepribadian Muslim.
Usaha yang dimaksud menurut Al-Darraz dapat dilakukan
melalui cara memberi materi pendidikan akhlak berupa :
·
Pensucian jiwa
·
Kejujuran dan benar
·
Menguasai hawa nafsu
·
Sifat lemah lembut dan rendah hati
·
Berhati-hati dalam mengambil
keputusan
·
Menjauhi buruk sangka
·
Mantap dan sabar
·
Menjadi teladan yang baik
·
Beramal saleh dan berlomba-lomba
berbuat baik
·
Menjaga diri (iffah)
·
Ikhlas
·
Hidup sederhana
·
Pintar mendengar dan kemudian
mengikutinya (yang baik)
Pembentukan kepribadian muslim pada
dasarnya merupakan upaya untuk mengubah sikap kearah kecendrungan pada
nilai-nilai keislaman. Perubahan sikap, tentunya tidak terjadi secara spontan.
Semua berlajan dalam sautu proses yang panjang dan berkesinambungan. Diantara
proses tersebut digambarkan oleh danya hubungan dengan obyek, wawasan,
peristiwa atau ide(attitude have referent), dan perubahan sikap harus
dipelajari (attitude are learned), menurut Al-Ashqar. Ada hubungan timbale
balik antara individu dengan lingkungannya.
Selanjutnya kata Al-Ashqar, jika
secara konsekwen tuntutan akhlak seperti yang dipedomankan pada Al-Qur’an dapat
direalisasikan dalam kehidupan sehar-hari, maka akan terlihat ciri-cirinya. Ia
memberikan rincian ciri-ciri yang dimaksud sebagai berikut:
· Selalu menepuh jalan hidup yang
didasarkan didikan ketuhanan dengan melaksanakan ibadah dalam arti luas.
· Senantiasa berpedoman kepada
petunjuk Allah untuk memperolah bashirah (pemahaman batin) dan furqan
(kemampuan membedakan yang baik dan yang buruk).
·
Mereka memperoleh kekuatan untuk
menyerukan dan berbuat benar, dan selalu menyampaikan kebenaran kepada orang
lain.
·
Memiliki keteguhan hati untuk
berpegang kepada agamanya.
·
Memiliki kemampuan yang kuat dan
tegas dalam menghadapi kebatilan.
·
Tetap tabah dalam kebenaran dalam
segala kondisi.
·
Memiliki kelapangan dan ketentraman
hati serta kepuasan batin hingga sabar menerima cobaan.
·
Mengetahui tujuan hidup dan
menjadikan akhirat sebagai tujuan akhir yang lebih baik.
·
Kembali kepada kebenaran dengan
melakukan tobat dari segala kesalahan yang pernah dibuat sebelumnya.
Dalam hal ini Islam juga mengajarkan
bahwa factor genetika (keturunan) ikut berfungsi dalam pembentukan kepribadian
Muslim. Oleh karena itu, filsafat pendidikan Islam memberikan pedoman dalam
pendidikan Prenatal (sebelum lahir), Pembuahan suami atau istri sebaiknya
memperhatikan latarbelakang keturunan masing-masing pilihan (tempat yang
sesuai) karena keturunan akan membekas (akhlak bapak akan menurun pada anak).
Kemudian dalam proses berikutnya,
secara bertahap sejalan dengan tahapperkembangan usianya, pedoman mengenai
pendidikan anak juga telah digariskan oleh filsafat pendidikan Islam. Kalimat
tauhid mulai diperdengarkan azan ketelingan anak yang baru lahir. Kenyataan
menunjukkan dari hasil penelitian ilmu jiwa bahwa bayi sudah dapat menerima
rangsangan bunyi semasa masih dalam kandungan. Atas dasar kepentingan itu, maka
menggemakan azan ketelingan bayi, pada hakikatnya bertujuan memperdengarkan
kalimat tauhid diawak kehidupannya didalam dunia.
Pada usia selanjutnya, yaitu usia
tujuh tahun anak-anak dibiasakan mengerjakan shalat, dan perintah itu mulai
diintensifkan menjelang usia sepuluh tahun. Pendidikan akhlak dalam pembentukan
pembiasaan kepada hal-hal yang baik dan terpuji dimulai sejak dini. Pendidikan
usia dini akan cepat tertanam pada diri anak. Tuntunan yang telah diberikan
berdasarkan nilai-nilai keislaman ditujukkan untuk membina kepribadian akan
menjadi muslim. Dengan adanya latihan dan pembiasaan sejak masa bayi,
diharapkan agar anak dapat menyesuaikan sikap hidup dengan kondisi yang bakal
mereka hadapi kelak. Kemampuan untuk menyesuikan diri dengan lingkungan tanpa
harus mengorbankan diri yang memiliki ciri khas sebagai Muslim, setidaknya
merupakan hal yang berat.
Dengan demikian pembentukan
kepribadian muslim pada dasarnya merupakan suatu pembentukan kebiasaan yang
baik dan serasi dengan nilai-nilai akhlak al-karimah. Untuk itu setiap Muslim
diajurkan untuk belajar seumur hidup, sejak lahir (dibesarkan dengan yang baik)
hingga diakhir hayat. Pembentukan kepribadian Muslim secara menyeluruh adalah
pembentukan yang meliputi berbagai aspek, yaitu:
·
Aspek idiil (dasar), dari landasan
pemikiran yang bersumber dari ajaran wahyu.
·
Aspek materiil (bahan), berupa
pedoman dan materi ajaran yang terangkum dalam materi bagi pembentukan akhlak
al-karimah.
·
Aspek sosial, menitik beratkan pada
hubungan yang baik antara sesama makhluk, khususnya sesama manusia.
·
Aspek teologi, pembentukan
kepribadian muslim ditujukan pada pembentukan nilai-nilai tauhid sebagai upaya
untuk menjadikan kemampuan diri sebagai pengabdi Allah yang setia.
·
Aspek teologis (tujuan), pembentukan
kepribadian Muslim mempunyai tujuan yang jelas.
·
Aspek duratife (waktu), pembentukan
kepribadian Muslim dilakukan sejak lahir hingga meninggal dunia.
·
Aspek dimensional, pembentukan
kepribadian Muslim yang didasarkan atas penghargaan terhadap factor-faktor
bawaan yang berbeda (perbedaan individu).
·
Aspek fitrah manusia, yaitu
pembentukan kepribadian Muslim meliputi bimbingan terhadap peningkatan dan
pengembangan kemampuan jasmani, rohani dan ruh.
Pembentukan kepribadian muslim
merupakan pembentukan kepribadian yang utuh, menyeluruh, terarah dan berimbang.
Konsep ini cenderung dijadikan alasan untuk memberi peluang bagi tuduhan bahwa
filsafat pendidikan Islam bersifat apologis (memihak dan membenarkan diri).
Penyebabnya antara lain adalah ruang lingkupnya terlalu luas, tujuan yang akan
dicapai terlampau jauh, hingga dinilai sulit untuk diterapakn dalam suatu
sistem pendidikan.
C. Lingkungan
Lingkungan ialah suatu yang
melingkupi tubuh yang hidup. Lingkungan manusia merupakan apa yang
melingkunginya dari negeri, lautan, sungai, udara dan bangsa. Lingkungan ada
dua macam yaitu:
a. Lingkungan alam
Lingkungan
alam telah menjadi perhatian para ahli-ahli sejak zaman Plato sehingga
sekarang ini.dengan memberi penjelasan- penjelasan dan sampai akhirnya membawa
pengaruh. Ibnu Chaldun telah menulis dalam kitab pendahuluannya. Maka tubuh
yang hidup tumbuhnya bahkan hidupnya tergantung pada keadaan lingkungan
yang ia hidup didalamnya.
Kalau
lingkungan tidak cocok kepada tubuh, maka tubuh tersebut akan mati. Udara ,
cahaya, dan apa yang ada di sungai, serta di lautan sangat mempengaruhi dalam
kesehatan penduduk dan keadaan mereka yang mengenai akal dan akhlak.
Demikian
juga akal, yakni saling mempengaruhi antara akal dengan lingkungan, dan antara
apa yang melingkunginya. Akal tidak tetap atau meningkat ke atas kecuali dengan
mempergunakan pikirannya dalam keadaan di kanan – kirinya dan mengambil paedah
dari lingkungan yang berada disekitarnya.
b. Lingkungan pergaulan
Lingkungan pergaulan meliputi manusia,
seperti rumah, sekolah, pekerjaan, pemerintah, syiar agama, ideal, keyakinan,
pikiran – pikiran, adat istiadat, pendapat umum, bahasa, kesusastraan,
kesenian, pengetahuan dan akhlak. Pendeknya apa yang dihasilkan oleh kemajuan
manusia.
Manusia pada umumya lebih banyak
terpengaruh pada “lingkungan alam”. Apabila ia telah mendapat sedikit kemajuan,
“lingkungan pergaulan”lah yang menguasainya, sehingga ia dapat mengubah
lingkungan atau menyesuaikan diri kepadanya. Contohnya ketika udara panas ia mengunakan
pakaian tipis dan putih, agar dapat menolak hawa panas, dan membangun rumahnya
menurut aturan tertentu dan dapat menyejukkan.
Walaupun manusia terpengaruh oleh
lingkungan alam atau lingkungan pergaulan Akan tetapi dengan akal ia dapat
membatasi dan menentukan lingkungan yang cocok untuknya.
D. Kebiasaan
Adat
/ kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan
secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan.
Perbuatan yang telah menjadi adat kebiasaan, tidak cukup hanya di ulang-ulang
saja, tetapi harus disertai kesukaan dan kecendrungan hati terhadapnya.
Segala
perbuatan, baik atau buruk, akan menjadi adat kebiasaan karna dua faktor: “ kesukaan
hati kepada sesuatu pekerjaan dan menerima kesukaan itu dengan melahirkan
sesuatu perbuatan, dan dengan di ulang- ulang secukupnya”. Adapun berulangnya
sesuatu perbuatan saja, (yakni mengerakkan anggota tubuh dengan perbuatan),
tidak ada gunanya dalam pembentukan adat kebiasaan. Seperti seseorang yang
sakit yang berulang-ulang menelan obat yang sangat pahit yang tidak di
sukainya, mengharap lekas sembuh supaya tidak menelannya lagi, baginya
penelanan obat itu tidak menjadi adat kebiasaan. Seperti seorang murid
yang malas pergi ke sekolah, dia pergi kesekolah hanya karna tekanan orang tua,
sehingga apabila tidak ada tekanan orang tua tersebut ia tidak mau pergi ke
sekolah. Akan tetapi kita melihat peminum minuman keras yang di ulang- ulangi
meminum minuman keras tersebut.
Alasan
dalam contoh ini adalah, bahwa orang yang sakit itu hatinya tidak suka minum
obat, padahal ia ingin sehat kembali. Maka karna kesukaan hati dalam suatu
perbuatan dan mengulanginya tidak nyata ada, sehingga tidak menjadi adat
kebiasaan. Demikian juga seorang murid yang hatinya tidak suka pergi kesekolah,
dimana ia hanya pergi karna tekanan orang tua, hal itu tidak dikatakan
kebiasaan. Ada pun peminum minuman keras yang suka meminum minuman keras dan
kesukaan ini diualng - ulanginya, maka hal inilah yang menjadi adat kebiasaan.
Mengulangi
sesuatu hal, dengan kesukaan hati saja tidak cukup dikatakan suatu kebiasaan.
Barang siapa yang ingin berulang kali ingin meminum minuman keras, akan tetapi
tidak mengulangi maka hal itu tidak menjadi kebiasaan. Dengan demikian suatu
hal yang akan menjadi suatu adat kebisaan karna keinginan hati dan
dilakukannya, serta di ulang - ulanginya.
Fungsi kebiasaan adalah:
a.
Memudahkan perbuatan
Seperti percakapan yang kita
lakukan, yang menghabiskan beberapa tahun untuk mempelajarinya, dan mempergunakan
kerongkongan, lidah, langit - langit, dan bibir. Dan terkadang untuk
mengucapkan sepatah kata mempergunakan semua anggota tersebut. Anak kecil
berangsur - angsur dari mengucapkan beberapa huruf yang mudah kepada yang
sukar, sehingga terbentuk adat kebiasaan, dan dapat berbicara dengan tidak
terasa sukar sedikitpun.
b.
Menghemat waktu dan perhatian
Perbuatan yang diulang - ulang dan
menjadi kebiasaan, maka seseorang dapat melakukan dalam waktu yang lebih
singkat dan tidak menghajatkan kepada perhatian yang banyak. Contohnya kita
menulis, yang membutuhkan beberapa waktu dan perhatian yang
sempurna dan mempersiapkan segala pikiran yang ada, akan tetapi setelah menjadi
kebiasaan dapatlah seseorang menulis beberapa halaman dalam waktu yang sama ketika
ia menulis satu baris, dan dapat pula sambil menulis pikirannya melayang ke
lain jurusan. Maka kehidupan kita bertambah - tambah ratusan kali karna
kebiasaan.
Contoh
lain yaitu, perbandingan antara tangan kanan dan tangan kiri merupakan kebiasaan
yang menjadikan tangan kanan lebih tangkis, lebih cepat mempelajarinya, dan
apabila tangan kanannya hilang, orang dapat mengerjakan dengan tangan kirinya,
apa yang dikerjakan tangan kanannya, bahkan banyak orang yang hilang kedua
tangannya, lalu bisa mengerjakan dengan kedua kakinya apa yang dahulu
dikerjakan dengan kedua tangannya.
Ada beberapa cara untuk dapat merubah kebiasaan yang buruk,
yaitu:
a) Berniat sungguh - sungguh.
Niat
tersebut tidak ada perasaan ragu - ragu. Kita harus mau meletakkan diri
ketempat yang cocok dengan kebiasaan yang baik. Kemudian mengikat lawan adat
kebiasaan yang buruk. Janganlah mengulangi perbuatan yang buruk lagi.kerjakan
niat tersebut dengan kekuatan yang besar.
b) Menghindari kebiasaan yang
buruk, sekaligus meninggalkannya
c) Carilah waktu yang baik untuk
memperbaiki niatmu, kemudian ikutilah segala gerak jiwa yang menolong perbaiki
niat tersebut.
d) Jagalah pada dirimu kekuatan
penolak dan peliharalah agar selalu hidup dalam jiwamu, dengan mendarmakan
perbuatan yang kecil-kecil tiap hari, untuk mengekang hawa nafsumu, karna yang
demikian itu dapat menolong engkau untuk menghadapi segala penderitaan kalau
datang waktunya.
E. Pendidikan
Dunia
pendidikan, sangat besar sekali pengaruhnya terhadap perubahan perilaku, dan
akhlak seseorang. Bebagai ilmu diperkenalkan agar siswa memahaminya dan dapat
melakukan suatu perubahan pada dirinya. Begitu pula apabila, siswa diberi
pelajaran “AKHLAK”, maka memberi tahu bagaimana seharusnya manusia itu
bertingkah laku, bersikap terhadap sesamanya, dan pernciptanya(Tuhan).
Dengan demikian , strategis sekali dikalangan pendidiakn
dijadikan pusat perilaku yang kurang baik untuk diarahkan menuju keperilaku
yang baik. Maka dibutuhkan beberapa unsur dalam pendidikan, untuk bisa
dijadikan agent perubahan sikap dan perilaku manusia.
Dari tenaga pendidik (pengajar) perlu memiki kemampuan
profesionallitas dalam bidangnya. Dia harus mampu memberikan wawasan, materi,
mengarahkan dan membimbing anak didiknya, ke hal yang baik. Dengan penuh
perhatian, sabar, ulet, tekun, dan berusaha terus menerus, pengajar hendaknya
melakukan pendekatan psikologis.
Unsur lain yang perlu diperhatikan adalah materi pengajaran.
Apabila materi pengajaran yang disampaikan oleh pendidik menyimpang dan
mengarah ke perubahan perilaku yang menyimpang, inilah suatu keburukan dalam
pendidikan. Tetapi sebaliknya, apabila materinya baik dan benar setidaknya
siswa akan terkesan dalam sanubari pribadinya. Bekasan materi itu akan
memotivasi bagaimana harus bertindak yang baik dan benar. Penguasaan
metodologis pengajaran yang dilakukan pendidik juga akan berperan aktif dalam
mempengaruhi akhlak siswa.
Lingkungan sekolah dalam dunia pendidikan merupakan tempat
bertemunya semua watak. Perilaku dari masing – masing anak yang berlainan. Ada
anak yang nakal, berprilaku baik dan sopan dalam bahasanya, beringas sifatnya,
lancar pembicarannya, pandai pemikirannya dan sebagainya. Kondisi kepribadian
anak yang sedemikian rupa, dalam interaksi antara anak satu, dengan anak
lainnya akan saling mempengaruhi juga pada kerpribadian anak.
Dengan demikian lingkungan pendidikan sangat memengaruhi
jiwa anak didik. Dan akan diarahkan kemana anak didik dan perkembangan
kepribadiannya. Jika lingkungan pendidikan anak itu baik maka akhlaknya juga
baik.
0 Response to "ASPEK YANG MEMPENGARUHI BENTUK AKHLAK"
Post a Comment