"KODE ETIK DAN STANDAR
AUDIT"
BAB I
PENDAHULUAN
Kepercayaan masyarakat terhadap
suatu profesi ditentukan oleh keandalan, kecermatan, ketepatan waktu, dan mutu
jasa atau pelayanan yang dapat diberikan oleh profesi yang bersangkutan. Kata
”kepercayaan” demikian pentingnya karena tanpa kepercayaan masyarakat maka jasa
profesi tersebut tidak akan diminati,
yang kemudian pada gilirannya
profesi tersebut akan punah. Untuk membangun kepercayaan perilaku para pelaku
profesi perlu diatur dan kualitas hasil pekerjaannya dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu dibutuhkan penetapan standar tertentu,
sehingga masyarakat dapat meyakini kualitas pekerjaan seorang profesional.
Pekerjaan audit adalah profesi.
Auditor yang bekerja di sektor publik selain dituntut untuk mematuhi ketentuan
dan peraturan kepegawaian sebagai seorang pegawai negeri sipil, ia juga dituntut untuk menaati kode etik
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta Standar Audit APIP atau
standar audit lainnya yang telah ditetapkan. Sehingga bagaimana seharusnya
perilaku seorang auditor Pemerintah serta apa saja yang harus dilakukan agar
hasil pekerjaannya memenuhi standar
mutu yang harus
dicapai, perlu diketahui oleh setiap mereka yang berprofesi sebagai
aparat pengawasan intern pemerintah.
Makalah Kode Etik dan Standar Audit
ini dimaksudkan dan diharapkan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang seharusnya dimiliki dan dilaksanakan oleh seorang mahasiswa yang
sedang mempelajari, mendiskusikan dan mempresentasikan dengan suatu harapan
yang besar agar mahasiswa pada kelak nanti menjadi seorang auditor yang
diharapkan tentunya pada aparatur pengawasan intern pada khususnya.
Standar Audit Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah (SA-APIP) merupakan
revisi atas Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah yang disusun oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tahun 1996. Di dalam
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004, tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
tanggungjawab Keuangan Negara, diatur tentang pemeriksaan pengelolaan dan
tanggungjawab Keuangan Negara yang dilakukan oleh dan atau atas nama Badan
Pemeriksa Keuangan.
BAB II
ETIKA PROFESI, STANDAR AUDIT DAN
KENDALI MUTU
A.
PENGERTIAN PROFESI
Profesi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian (keterampilan,kejuruan,dan sebagainya) tertentu. Sedangkan
profesional menurutKBBI adalah:
1. Bersangkutan dengan profesi;
2. Pekerjaan yang memerlukan kepandaian khusus
untuk menjalankannya;
3.
Mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan dari amatir).
Dari
definisi di atas, dapat disimpulkan
bahwa persyaratan utama dari suatu profesi adalah tuntutan kepemilikan keahlian
tertentu yang unik. Dari profesi ini juga mendapatkan pembayaran sebagai timbal
balik atas pekerjaan yang dilakukannya. Sawyers Internal Auditing menyebutkan 7 (tujuh) syarat, yaitu:
1.
Pekerjaan
tersebut adalah untuk melayani kepentingan orang banyak (umum)
2.
Bagi yang
ingin terlibat dalam profesi dimaksud, harus melalui pelatihan yang cukup lama
dan berkelanjutan
3.
Adanya kode
etik dan standar yang ditaati di dalam organisasi tersebut
4.
Menjadi
anggota dalam organisasi profesi dan selalu mengikuti pertemuan ilmiah yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi tersebut
5.
Mempunyai
media massa/publikasi yang bertujuan untuk meningkatkan keahlian dan
keterampilan anggotanya
6.
Kewajiban
menempuh ujian untuk menguji pengetahuan bagi yang ingin menjadi anggota
7.
Adanya suatu
badan tersendiri yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengeluarkan
sertifikat.
B.
PENGERTIAN DAN TUJUAN KODE ETIK
1. Pengertian
Etik dan Kode Etik
Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, mendefinisikan
etik sebagai :
a.
Kumpulan asas
atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
b.
Nilai mengenai
benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat sedangkan etika
adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan
tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Kode etik pada
prinsipnya merupakan sistem dari prinsip-prinsip moral yang diberlakukan dalam
suatu kelompok profesi yang ditetapkan secara bersama. Kode etik suatu profesi
merupakan ketentuan perilaku yang harus dipatuhi oleh setiap mereka yang menjalankan
tugas profesi tersebut, seperti dokter, pengacara, polisi, akuntan, penilai,
dan profesi lainnya.
2. Dilema Etika dan Solusinya
Terdapat dua
faktor utama yang mungkin menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yakni:
a. Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat
pada umumnya. Misalnya, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandar udara
(bandara). Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat terbuka.
Pada kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga dan
teman-temannya, yang bersangkutan dengan
bangga bercerita bahwa dia telah menemukan dompet dan mengambil isinya.
b. Orang tersebut
secara sengaja bertindak tidak etis untuk keuntungan diri sendiri. Misalnya,
seperti contoh di atas, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandara. Dia
mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat tersembunyi dan
merahasiakan kejadian tersebut.
Dorongan orang
untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat oleh rasionalisasi yang dikembangkan
sendiri oleh yang bersangkutan berdasarkan pengamatan dan pengetahuannya.
Rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai berikut:
a.
Setiap orang
juga melakukan hal (tidak etis) yang sama.
Misalnya, orang mungkin berargumen bahwa tindakan memalsukan perhitungan
pajak, menyontek dalam ujian, atau
menjual barang yang cacat tanpa memberitahukan kepada pembelinya bukan
perbuatan yang tidak etis karena yang bersangkutan berpendapat bahwa orang lain pun melakukan
tindakan yang sama.
b. Jika sesuatu perbuatan tidak
melanggar hukum berarti perbuatan tersebut tidak melanggar etika. Argumen tersebut didasarkan
pada pemikiran bahwa hukum yang sempurna harus sepenuhnya dilandaskan pada
etika. Misalnya, seseorang yang
menemukan barang hilang tidak wajib mengembalikannya kecuali jika
pemiliknya dapat membuktikan bahwa barang yang ditemukannya tersebut
benar-benar milik orang yang kehilangan tersebut.
c. Kemungkinan bahwa tindakan tidak
etisnya akan diketahui orang lain serta sanksi yang harus ditanggung jika
perbuatan tidak etis tersebut diketahui orang lain tidak signifikan. Misalnya
penjual yang secara tidak sengaja terlalu besar menulis harga barang mungkin
tidak akan dengan kesadaran mengoreksinya jika jumlah tersebut sudah dibayar
oleh pembelinya. Dia mungkin akan memutus kan untuk lebih baik menunggu pembeli
protes untuk mengoreksinya, sedangkan jika pembeli tidak menyadari dan tidak
protes maka penjual tidak perlu memberitahu.
Saat ini, telah dikembangkan rangka
pemikiran untuk membantu setiap
orang memecahkan dilema etika. Dalam rangka tersebut dikenal sebagai the six-step approach, yang meliputi
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Identifikasikan kejadiannya.
b. Identifikasikan masalah etika
berkaitan dengan kejadian tersebut.
c. Tetapkan siapa saja yang akan
terpengaruh serta tetapkan apa
konsekuensi yang akan diterima/ditanggungnya
berkaitan dengan kejadian
tersebut.
d. Identifikasikan
alternatif-alternatif tindakan yang dapat ditempuh
pihak yang terkait dengan dilema tersebut.
e. Identifikasikan kons ekuensi dari
tiap-tiap alternatif tersebut.
f. Tetapkan tindakan yang tepat
berdasarkan pertimbangan tentang
nilai-nilai etika yang dimiliki dan konsekuensi serta kesanggupan menanggung konsekuensi atas pilihan tindakannya. Pilihan tindakan tersebut
sifatnya sangat individual sehingga
sangat tergantung pada nilai etika yang dimiliki
oleh yang bersangkutan serta kesanggupannya
menanggung akibat dari pilihan tindakannya.
Langkah tersebut akan mengarah pada
ketidakseragaman perilaku karena nilai yang diyakini oleh masing-masing
individu mungkin berbeda. Oleh karena itu, untuk tercapainya keseragaman ukuran
perilaku, apakah suatu
tindakan etis atau tidak etis, maka kode
etik perlu ditetapkan bersama oleh seluruh anggota profesi.
3. Perlunya Kode Etik bagi Profesi
Tanpa kode etik, maka setiap individu dalam satu komunitas akan memiliki tingkah laku yang berbeda-beda yang dinilai baik menurut anggapannya dalam berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Kepercayaan masyarakat dan
pemerintah atas hasil kerja auditor ditentukan oleh keahlian, independensi serta integritas moral/kejujuran para auditor dalam menjalankan pekerjaannya. Kode
etik atau aturan perilaku dibuat untuk dipedomani dalam berperilaku atau
melaksanakan penugasan sehingga menumbuhkan kepercayaan dan memelihara citra
organisasi di mata masyarakat.
C.
PENGERTIAN DAN TUJUAN STANDAR AUDIT
Standar
antara lain diperlukan sebagai:
1. Ukuran mutu;
2. Pedoman kerja;
3. Batas tanggung jawab;
4. Alat pemberi perintah;
5. Alat pengawasan;
6. Kemudahan bagi umum.
Standar
yang digunakan sebagai ukuran pada umumnyadiperlukan pada pekerjaan yang
memiliki ciri:
1. Menyangkut kepentingan orang banyak;
2. Mutu hasilnya ditentukan;
3. Banyak orang (pekerja) terlibat;
4. Sifat dan mutu pekerjaan s ama;
5. Ada organisasi yang mengatur.
Standar audit merupakan ukuran mutu
pekerjaan audit yang ditetapkan oleh organisasi profesi audit, yang merupakan
persyaratan minimum yang harus dicapai
auditor dalam melaksanakan tugas auditnya. Standar audit diperlukan untuk
menjaga mutu pekerjaan auditor.
D.
KODE
ETIK, STANDAR AUDIT DAN PROGRAM JAMINAN
KUALITAS
Dasar
pikiran yang melandasi penyusunan kode etik
dan standar setiap profesi adalah kebutuhan profesi tersebut akan
kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa yang diberikan oleh profesi. Aturan
yang ditetapkan oleh profesi ini menyangk ut aturan perilaku, yang disebut
dengan kode etik, yang mengatur perilaku auditor sesuai dengan tuntutan profesi
dan organisasi pengawasan serta standar audit yang merupakan ukuran mutu
minimal yang harus dicapai auditor dalam menjalankan tugas auditnya. Apabila
aturan ini tidak dipenuhi berarti auditor tersebut bekerja di bawah standar dan
dapat dianggap melakukan malpraktik. Program jaminan kualitas harus diciptakan
untuk mempertahankan profesionalisme dan kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa audit. Program jaminan kualitas
untuk masing-masing APIP dapat dibangun sendiri sesuai dengan karakteristik
APIP yang bersangkutan.
E.
KODE ETIK DAN STANDAR AUDIT APIP
Auditor
APIP adalah pegawai negeri yang mendapat tugas antara lain untuk melakukan
audit. Auditor APIP meliputi :
1. Auditor lingkungan BPKP
2. Inspektorat Jenderal Departemen
3. Unit Pengawasan LPND
4. Ins[pektorat Propinsi, Kabupaten,
dan Kota.
Dalam
menjalankan tugas auditnya wajib mentaati kode etik APIP yang berkaitan dengan
statusnya sebagai pegawai negeri dan standar audiot APIP sebagaimana diatur
dalam peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatu Negara No. PER/M. PAN/03/2008 M.
PAN/03/2008 dan No. PER/05/M. PAN/03/2008 Tanggal 31 Maret 2008.
Disisi
lain terdapat pula auditor pemerintah khususnya auditor BPKP adalah akuntan
anggota IAI yang dalam keadaan tertentu melakukan audit atas entitas yang
menerbitkan laporan keuangan yang disusun berdasar PABU (BUMN/BUMD) sebagaimana
diatur dalam PSAK. Karena itu auditor pemerintah tersebut wajib mengetahui dan
mentaati kode etik akuntan Indonesia dan standar audit yang diatur dalam
Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI.
BAB III
KODE ETIK
APARAT PENGAWASAN FUNGSIONAL PEMERINTAH
A.
LANDASAN HUKUM
Kode etik APIP ditetapkan oleh Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/04/M. PAN/03/2008 Tanggal 31 Maret 2008.
Landasan ketentuan hukum:
1. Undang-undang RI No. 28 Tahun 1999
Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme.
2. Undang-undang RI No. 17 Tahun 2003
Tentang Keuangan Negara.
3. Undang-undang RI No. 1 Tahun 2004
Tentang Perbendaharaan Negara.
4. Undang-undang RI No. 15 Tahun 2004
Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.
5. Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun
2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah.
6. Peraturan Presiden RI No 9 Tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi , dan Tata kerja Kementrian Negara
RI sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden No.
94 Tahun 2006.
7. Intruksi Presiden No. 5 Tahun 2004
Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
8. Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/03. 1/M. PAN/03/2007 Tentang Kebijakan
Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2007-2008.
B.
KODE ETIK APIP
Kode etik APIP ini diberlakukan bagi
seluruh auditor dan pegawai negeri sipil yang diberi tugas oleh Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk melaksanakan pengawasan dan
pemantauan tindak lanjutnya. Isi dari kode etik APIP ini memuat 2 (dua)
komponen, yaitu:
1.
Prinsip-prinsip
perilaku auditor yang merupakan pokok-pokok yang melandasi perilaku auditor;
dan
2.
Aturan
perilaku yang menjelaskan lebih lanjut
prinsip-prinsip perilaku auditor.
1. Prinsip-prinsip Perilaku
Tuntutan sikap dan perilaku auditor dalam
melaksanakan tugas pengawasan dilandas i oleh beberapa prinsip perilaku, yaitu:
integritas, obyektivitas, kerahasiaan dan kompetensi.
a. Integritas
Auditor dituntut untuk memiliki
kepribadian yang dilandasi oleh sikap jujur, berani, bijaksana, dan
bertanggung jawab untuk membangun
kepercayaan guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang handal.
b. Obyektivitas
Auditor harus menjunjung tinggi
ketidakberpihakan profesional dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan memroses
data/informasi audit. Auditor APIP membuat penilaian seimbang atas semua
situasi yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan sendiri atau orang
lain dalam mengambil keputusan.
c. Kerahasiaan
Auditor harus menghargai nilai dan
kepemilikan informasi yang diterimanya dan tidak mengungkapkan informasi
tersebut tanpa otorisasi yang memadai, kecuali diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan.
d. Kompetensi
Dalam melaksanakan tugasnya auditor dituntut
untuk memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan keterampilan yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas.
2. Aturan Perilaku
Aturan perilaku mengatur setiap
tindakan yang harus dilakukan oleh auditor dan merupakan pengejawantahan
prinsip-prinsip perilaku auditor. Dalam prinsip ini auditor dituntut agar:
a.
Dapat
melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti, bertanggung jawab dan
bersungguh-sungguh;
b.
Dapat
menunjukkan kesetiaan dalam segala hal yang
berkaitan dengan profesi dan
organisasi dalam melaksanakan tugas;
c.
Dapat
mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan dan mengungkapkan segala
hal yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan profesi yang berlaku;
d.
Dapat menjaga
citra dan mendukung visi dan misi organisasi;
e.
Tidak menjadi
bagian kegiatan ilegal atau mengikatkan diri pada tindakan-tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi APIP atau
organisasi;
f.
Dapat
menggalang kerjasama yang sehat diantara sesama auditor dalam pelaksanaan
audit; dan
g.
Saling mengingatkan,
membimbing, mengoreksi perilaku sesama auditor.
C. PELANGGARAN
Kebijakan atas pelanggaran kode etik
APIP sesuai dengan pernyataan Peraturan
Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
PER/04/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008
menetapkan sebgai berikut:
1. Tindakan yang tidak sesuai dengan
kode etik tidak dapat diberi toleransi, mes kipun dengan alasan tindakan
tersebut dilakukan demi kepentingan organisas i atau diperintahkan oleh pejabat
yang lebih tinggi.
2. Auditor tidak diperbolehkan untuk melakukan atau
memaksa karyawan lain melakukan tindakan melawan hukum atau tidak etis.
3. Pimpinan APIP harus melaporkan
pelanggaran kode etik oleh auditor
kepada pimpinan organisasi.
4.
Pemeriksaan,
investigasi dan pelaporan pelanggaran kode etik ditangani oleh Badan Kehormatan
Profesi, yang terdiri dari pimpinan APIP dengan anggota yang berjumlah ganjil
dan disesuaikan dengan kebutuhan. Anggota Badan Kehormatan. Profesi diangkat
dan diberhentikan oleh pimpinan APIP.
D. PENGECUALIAN
Terdapat bebrapa pengecualian atas
pelanggaran kode etik profesi karena dalam penerapan kode etik profesi berkaitan dengan peran manusia yang lingkungannya tidak selalu normal.
Dalam hal-hal tertentu seorang auditor dimungkinkan untuk tidak menerapkan
aturan perilaku tertentu. Oleh karena itu, terdapat beberapa aturan
pengecualian sebagai berikut:
1. Permohonan pengecualian atas penerapan kode etik tersebut harus dilakukan secara tertulis sebelum auditor terlibat dalam kegiatan
atau
tindakan yang dimaksud.
2. Persetujuan untuk tidak menerapkan
kode etik hanya boleh diberikan oleh
pimpinan APIP.
Pengecualian untuk tidak menerapkan kode etik hanya dilakukan atas situasi yang telah
direncanakan, bukan secara spontan pada saat kejadian itu berlangsung.
3. Pengecualian tidak
diperkenankan ketika pelanggaran atas kode etik telah dilakukan baru kemudian diajukan permohonan.
E. SANKSI ATAS PELANGGARAN
Auditor APIP yang terbukti melanggar Kode
Etik APIP akan dikenakan sanksi oleh pimpinan APIP
atas rekomendasi dari Badan Kehormatan Profesi.
Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran Kode
Etik
oleh pimpinan APIP dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bentuk-bentuk sanksi tersebut antara lain berupa:
1.
Teguran
tertulis;
2.
Usulan pemberhentian dari
tim audit; dan
3.
Tidak diberi penugasan audit selama jangka waktu tertentu.
F. KODE ETIK KONSORSIUM ORGANISASI PROFESI AUDIT INTERNAL
Latar belakang organisasional antara Konsorsium Organisasi Profesi Audit yang berbeda dengan APIP
membuat Konsorsium Organisasi Profesi Audit
Internal menyusun kode
etik dengan pendekatan yang berbeda. Konsorsium menggunakan istilah Standar
Perilaku Auditor Internal berisi:
1. Auditor internal harus menunjukkan kejujuran, objektivitas, dan kesungguhan
dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya.
2. Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya
atau terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang
menyimpang atau melanggar hukum.
3. Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau
mendiskreditkan organisasinya.
4. Auditor internal
harus menahan diri
dari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan konflik dengan kepentingan organisasinya; atau
kegiatan-kegiatan yang
dapat menimbulkan prasangka, yang
meragukan kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya secara objektif.
5. Auditor internal tidak boleh menerima sesuatu dalam bentuk apapun
dari karyawan,
klien, pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis
organisasinya, yang dapat, atau, patut diduga, dapat memengaruhi
pertimbangan profesionalnya.
6. Auditor internal
hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan dengan
menggunakan kompetensi profesional yang
dimilikinya.
7. Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar
senantiasa memenuhi Standar Profesi Audit Internal.
8. Auditor internal harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menggunakan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor internal tidak boleh menggunakan informasi
rahasia:
a. untuk mendapatkan keuntungan pribadi,
b. secara melanggar hukum, atau
c. yang dapat menimbulkan kerugian terhadap organisasinya.
9. Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus
mengungkapkan semua fakta-fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta-fakta yang jika tidak diungkap dapat:
a. mendistorsi laporan atas
kegiatan yang direviu, atau
b. menutupi adanya praktik-praktik yang melanggar hukum.
10. Auditor internal harus senantiasa meningkatkan kompetensi serta efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan.
BAB IV
STANDAR AUDIT
APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH
A.
LANDASAN
HUKUM
1. Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2004
Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara
2. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun
2001 tentang Lembaga Pemerintah Non
Departemen dimana Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) diatur pada
pasal 52 sampai dengan pasal 54
3. Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun
2005 Tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Kementerian Negara RI sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006
4. Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor: PER/03.1/M.PAN/03/2007 Tentang Kebijakan Pengawasan Nasional Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2007–2009.
B. STANDAR AUDIT APIP
1. Prinsip-prinsip Dasar
a. Kewajiban Auditor
1) Kewajiban Auditor untuk mengikuti
Standar Audit Auditor harus mengikuti
Standar Audit dalam segala pekerjaan
audit yang dianggap material.
2) Kewajiban Auditor untuk Meningkatkan
Kemampuan Auditor harus secara terus menerus meningkatkan kemampuan teknik dan metodologi audit. Komponen kemampuan auditor yang harus ditingkatkan meliputi: kemampuan teknis, manajerial, dan
konseptual yang terkait dengan
audit dan auditi.
b. Kewajiban APIP
1) Menyusun Rencana Pengawasan
2) Mengomunikasikan dan Meminta
Persetujuan
3) Mengelola Sumber Daya
4) Menetapkan Kebijakan dan Prosedur
5) Melakukan Koordinasi
6) Menyampaikan Laporan Berkala
7) Melakukan Pengembangan Program dan
8) Menindaklanjuti Pengaduan Masyarakat
2. Standar Umum
Sistematika standar umum dapat diuraikan
secara singkat sebagai berikut:
a. Visi, Misi, Tujuan, Kewenangan dan
Tanggung Jawab
Visi, misi, tujuan,
kewenangan dan tanggung jawab APIP
harus dinyatakan secara tertulis, disetujui dan ditandatangani oleh pimpinan tertinggi organisasi. Pernyataan standar tersebut dimaksudkan
untuk memberikan kejelasan secara
formal tentang arah dan mandat yang
diberikan kepada APIP dalam melaksanakan setiap
penugasan audit yang secara khusus berkenaan
dengan kewenangan akses APIP dan
para auditornya atas informasi dan
personel auditi.
b. Independensi dan Obyektivitas
1) Independensi APIP
2) Obyektivitas Auditor
3) Gangguan Terhadap Independensi dan
Obyektivitas
c. Keahlian
1) Latar Belakang Pendidikan Auditor
2) Kompetensi Teknis
3) Sertifikasi Jabatan dan
Pendidikan dan Pelatihan Berkelanjutan
4) Penggunaan Tenaga Ahli dari Luar
d. Kecermatan Profesional
Auditor harus menggunakan keahlian
profesionalnya dengan cermat dan
seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan.
e. Kepatuhan
Terhadap Kode Etik.
Auditor
tidak saja harus menggunakan seluruh
kemampuan dan kecermatannya tetapi juga dituntut untuk mematuhi kode
etik yang ditetapkan. Dengan demikian kompetensi dan etika harus dipenuhi
secara bersamaan.
3.
Standar
Pelaksanaan Audit Kinerja
Secara sistematis standar
pelaksanaan audit kinerja terdiri
dari:
a. Perencanaan
Perencanaan audit bertujuan untuk menjamin bahwa tujuan audit dapat
tercapai secara berkualitas, ekonomis, efisien, dan efektif. Dalam perencanaan ini, auditor menetapkan sasaran, ruang lingkup, metodologi, dan alokasi sumber daya serta mempertimbangkan
berbagai hal termasuk sistem pengendalian intern dan ketaatan auditi terhadap peraturan
perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatuhan (abuse).
b. Supervisi
Pada setiap tahap audit kinerja, pekerjaan
auditor harus disupervisi secara
memadai untuk memastikan tercapainya
sasaran, terjaminnya kualitas dan meningkatnya
kemampuan auditor.
c. Pengumpulan dan Pengujian Bukti
Auditor harus mengumpulkan dan menguji
bukti untuk mendukung kesimpulan
dan temuan audit kinerja. Kesesuaian informasi yang terkandung dalam bukti tersebut dengan suatu kriteria yang mendasarinya, maka proses pengumpulan
dan pengujian bukti adalah inti dari audit.
d. Pengembangan Temuan
Auditor harus mengembangkan temuan yang
diperoleh selama pelaksanaan audit kinerja. Temuan audit berupa ketidak-ekonomisan, ketidak-efisienan dan
ketidak-efektifan pengelolaan organisasi, program,
aktivitas atau fungsi yang diaudit. Selain itu, temuan juga dapat berupa tidak
efektifnya sistem pengendalian intern, adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, kecurangan dan ketidak patutan (abuse). Unsur temuan
meliputi: kondisi, kriteria,sebab, dan akibat.
e. Dokumentasi
Auditor
harus menyiapkan dan menata-usahakan dokumen audit kinerja dalam bentuk kertas kerja audit. Dokumen audit harus disimpan
secara tertib dan sistematis agar dapat secara efektif diambil kembali,
dirujuk, dan dianalisis.
4.
Standar Pelaporan Audit Kinerja
Secara sistematis standar pelaporan
audit kinerja meliputi:
a. Kewajiban Membuat Laporan
Auditor harus membuat laporan hasil audit
kinerja sesuai dengan penugasannya yang disusun dalam format yang sesuai,
segera setelah selesai melakukan auditnya.
Laporan hasil audit berguna antara lain untuk:
1) Mengomunikasikan hasil audit kinerja
kepada auditi dan pihak lain yang berwenang berdas arkan peraturan perundang-undangan
2) Menghindari kesalah-pahaman atas
hasil audit
3) Menjadi bahan untuk melakukan
tindakan perbaikan bagi auditi dan
instansi terkait
4) Memudahkan pemantauan tindak lanjut
untuk menentukan pengaruh tindakan perbaikan yang semestinya telah dilakukan.
b. Cara dan Saat Pelaporan
Laporan hasil audit kinerja harus dibuat
secara tertulis dan segera, yaitu pada
kesempatan pertama setelah
berakhirnya pelaksanaan audit. Laporan yang dibuat tertulis bertujuan untuk menghindari
kemungkinan salah tafsir atas kesimpulan, temuan dan rekomendasi auditor.
Keharusan membuat laporan secara tertulis tidak membatasi atau mencegah
pembahasan lisan dengan auditi selama proses audit berlangsung.
c. Bentuk dan Isi Laporan
Laporan
hasil audit kinerja harus
dibuat dalam bentuk dan isi yang dapat
dimengerti oleh auditi dan pihak lain yang terkait. Laporan hasil audit kinerja
baik bentuk surat atau bab harus memuat:
1) Dasar melakukan audit
2) Identifikasi audit
3) Tujuan/sasaran, lingkup dan
metodologi audit
4) Pernyataan bahwa audit dilaksanakan
sesuai dengan standar audit
5) Kriteria yang digunakan untuk
mengevaluasi
6) Hasil audit berupa kesimpulan,
temuan audit dan rekomendasi
7) Tanggapan dari pejabat auditi yang
bertanggung jawab
8) Pernyataan adanya keterbatasan dalam
audit serta pihak-pihak yang menerima laporan
9) Pelaporan informasi rahasia, bila
ada.
d. Kelemahan sistem pengendalian
intern.
Ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatutan (abuse) disajikan sebagai bagian temuan.
1) Kelemahan Sistem Pengendalian Intern
2) Kelemahan atas sistem pengendalian intern yang dilaporkan adalah kelemahan yang
mempunyai pengaruh signifikan. Sedangkan kelemahan yang tidak signifikan cukup
disampaikan kepada auditi dalam bentuk surat (management letter).
3) Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan
Perundang-undangan, Kecurangan dan
Ketidakpatutan (abuse)
4) Auditor harus melaporkan adanya ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidapatutan (abuse).
5) Kualitas Laporan
6) Laporan hasil audit kinerja harus
tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif, meyakinkan, serta jelas dan seringkas mungkin.
7) Tanggapan Auditi
8) Auditor harus meminta tanggapan atau
pendapat terhadap kesimpulan, temuan dan rekomendasi termasuk tindakan
perbaikan yang direncanakan oleh auditi secara tertulis dari pejabat auditi
yang bertanggung jawab.
9) Penerbitan dan Distribusi Laporan
10) Laporan hasil audit kinerja
diserahkan kepada pimpinan organisasi, auditi, dan pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan
hasil audit sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Laporan hasil
audit kinerja harus didistribusikan tepat waktu kepada pihak yang berkepentingan
sesuai peraturan perundang-undangan. Namun dalam hal yang diaudit
merupakanrahasia negara atau dilarang untuk disampaikan kepada pihak-pihak
tertentu atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan, maka untuk tujuan
pengamanannya, auditor dapat membatasi pendistribusian laporan tersebut.
5.
Standar
Tindak Lanjut Audit Kinerja
Secara sistematis butir-butir
standar tindak lanjut audit kinerja meliputi:
a. Komunikasi Dengan Auditi
Auditor harus mengomunikasikan kepada
auditi bahwa tanggung jawab untuk menyelesaikan atau menindak-lanjuti temuan audit kinerja dan rekomendasi berada pada auditi.
b. Prosedur Pemantauan
Auditor harus memantau dan mendorong
tindak lanjut atas temuan beserta rekomendasi. APIP perlu membuat kebijakan dan
prosedur pemantauan guna mengefektifkan pelaksanaan tindak lanjut hasil audit.
c. Status Temuan
Auditor harus melaporkan status temuan
beserta rekomendasi audit kinerja sebelumnya yang belum ditindak-lanjuti.
Laporan status temuan yang disampaikan kepadapihak yang berkepentingan memuat
antara lain:
1) Temuan dan rekomendasi
2) Sebab-sebab belum ditindaklanjutinya
temuan
3) Komentar dan rencana pihak auditi
untuk menuntaskan temuan.
d. Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan
Perundang-undangan dan Kecurangan
Terhadap temuan yang berindikasi adanya
tindakan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangandan kecurangan,
auditor harus membantu aparat penegak hukum terkait dalam upaya
penindak-lanjutan temuan tersebut.
6.
Standar
Pelaksanaan Audit Investigatif
Sistematika standar pelaksanaan audit
investigatif meliputi:
a. Perencanaan
Dalam setiap penugasan audit investigatif,
auditor investigatif harus menyusun
rencana audit. Rencana audit tersebut harus dievaluasi dan bila perlu
disempurnakan selama proses audit investigatif berlangsung sesuai dengan
perkembangan hasil audit investigatif di lapangan. Perencanaan audit
investigatif dimasudkan untuk memperkecil tingkat risiko kegagalan dalam melakukan audit investigatif
dan memberikan arah agar pelaksanaan audit investigatif dapat dilaksanakan
secara efisien dan efektif. Informasi yang diterima dari berbagai sumber,
seperti: pengaduan masyarakat, pengembangan hasil audit kinerja atau audit
lainnya, permintaan instansi aparat penegak hukum atau instansi lainnya
dijadikan sebagai dasar penyusunan rencana audit investigatif. Apabila
keputusan yang diambil adalah melakukan audit investigatif, maka rencana
tindakan memuat langkah-langkah berikut:
1) Menentukan sifat utama pelanggaran
2) Menentukan fokus perencanaan dan
sasaran audit investigatif
3) Mengindentifikasi kemungkinan
pelanggaran hukum,peraturan, atau perundang-undangan, dan memahami unsur-unsur
yang terkait denganpembuktian atau standar
4) Mengindentifikasi dan menentukan
prioritas Tahapan audit investigatif yang diperlukan untuk mencapai sasaran
audit investigatif
5) Menentukan sumber daya yang
diperlukan untuk memenuhi persyaratan audit
investigatif;
6) Melakukan koordinasi dengan instansi
yang berwenang, termasuk instansi penyidik jika diperlukan.
b.
Supervisi
Supervisi harus diarahkan baik pada
substansi maupun metodologi audit yang bertujuan antara lain untuk mengetahui:
1) Pemahaman tim audit atas tujuan dan
rencana audit
2) Kesesuaian pelaksanaan audit dengan
standar audit
3) Ketaatan terhadap prosedur audit
4) Kelengkapan bukti-bukti yang
terkandung dalamkertas kerja audit untuk mendukung temuan dan rekomendasi
5) Pencapaian tujuan audit.
c. Pengumpulan dan Pengujian Bukti
Pelaksanaan pengumpulan dan evaluasi bukti
harus difokuskan pada upaya pengujian hipotesis untuk mengungkapkan:
1) Fakta-fakta dan proses kejadian
(modus operandi)
2) Sebab dan dampak penyimpangan
3) Pihak-pihak yang diduga
terlibat/bertanggung jawab atas kerugian
keuangan negara/daerah.
d. Dokumentasi
Auditor harus menyiapkan dan menatausahakan dokumen audit investigatif dalam bentuk kertas kerja
audit. Dokumen audit investigatif harus disimpan secara tertib
dan sistematis agar dapat secara efektif diambil kembali, dirujuk, dan
dianalisis. Hasil audit investigatif harus didokumentasikan dalam berkas audit
investigatif secara akurat dan lengkap.
7. Standar Pelaporan Audit Investigatif
Secara sistematis standar pelaporan
audit investigatif meliputi:
a. Kewajiban Membuat Laporan
Auditor investigatif harus membuat laporan
hasil audit investigatif sesuai dengan penugasannya yang disusun dalam format yang tepat segera setelah melakukan
tugasnya. Laporan hasil audit investigatif dibuat secara tertulis, dengan
tujuan untuk memudahkan pembuktian dan berguna untuk proses hukum berikutnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b. Cara dan Saat Pelaporan
Laporan hasil audit investigatif dibuat
secara tertulis dan segera setelah berakhirnya pelaksanaan audit investigatif.
APIP harus menetapkan kapan laporan akan diberikan secara tertulis sesuai
dengan situasi dan kasus yang diaudit.
c. Isi Laporan
Laporan hasil audit investigatif minimal
harus memuat hal-hal berikut:
1) Dasar melakukan audit
2) Identifikasi auditi
3) Tujuan/sasaran, lingkup dan
metodologi audit
4) Pernyataan bahwa audit investigatif
telah dilaksanakan sesuai Standar Audit
5) Fakta-fakta dan proses kejadian
mengenai siapa, di mana, bilamana, bagaimana dari kasus yang diaudit
6) Sebab dan dampak penyimpangan
7) Pihak yang diduga terlibat atau
bertanggung jawab
8) Dalam pengungkapan pihak yang
bertanggungjawab atau yang diduga terlibat, auditor harus memperhatikan asas
praduga tidak bersalah yaitu dengan tidak menyebut identitas lengkap.
d. Kualitas Laporan
Laporan hasil audit investigasi harus
akurat, jelas,lengkap, singkat, dan disusun dengan logis, tepat waktu, dan
obyektif.
e. Pembicaraan Akhir dengan Auditi
Auditor investigatif harus meminta
tanggapan atau pendapat terhadap hasil audit investigatif. Tanggapan atau
pendapat tersebut harus dikemukakan pada saat melakukan pembicaraan akhir
dengan auditi. Salah satu cara yang paling efektif untuk memastikan bahwa suatu
laporan hasil audit investigatif dipandang adil, lengkap, dan obyektif adalah
adanya review dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab,sehingga dapat
diperoleh suatu laporan yang tidak hanya mengemukakan kesimpulan auditor
investigatif saja, melainkan memuat pula pendapat pejabat yang bertanggung
jawab tersebut.
f.
Penerbitan dan
Distribusi Laporan
Laporan hasil audit investigatif
diserahkan kepada pimpinan
organisasi, auditi, dan pihak lain yang
diberi wewenang untuk menerima
laporan hasil audit sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan hasil audit investigatif
harus didistribusikan tepat waktu kepada pihak yang telah
ditentukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
8. Standar
Tindak Lanjut Audit Investigatif
Standar Tindak Lanjut mengatur tentang
ketentuan dalam hal kepastian saran
dan rekomendasi telah dilakukan oleh auditi.
APIP harus memantau tindak lanjut hasil audit investigatif yg dilimpahkan kepada aparat penegak hukum. Standar ini mengharuskan APIP untuk
mengadministrasikan temuan audit investigatif guna keperluan pemantauan tindak
lanjut dan pemutakhiran datahasil audit investigatif, termasuk yang hasil
akhirnya berupa tuntutan perbendaharaan atau tuntan ganti rugi (TP/TGR). APIP
harus memantau tindak lanjut kasus penyimpangan yg berindikasi adanya tindak
pidana korupsi atau perdata yg dilimpahkan kepada Kejaksaan atau Komisi Pemberantasan Korupsi.
C. STANDAR
PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA
Selain standar audit yang telah
dibicarakan di atas, terdapat Standar Pemeriksaan Keuangan Negara yang
diterbitkan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia melalui Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 pada bulan Januari 2007 yang memiliki
landasan dan referensi berikut:
1. Landasan Peraturan Perundang-undangan
a. Undang Undang Dasar RI Tahun 1945
b. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara
c. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara
d. Undang Undang Nomor 15 Yahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara
e. Undang Undang Nomor 15 Tahun 2006
tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
2. Referensi:
a. Standar Audit Pemerintahan – Badan
Pemeriksa Keuangan RI Tahun 1995
b. Generally Accepted Government
Auditing Standards (GAGAS) 2003 Revision, United States Generally
Accounting Office
c. Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP), 2001, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
d. Auditing Standards,
International Organization of Supreme
Audit
e. Institutions (INTOSAI), Latest
Ammendment 1995
f.
Generally
Accepted Auditing Standards (GAAS), AICPA, 2002
g. Internal Control Standards, INTOSAI,
200
h. Standards for the Professional
Practice of Internal Auditing, Latest Revision December 2003.
Standar pemeriksaan ini berlaku
untuk semua pemeriksaan yang dilaksanakan
terhadap entitas, program, kegiatan serta fungsi yang berkaitan dengan
pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dengan demikian,
maka standar pemeriksaan ini berlaku
untuk:
a. BPK.
b. Akuntan Publik atau pihak lainnya
yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara,
untuk dan atas nama BPK.
c. Aparat Pengawas Intern Pemerintah
termasuk satuan pengawasan intern maupun pihak lainnya sebagai acuan dalam
menyusun standar pengawasan sesuai dengan kedudukan, tugas, dan fungsinya.
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
memuat 7 butir Pernyataan Standar
Pemeriksaan berikut:
a. Standar Umum
Standar ini mengatur kriteria yang
bersifat umum untuk melaksanakan pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan
pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Cakupan standar umum mengatur persyaratan
kemampuan atau keahlian, independensi,
penggunaan kemahiran profesional secara cermat dan seksama, dan pengendalian
mutu.
b. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan
Keuangan
Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan mengatur hal-hal berikut:
1) Hubungan dengan Standar Profesional
Akuntan Publik
2) Komunikasi Pemeriksa
3) Pertimbangan terhadap hasil
pemeriksaan sebelumnya
4) Merancang pemeriksaan untuk
mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan,
kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse)
5) Pengembangan temuan pemeriksaan
6) Dokumentasi pemeriksaan.
c. Standar Pelaporan Pemeriksaan
Keuangan
Standar ini mengatur tentang:
1) Hubungan dengan standar profesional
akuntan publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
2) Pernyataan Kepatuhan terhadap standar
pemeriksaan
3) Pelaporan tentang kepatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan
4) Pelaporan tentang pengendalian
intern
5) Pelaporan tanggapan dari pejabat
yang bertanggungjawab
6) Pelaporan informasi rahasia
7) Penerbitan dan pendistribusian
laporan hasil pemeriksaan.
d. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan
Kinerja
Pelaksanaan
Pemeriksaan Kinerja mengatur mengenai perencanaan, supervisi, bukti, dan
dokumentasi pemeriksaan.
e. Standar Pelaporan Pemeriksaan
Kinerja
Pelaporan Pemeriksaan Kinerja mengatur
tentang bentu, isi laporan, unsur-unsur kualitas laporan, penerbitan dan
pendistribusian laporan hasil pemeriksaan.
f. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan
Dengan Tujuan Tertentu
Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu mengatur
hal-hal berikut:
1) Hubungan dengan standar profes ional
akuntan publik yangditetapkan oleh IkatanAkuntan Indonesia
2) Komunikasi Pemeriksa
3) Pertimbangan terhadap hasil
pemeriksaan sebelumnya
4) Pengendalian intern
5) Merancang pemeriksaan
untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan
peraturan perundang-undangan kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse)
6) Dokumentasi pemeriksaan.
g. Standar Pelaporan Pemeriksaan Dengan
Tujuan Tertentu.
Standar Pelaporan Pemeriksaan dengan
Tujuan Tertentu mengatur hal-hal berikut:
1) Hubungan dengan standar profes ional
akuntan publik yang ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia
2) Pernyataan kepatuhan terhadap
standar pemeriksaan
3) Pelaporan tentang kelemahan
pengendalian intern dan kepatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan
4) Pelaporan tanggapan dari pejabat
yang bertanggungjawab
5) Pelaporan informasi rahasia
6) Penerbitan dan pendistribusian
laporan hasil pemeriksaan.
D. STANDAR
PROFESI AUDIT INTERNAL (SPAI)
SPAI membagi standara udit menjadi
dua kelompok besar:
1.
Standar Atribut
a. Tujuan, Kewenangan, dan Tanggung jawab
Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab
fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam Charter Audit
Internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan mendapat
persetujuan dari Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.
b. Independensi dan Objektivitas
Fungsi audit internal harus independen,
dan auditor internal harus objektif dalam melaksanakan pekerjaannya.
1) Independensi
Organisasi
Fungsi audit internal harus ditempatkan
pada posisi yang memungkinkan fungsi tersebut memenuhi tanggungjawabnya.
Independensi akan meningkat jika fungsi
audit internal memiliki akses komunikasi yang memadai terhadap Pimpinan dan
Dewan Pengawas Organisasi.
2) Objektivitas
Auditor Internal
Auditor internal harus memiliki sikap
mental yang objektif, tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya
pertentangan kepentingan (conflict of interest)
3) Kendala
terhadap Prinsip Independensi dan Objektivitas
Jika prinsip independensi dan objektivitas
tidak dapat dicapai baik secara fakta maupun dalam kesan, hal ini harus
diungkapkan kepada pihak yang berwenang. Teknis dan rincian pengungkapan ini
tergantung kepada alasan tidak terpenuhinya prinsip independensi dan
objektivitas tersebut.
c. Keahlian dan Kecermatan Profesional
1) Keahlian
Auditor internal harus memiliki
pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tanggung jawab perorangan.
Fungsi Audit Internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh
pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tanggung jawabnya.
2) Kecermatan
Profesional
Dalam menerapkan kecermatan
profesional auditor internal perlu
mempertimbangkan:
1) Ruang lingkup
penugasan.
2) Kompleksitas
dan materialitas yang dicakup dalam penugasan.
3) Kecukupan dan
efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses governance.
4) Biaya dan
manfaat penggunaan sumber daya dalam penugasan.
5) Penggunaan
teknik-teknik audit berbantuan komputer dan teknik-teknik analisis lainnya.
6) Pengembangan
Profesional yang Berkelanjutan (PPL)
Auditor internal harus meningkatkan
pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensinya melalui Pengembangan
Profesional yang Berkelanjutan.
d. Program Quality
Assurance Fungsi Audit Internal
Penanggung jawab Fungsi Audit Internal harus mengembangkan dan memelihara
program quality assurance, yang mencakup seluruh aspek dari fungsi audit
internal dan secara terus menerus memonitor efektivitasnya. Program ini
mencakup penilaian kualitas internal dan eksternal secara periodik serta
pemantauan internal yang berkelanjutan.
Program ini harus dirancang untuk membantu fungsi audit internal dalam menambah
nilai dan meningkatkan operasi perusahaan serta memberikan jaminan bahwa fungsi
audit internal telah sesuai dengan
Standar dan Kode Etik Audit Internal.
1) Penilaian
terhadap Program Quality Assurance
Fungsi audit internal harus
menyelenggarakan suatu proses untuk memonitor dan menilai efektivitas program
quality assurance secara keseluruhan. Proses ini harus mencakup penilaian
(assessment) internal maupun eksternal.
a) Penilaian
Internal. Fungsi audit internal harus melakukan penilaian internal yang mencakup:
·
Review yang
berkesinambungan atas kegiatan dan kinerja
fungsi audit internal
·
Review berkala
yang dilakukan melalui self assessment
atau oleh pihak lain dari dalam organisasi
yang memiliki pengetahuan tentang standar
dan praktek audit internal.
b) Penilaian Eksternal. Penilaian eksternal harus dilakukan sekurang-kurangnya sekali
dalam tiga tahun oleh pihak luar
perusahaan yang independen dan
kompeten.
2) Pelaporan
Program Quality Assurance
Penanggung jawab fungsi audit internal
harus melaporkan hasil review dari pihak
eksternal kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.
3) Pernyataan Kesesuaian dengan SPAI
Dalam laporan kegiatan periodiknya,
auditor internal harus memuat pernyataan bahwa aktivitasnya dilaksanakan sesuai
dengan Standar Profesi Audit Internal. Pernyataan ini harus didukung dengan
hasil penilaian Program Quality Assurance.
4) Pengungkapan
atas Ketidakpatuhan
Dalam hal terdapat ketidak-patuhan
terhadap SPAI dan Kode Etik yang mempengaruhi ruang lingkup dan aktivitas
fungsi audit internal secara signifikan, maka hal ini harus diungkapkan kepada
Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.
2. Standar Kinerja
a. Pengelolaan Fungsi
Audit Internal
Penanggung jawab fungsi audit internal
harus mengelola fungsi audit internal
secara efektif dan efisien untuk memastikan bahwa kegiatan fungsi tersebut
memberikan nilai tambah bagi organisasi.
1) Perencanaan
Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun perencanaan yang berbasis risiko
(risk-based plan) untuk menetapkan prioritas kegiatan audit internal, konsisten
dengan tujuan organisasi. Rencana penugasan audit internal harus berdasarkan
penilaian risiko yang dilakukan paling sedikit setahun sekali. Masukan dari
pimpinan dan dewan pengawas organisasi serta perkembangan terkini harus juga dipertimbangkan dalam
proses ini. Rencana penugasan audit internal harus mempertimbangkan potensi
untuk meningkatkan pengelolaan risiko, memberikan nilai tambah dan
meningkatkan kegiatan organisasi.
2) Komunikasi dan
Persetujuan
Penanggung jawab fungsi audit internal
harus mengomunikasikan rencana kegiatan audit, dan kebutuhan sumber daya kepada
pimpinan dan dewan pengawas organisasi untuk mendapat persetujuan.
Penanggungjawab fungsi audit internal juga harus mengkomunikasikan dampak yang
mungkin timbul karena adanya keterbatasan sumber daya.
3) Pengelolaan
Sumber daya
Penanggung jawab fungsi audit internal
harus memastikan bahwa sumber daya fungsi audit internal sesuai, memadai, dan
dapat digunakan secara efektif untuk mencapai rencana-rencana yang telah
disetujui.
4) Kebijakan dan Prosedur
Penanggung jawab fungsi audit internal
harus menetapkan kebijakan dan prosedur sebagai pedoman bagi pelaksanaan
kegiatan fungsi audit internal.
5) Koordinasi
Penanggung jawab fungsi audit internal
harus berkoordinasi dengan pihak internal dan eksternal organisasi yang
melakukan pekerjaan audit untuk memastikan bahwa lingkup seluruh penugasan
tersebut sudah memadai dan meminimalkan duplikasi.
6) Laporan kepada
Pimpinan dan Dewan Pengawas
Penanggung jawab fungsi audit internal
harus menyampaikan laporan secara berkala kepada Pimpinandan Dewan Pengawas
mengenai perbandingan rencana dan realisas i yang mencakup sasaran, wewenang,
tanggung jawab, dan kinerja fungsi audit internal. Laporan ini harus memuat
permasalahan mengenai risiko, pengendalian, proses governance, dan hal lainnya
yang dibutuhkan atau diminta oleh pimpinan dan dewan pengawas.
b. Lingkup Penugasan
Fungsi audit internal melakukan evaluasi
dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses pengelolaan risiko,
pengendalian, dan governance, dengan
menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur dan menyeluruh.
1) Pengelolaan Risiko
Fungsi audit internal harus membantu
organis asi dengan cara mengidentifikasi dan
mengevaluasi risiko signifikan
dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan risiko dan sistem
pengendalian intern.
2) Pengendalian
Fungsi audit internal harus membantu organisasi dalam memelihara
pengendalian intern yang efektif dengan cara mengevaluasi kecukupan, efisiensi
dan efektivitas pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan pengendalian
intern secara berkesinambungan.
a) Berdasarkan hasil penilaian risiko, fungsi audit internal harus mengevaluasi
kecukupan dan efektivitas s istem pengendalian intern, yang mencakup
governance, kegiatan operasi dan sistem informasi organisasi. Evaluasi sistem
pengendalian intern harus mencakup:
• Efektivitas
dan efisiensi kegiatan operasi.
• Keandalan dan integritas informasi.
• Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
• Pengamanan aset organisasi.
b) Fungsi audit internal harus
memastikan sampai sejauh
mana s asaran dan tujuan program serta kegiatan operasi telah ditetapkan dan
sejalan dengan sasaran dan tujuan organis asi.
c) Auditor internal harus mereviu
kegiatan operasi dan program untuk memastikan sampai sejauh mana hasil-hasil yang
diperoleh konsisten dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
d) Untuk mengevaluasi sistem
pengendalian intern diperlukan
kriteria yang memadai.
3) Proses Governance Fungsi audit internal harus menilai
dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses governance
dalam mencapai tujuan-tujuan berikut:
a) Mengembangkan etika dan
nilai-nilai yang memadai di dalam organisasi.
b) Memastikan pengelolaan kinerja organisasi yang efektif dan akuntabel.
c) Secara efektif mengomunikas
ikan risiko dan pengendalian kepada unit-unit yang tepat di dalam
organisasi.
d) Secara efektif
mengoordinasikan kegiatan dari, dan mengomunikasikan informasi di antara
pimpinan, dewan pengawas, auditor internal dan eksternal serta manajemen.
Fungsi audit internal harus mengevaluasi rancangan, implementasi dan efektiv
itas dari kegiatan, program dan sasaran organisasi yang berhubungan dengan
etika organisasi.
c. Perencanaan
Penugasan
Auditor internal harus mengembangkan dan
mendokumentasikan rencana untuk setiap penugasan yang mencakup ruang lingkup,
sasaran, waktu, dan alokasi sumber daya.
1) Pertimbangan
Perencanaan Dalam
merencanakan penugasan, auditor internal harus mempertimbangkan:
a) Sasaran dan kegiatan yang s
edang direviu dan mekanisme
yang digunakan kegiatan tersebut dalam mengendalikan k inerjanya.
b) Risiko signifikan atas
kegiatan, sasaran, sumberdaya,
dan operasi yang direviu serta pengendalian yang diperlukan untuk menekan
dampak ris iko ke tingkat yang dapat diterima oleh organisasi.
c) Kecukupan dan efektivitas
pengelolaan ris iko dan sistem pengendalian intern.
d) Peluang yang s ignifikan untuk
meningkatkan pengelolaan ris iko dan sistem pengendalian intern.
2) Sasaran Penugasan.
Sasaran untuk setiap penugasan harus
ditetapkan.
3) Ruang Lingkup Penugasan Agar sasaran penugasan tercapai
maka fungsi audit internal harus
menentukan ruang lingkup penugasan yang memadai.
4) Alokasi Sumber Daya Penugasan
Auditor internal harus menentukan
sumber daya yang sesuai untuk
mencapai sasaran penugasan. Penugasan staf harus didasarkan pada evaluas i
atas sifat dan kompleksitas penugasan, keterbatasan waktu, dan ketersediaan
sumber daya.
5) Program Kerja Penugasan
Auditor internal harus menyusun dan
mendokumentasikan program kerja dalam rangka mencapai sasaran penugasan.
Program kerja harus menetapkan prosedur untuk mengidentifikasi, menganalisis,
mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi selama penugasan. Program kerja ini
harus memperoleh persetujuan sebelum dilaksanakan. Perubahan atau penyesuaian
atas program kerja harus segera mendapat
pers etujuan.
d. Pelaksanaan
Penugasan
Dalam melaksanakan audit, auditor internal
harus mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan
informasi yang memadai untuk mencapai tujuan penugasan.
1) Mengidentifikasi Informasi
Auditor internal harus
mengidentifikasi informasi yang memadai, handal, relevan, dan berguna untuk
mencapai sasaran penugasan.
2) Analisis dan Evaluasi
Auditor internal harus mendasarkan
kesimpulan dan hasil penugasan pada
analisis dan evaluasi yang tepat.
3) Dokumentasi Informasi
Auditor internal harus
mendokumentasikan informasi yang relevan
untuk mendukung kesimpulan dan hasil penugasan.
4) Supervisi Penugasan
Setiap penugasan harus disupervisi dengan
tepat untuk memastikan tercapainya
sasaran, terjaminnya kualitas, dan meningkatnya kemampuan staf.
e. Komunikasi Hasil
Penugasan
Auditor internal mengomunikasikan hasil
penugasannya secara tepat waktu.
1) Kriteria
Komunikasi
Komunikasi harus mencakup sasaran dan
lingkup penugasan, simpulan, rekomendasi, dan
rencana tindak lanjutnya.
2) Kualitas
Komunikasi
Komunikasi yang disampaikan baik tertulis
maupun lisan harus akurat, objektif, jelas, ringkas, konstruktif, lengkap,dan tepat waktu.
3) Pengungkapan
atas Ketidak-patuhan terhadap Standar
Dalam
hal terdapat ketidak-patuhan
terhadap standar yang mempengaruhi
penugasan tertentu, komunikasi hasil-hasil penugasan harus mengungkapkan:
a) Standar yang tidak dipatuhi.
b) Alasan ketidak-patuhan.
c) Dampak dari ketidak-patuhan terhadap
penugasan.
4) Penyampaian
Hasil-hasil Penugasan
Penanggung jawab fungsi audit
internal harus mengomunikasikan hasil penugasan kepada pihak yang berhak.
f. Pemantauan Tindak
Lanjut
Penanggung jawab fungsi audit internal
harus menyusun dan menjaga sistem untuk memantau tindak lanjut hasil penugasan
yang telah dikomunikasikan kepada
manajemen. Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun
prosedur tindak lanjut untuk memantau dan memastikan bahwa manajemen telah melaksanakan
tindak lanjut secara efektif, atau menanggung risiko karena
tidak melakukan tindak lanjut.
g. Resolusi
Penerimaan Risiko oleh Manajemen
Apabila manajemen senior telah memutuskan
untuk menanggung risiko residual yang
sebenarnya tidak dapat diterima
oleh organisasi, penanggung jawab fungsi audit internal harus mendiskusikan
masalah ini dengan manajemen senior. Jika diskusi tersebut tidak menghasilkan
keputusan yang memuaskan, maka penanggung jawab fungsi audit internal dan
manajemen senior harus melaporkan hal tersebut kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi untuk mendapatkan
resolusi.
REFERENSI
1. Drs. H.T.
Redwan Jaafar, Ak, dan Sumiyati, Ak. M.F.M, Edisi Lima, Tahun 2008, Pusdiklat Pengawasan BPKP, Jln. Beringin II Pandansari, Ciawi
ISBN 979- 3873-06-X Bogor 16720.
2. Lawrence B.
Swayer, JD, CIA, PA., Mortimer A. Dittenhofer, Ph.D., CIA., JamesH. Scheiner,
Ph.D., “Sawyer’s Internal Auditing”, Audit
Internal Sawyer, Jakarta: Salemba 4, 2009, Edisi 5.
0 Response to "KODE ETIK DAN STANDAR AUDIT"
Post a Comment